Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Pilkada Jateng 2024

Kinerja Bawaslu Jateng di Pilkada 2024 Disorot, Nur Hidayat Sardini: Pemalas Mereka Itu

Kinerja Bawaslu Jateng selama Pilkada 2024 disorot.Lembaga pengawas pemilu ini dinilai cenderung malas melakukan pengawasan secara aktif

Editor: Muhammad Olies
TRIBUNJATENG/Budi Susanto
Mantan Ketua Bawaslu yang juga Akademisi Undip Semarang, Nur Hidayat Sardini 

TRIBUNJATENG.COM - Kinerja Bawaslu Jateng selama Pilkada 2024 disorot.

Lembaga pengawas pemilu ini dinilai cenderung malas melakukan pengawasan secara aktif, sehingga lebih banyak bekerja setelah menerima laporan.

Kritikan ini disampaikan mantan Ketua Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia (Bawaslu RI), Nur Hidayat Sardini (NHS).

"Ya, itu pemalas mereka itu. Mereka tidak mau ketimpa beban kerja. Anda tahu bahwa aspek proksimitas, di dalam pemilu ada, itu memang tinggi karena tarik ulur antarkekuatan," ujar akademisi Undip Semarang ini, Jumat (18/10/2024). 

Kritikan tersebut muncul sebagai respons terhadap sejumlah laporan dugaan pelanggaran netralitas, khususnya keberpihakan kepala desa yang ditangani Bawaslu selama tahapan Pilkada.

Baca juga: Masif Penggalangan Kades, Tim Andika-Hendi Rencanakan Gugat Bawaslu Jateng

Baca juga: Wahyudi Sutrisno Dilantik Jadi Komisioner Bawaslu Jateng

Padahal, larangan keterlibatan kepala desa dan perangkat desa telah diatur jelas dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.

"Ada peraturan KPU dan Bawaslu tentang mekanisme kampanye dan tindak lanjut pengawasan pemilu. Kerja Bawaslu tidak bisa semata mengandalkan pada keterbatasan waktu," ucap pengamat politik Universitas Diponegoro (Undip) ini.

Tiga jenis pengawasan Bawaslu

Meskipun waktu untuk menindaklanjuti laporan dugaan pelanggaran hanya tiga hari setelah aduan diterima, Bawaslu memiliki opsi untuk memperpanjang waktu jika diperlukan.

"Kalau saya meyakini dari cerita tadi, bahwa sebenarnya itu (laporannya) kuat kalau dilakukan pengusutan lebih jauh. Jangan berlindung di balik limitasi waktu 3 hari, karena 3 hari pun masih bisa ditambah 3 hari," ungkap NHS.

Dia menjelaskan bahwa Bawaslu dapat melakukan tiga jenis pengawasan, yakni pengawasan pasif dari hasil laporan peserta pemilu, pengawasan aktif yang dilakukan secara langsung oleh jajaran Bawaslu, dan pengawasan partisipatif yang melibatkan kerja sama dengan unit lain, termasuk penegak hukum.

Kemudian hasil pengawasan terbagi dalam pelanggaran administrasi pemilu dan pelanggaran tindak pidana pemilu. Pelanggaran tindak pidana pemilu akan ditangani oleh sentra Gakkumdu bersama kepolisian dan kejaksaan.

"Pelanggaran administrasi pemilu, kalau pagi-pagi dia sudah katakan bahwa itu tidak memenuhi unsur, syarat, itu berarti ada masalah. Kalau Bawaslu pletat pletot seperti itu ya bagaimana ya, silakan saja ditegur atau paling enggak diadukan ke DKPP saja supaya mereka benar dalam cara bekerja," tegas dia.

NHS berharap Bawaslu dapat merespons pelanggaran dengan lebih cepat, tanpa menjadikan keterbatasan waktu sebagai alasan.

"Dia menerima uang kehormatan dari negara untuk melakukan hal yang seharusnya. Tidak perlu memasrahkan diri pura-pura tidak mampu, infrastruktur sudah lengkap dari hulu pusat sampai TPS," tuturnya.

Dia menegaskan bahwa regulasi pengawasan pemilu telah jauh lebih kuat, baik secara fungsional tugas maupun kewajiban.

"Tidak ada lagi yang bisa lolos kalau dia memang benar-benar melaksanakan semua yang harus dia lakukan," tambahnya.

Artikel ini diolah dari Kompas.com 

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved