Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Kendal

30 Anak Ikuti Litera Tour “100 Tahun Kematian Sastrawan Franz Kafka” di Boja Kendal

Suasana Litera Tour “Memperingati 100 Tahun Kematian Sastrawan Franz Kafka (1924-2024)” di areal Kebun Sastra Guyub Jalan Franz Kafka Kendal.

Editor: deni setiawan
DOKUMENTASI PONDOK BACA AJAR KENDAL
Puluhan anak dan remaja mengikuti Litera Tour, yang dipandu oleh Heri C Santoso, pegiat Pondok Baca Ajar di Kebun Sastra Guyub Dusun Krajan, Desa Bebengan, Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal, Minggu (29/9/2024). Acara itu dalam momentum “Peringatan 100 Tahun Kematian Sastrawan Franz Kafka (1924-2024). 

TRIBUNJATENG.COM, KENDAL - Puluhan anak dan remaja mengikuti Litera Tour “Memperingati 100 Tahun Kematian Sastrawan Franz Kafka (1924-2024)”. 

Acara yang digagas Komunitas Lerengmedini (KLM), Pondok Baca Ajar, dan Apresiasi Sastra (Apsas) itu digelar di areal Kebun Sastra Guyub Jalan Franz Kafka Dusun Krajan, Desa Bebengan, Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal pada Minggu (29/9/2024).

Acara ini digelar sebagai upaya meningkatkan literasi dan membumikan sastra di kalangan anak-anak dan remaja.  

Baca juga: Sugiono Pensiun dari Sekda Kendal, Digantikan Agus Dwi Lestari Sebagai Plh 

Baca juga: Pemkab Kendal Terapkan Transaksi Digital di Wisata Kalikesek, Pengunjung Tak Perlu Bayar Tunai

Acara diikuti 30 peserta yang terdiri dari anak usia SD, SMP, dan SMA. 

Dalam acara tersebut, peserta menyusuri beberapa tempat dengan dipandu Heri Condro Santoso, pegiat sastra di KLM dan Ajar. 

Anak-anak diajak menyusuri Patung Franz Kafka, Jalan Franz Kafka, Gedung Sastra dan Sosial Guyub, serta Kali Glagah. 

Selain itu, peserta juga dikenalkan dengan karya-karya Kafka.

Di Jalan Franz Kafka, peserta menyimak penjelasan mengenai siapa Franz Kafka

Mulai dari kelahiran, orangtua, adik, istri, pekerjaan, proses berkarya, hingga penyebab kematiannya. 

Heri C Santoso menjelaskan sembari memperlihatkan foto-foto atau gambar pendukung. 

Tak hanya di situ, juga ditunjukkan buku-buku karya Kafka, seperti Metamorfosis dan Surat untuk Ayah

“Adik-adik bisa seperti Kafka, asalkan mau belajar membaca dan menulis,” ujar Heri C Santoso kepada adik-adik yang antusias mendengarkan. 

Menurut Heri, bukan tanpa alasan atau terkesan semata “membesar-besarkan” Franz Kafka pada momentum 100 tahun kematiannya. 

Dia melakukan ini karena memang sejak lama bersama adik-adik di tempatnya—sudah menyuntuki karya Kafka melalui reading group terjemahan Metamorfosis karya Kafka, sejak 2018 hingga 2022. 

“Saya dan adik-adik yang sebagian menjadi peserta kegiatan ini, sudah membaca karya Kafka yang berkutat pada tokoh Gregor Samsa itu sekira 4 tahun.”

“Membaca hanya 1 minggu sekali karena memang tidak berorientasi agar cepat selesai.”

“Super lelet memang, tapi harapan kami, dinamika yang terjadi selama kegiatan itu menyenangkan bagi adik-adik,” tuturnya.  

Heri menambahkan, tidak hanya sastrawan Kafka yang dikenalkan pada anak-anak. 

Sastrawan lain di dunia, Indonesia, hingga lokal Kendal juga dikenalkannya pada mereka. 

“Berat memang membaca karya Kafka, apalagi peserta rata-rata anak-anak SD hingga SMP.”

“Tapi, kami selalu berupaya agar selalu menyenangkan.”

“Dan, poinnya, ini hanya semacam jendela atau pintu masuk anak-anak mengenal karya-karya sastra lainnya, mereka mau menyelami sastrawan lainnya,” harapnya.

Sebelum acara dimulai, puluhan anak-anak diajak membaca buku cerita dan permainan edukatif bersama Akhil Bashiroh (pegiat sastra dan guru). 

Setelah itu, acara diisi baca puisi, membaca salah satu cerpen Kafka dalam bahasa Jawa, dan membaca petilan novela Metamorfosis karya Franz Kafka yang diterjemahkan Sigit Susanto (Metamorfosa Samsa, Penerbit Baca). 

Puisi bertema kemanusiaan dibaca oleh Naely Kharin Aeny (siswi SMK Tamansiswa Boja). 

Kemudian, Siraj Lintang (mahasiswa Unnes) membaca cerpen Kafka Sebuah Persilangan dalam bahasa Jawa merujuk pada buku Di Depan Hukum & Cerita Lain Franz Kafka dalam 13 Bahasa Daerah (JBS, 2024). 

Cerpen Sebuah Persilangan diterjemahkan oleh Sugito Sosrosasmito menjadi Siji Keparo Loro, Mangro Nyatane Mung Siji

Litera Tour Boja Kendal
Puluhan anak dan remaja mengikuti Litera Tour, yang dipandu oleh Heri C Santoso, pegiat Pondok Baca Ajar di Kebun Sastra Guyub Dusun Krajan, Desa Bebengan, Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal, Minggu (29/9/2024). Acara itu dalam momentum “Peringatan 100 Tahun Kematian Sastrawan Franz Kafka (1924-2024).

Baca juga: Srianah Sumringah, Kucing Himalaya Miliknya Disuntik Vaksin Antieabies Gratis dari Pemkab Kendal

Peserta Diajak Susur Sungai Glagah

Peserta yang mayoritas berasal dari SDN 05 Meteseh pun tertawa cekikikan saat mendengar kata-kata dalam bahasa Jawa yang dibaca Siraj.

Sebab, anak-anak sudah sangat familiar dengan kata-kata dalam cerpen tersebut, seperti cempe dan cemen.

Cempe merupakan anak kambing dan cemen adalah anak kucing.

Dan, hampir di rumah mereka orangtuanya memelihara kambing, serta di rumah juga ada kucing.

Seusai Siraj turun panggung, acara dilanjutkan dengan membaca petilan novela Metamorfosa Samsa.

Pembacaan dilakukan para peserta yang selama ini mengikuti reading group Metamorfosa Samsa di Pondok Baca Ajar Dusun Slamet, Desa Meteseh, Kecamatan Boja.

Mereka yakni Febrina Dwi Wijayanti, Vanila, Nuril Hafia, Velica, Almasyifa Okta, dan Faiq.

Mereka didampingi Siraj Lintang, dan Kharin. 

Seusai itu, acara dilanjutkan makan bersama dan ditutup dengan anak-anak diajak menyusuri jalan setapak menuju Kali Glagah.

Kali Glagah merupakan kali besar yang mengitari kawasan Dusun Bebengan.

Dahulu di tempat anak-anak bermain di antara-batu-batu besar kali itu, pernah terbentang jembatan gantung yang dibangun Belanda.

Namun, karena banjir besar dan besarnya biaya perawatan, jembatan rusak, roboh, dan kini hanya menyisakan fondasi tiang pancangnya.

Nuril Hafia, salah satu peserta senang mengikuti kegiatan ini.

Selain bisa belajar di kebun, dia juga mulai mengenal profesi sastrawan.

Ia ingin bisa pintar menulis.

“Pengen nanti bisa menulis seperti Franz Kafka."

"Dari binatang kecoak yang menjijikan bisa jadi cerita,” ujar siswi kelas 4 SDN 05 Meteseh.

Baca juga: Kemenkumham Jateng Dorong Lapas Terbuka Kendal Tingkatkan Kualitas Layanan Sebagai Lapas Produktif

Baca juga: Sekda Sugiono Minta Bawaslu Waspadai Fenomena 3 "Geng" ASN di Masa Kampanye Pilkada Kendal 2024

Sosok Franz Kafka

Pada 2024, genap 100 tahun meninggalnya Franz Kafka, sastra kelahiran Praha, 3 Juli 1883.

Kafka meninggal pada 3 Juni 1924.

Masyarakat sastra dunia terutama di negeri Eropa yang menggunakan bahasa Jerman, memperingatinya dengan pelbagai kegiatan sastra.

Sebelumnya, beberapa penulis yang dikoordinir Sigit Susanto (penerjemah karya-karya Kafka) juga memperingatinya dengan menerjemahkan 3 cerpen Kafka dalam 13 bahasa daerah di Nusantara.

Tiga cerpen Kafka sebelumnya diterjemahkan dari bahasa Jerman ke dalam bahasa Indonesia oleh Sigit Susanto, yakni Di Depan Hukum (Vor dem Gesetz), Sebuah Persilangan (Eine Kreuzung), dan Sang Penunggang Ember (Der Kubelreiter).

Mengapa Franz Kafka yang dipilih di tengah banyak alternatif sastrawan kaliber dunia maupun dari Indonesia?

Sigit Susanto menjelaskan, gaya penulisan Franz Kafka sangat unik.

Kafka tak hanya dinobatkan sebagai salah satu sastrawan paling berpengaruh pada abad 20, tetapi gaya penulisan Kafka menjadi Kafkaesk, yakni sebuah adjektiva baru dalam sastra dunia.

“Bilamana ada karya sastra yang lahir pascamasa Kafka mengandung kerumitan birokrasi, kebuntuan, pesimis, labirin gelap sampai pada kisah horor, maka akan diberi julukan karya itu berciri Kafkaesk,“ kata Sigit.

Berangkat dari pertimbangan itu, lanjut Sigit, sudah sewajarnya karya sastra kelas dunia ini tak hanya dihadapkan ke pembaca berbahasa Indonesia, tetapi ke bahasa-bahasa daerah di Indonesia.

“Saya tinggal di Swiss sampai sekarang sudah 28 tahun."

"Saya memperhatikan diskusi sastra bahasa Jerman baik di media, TV dan forum lain bahwa nama Kafka sering disebut dan karyanya dianggap berkualitas tinggi,” ujar moderator milis Apresiasi Sastra ini.

Menurut Sigit, apabila membicarakan prosais modern dunia, pada sastra Inggris, maka James Joyce diianggap mewakili.

Pada sastra Prancis, ada sosok Marcel Proust, dan Franz Kafka bisa dianggap mewakili sastra Jerman. (*)

Baca juga: Manchester United Terpantau Cari Pelatih di Italia, Erik ten Hag Segera Dipecat?

Baca juga: Pilwakot Surakarta 2024. KPU: Maksimal Dana Kampanye Rp39 Miliar Tiap Paslon

Baca juga: Tak Ditemukan Jejak Kekerasan di Kerangka Pria di Jalur Pendakian Gunung Sumbing

Baca juga: Data Korban PHK Satudata Kemnaker Tak Akurat, Disnakertrans Jateng Akan Klarifikasi ke Jakarta

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved