Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Opini

OPINI DR Agustyansyah : Strategi Mengatasi Stunting Menjadi 0 Persen, Mungkinkah?

Stunting, kondisi di mana anak mengalami pertumbuhan terhambat akibat malnutrisi kronis, merupakan masalah serius di Indonesia

|
IST
Dr Agustyarsyah SSiT SH MP, Penjabat (PJ) Bupati Tegal 

Pada tiap tingkatan, pertanyaan "apakah bisa stunting mencapai 0 % ?" terus ditanyakan. Pada awalnya, jawaban cenderung negatif di tingkat kabupaten dan kecamatan. Namun, ketika cakupan tanggung jawab semakin kecil, optimisme mulai tumbuh. Misalnya, di tingkat desa, beberapa kepala desa menjawab bahwa desa mereka bisa bebas dari stunting, meski masih ada RW atau RT yang sulit dikondisikan.

Di sini, tim stunting diperkuat di level yang lebih rendah dengan memberikan apresiasi dan insentif pembangunan kepada desa-desa yang berhasil menurunkan angka stunting.

Pendekatan dekomposisi ini sejalan dengan teori manajemen "Group Dynamics for Teams" (Levi, 2001) yang menyatakan bahwa masalah besar dapat dipecahkan dengan lebih efektif jika dibagi menjadi sub-masalah yang lebih kecil dan spesifik. Dengan memfokuskan perhatian pada unit terkecil, yakni RT dan RW, strategi ini memungkinkan
penanganan masalah dengan lebih rinci dan terukur.

Penerapan Unit Terkecil: RT dan RW sebagai Ujung Tombak

Dalam strategi dekomposisi ini, perhatian difokuskan pada unit terkecil, yaitu RT dan RW. Setiap RT dan RW diberi amanah untuk membentuk tim khusus penanganan stunting. Salah satu contoh yang telah berhasil diterapkan di Kabupaten Tegal adalah "Rumah Anak SIGAP" di Desa Tuwel, yang didukung oleh Tanoto Foundation. Salah satu peran Rumah Anak SIGAP adalah sebagai pusat penanganan stunting di tingkat desa.

Program ini berfokus pada mendukung tumbuh kembang optimal anak usia 0-3 tahun, sebuah periode krusial di mana anak memerlukan gizi yang tepat dan stimulasi yang optimal agar terhindar dari stunting. Rumah Anak SIGAP menawarkan berbagai layanan yang dirancang untuk membekali keluarga dengan keterampilan pengasuhan yang berpusat pada pemenuhan hak anak, termasuk kegiatan kelompok tematik, stimulasi melalui permainan, pendampingan personal, kunjungan rumah, serta berbagai kegiatan lain yang terintegrasi dengan layanan
kebutuhan esensial anak. Model ini dapat diadaptasi di setiap RT dan RW, dengan pembentukan pusat penanganan stunting yang disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan lokal.

Skema ini menekankan pentingnya kepedulian dari setiap anggota masyarakat di level RT dan RW, serta menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap masalah stunting. Dengan demikian, jargon "0 % stunting" tidak hanya menjadi slogan di tingkat kabupaten, tetapi juga di level terkecil dalam masyarakat.

Dengan strategi ini, diharapkan gerakan melawan stunting dapat menyebar secara masif dan berdampak pada penurunan stunting di tingkat kabupaten. Penguatan Kapasitas dan Apresiasi untuk Unit Kecil yang Sukses Sebagai bagian dari strategi ini, apresiasi dan insentif diberikan kepada RT, RW, atau desa yang berhasil mencapai target bebas stunting. Hal ini penting untuk mendorong keberlanjutan gerakan dan memberi motivasi kepada unit-unit lain yang masih berjuang.

Pendekatan ini mirip dengan teori reinforcement dalam psikologi Skinner (1953) dalam Science and Human Behavior yang menyatakan bahwa perilaku yang diberikan penghargaan cenderung lebih mungkin diulang (Skinner, 1953). Dengan memberikan penghargaan kepada unit terkecil yang sukses, strategi ini bertujuan untuk memperluas
keberhasilan ke unit lain.

Selain itu, penguatan kapasitas tim penanganan stunting di setiap level juga sangat krusial. Tim ini perlu diberikan pelatihan, dukungan sumber daya, serta akses terhadap data dan informasi yang relevan agar mereka bisa bekerja secara efektif. Salah satu pendekatan yang dapat diambil adalah dengan menggunakan data real-time untuk memantau kondisi stunting di setiap wilayah, sebagaimana yang diterapkan dalam berbagai program berbasis data di beberapa negara berkembang (World Bank, 2020).

Mengapa Stunting Harus Segera Ditangani?

Stunting memiliki dampak jangka panjang yang signifikan. Anak-anak yang mengalami stunting tidak hanya mengalami hambatan pertumbuhan fisik, tetapi juga gangguan perkembangan kognitif. Kondisi ini dapat memengaruhi kemampuan mereka dalam berpikir kritis dan membuat keputusan strategis di masa mendatang.

Bahkan jika seorang anak yang pernah mengalami stunting berhasil tumbuh normal secara fisik, dampak negatif pada kemampuan kognitif mungkin tetap ada, yang pada akhirnya bisa memengaruhi kualitas hidup mereka di kemudian hari. Studi yang dilakukan oleh Grantham-McGregor et al. (2007) dalam buku Developmental Potential in the First 5 Years for Children in Developing Countries menunjukkan bahwa anak-anak yang mengalami stunting memiliki risiko lebih tinggi mengalami hambatan dalam proses belajar dan prestasi akademik.

Dalam jangka panjang, mereka mungkin menghadapi kesulitan dalam mengakses pekerjaan yang layak, yang pada
gilirannya memengaruhi produktivitas ekonomi masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu, pencegahan stunting harus dilihat sebagai investasi jangka panjang dalam pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas.

Strategi untuk mencapai target 0 % stunting melalui pendekatan dekomposisi dan optimisme adalah sebuah langkah inovatif yang layak diimplementasikan. Dengan memecah target besar menjadi unit-unit yang lebih kecil, tantangan stunting yang sebelumnya tampak sulit diatasi dapat dihadapi dengan pendekatan yang lebih terukur dan fokus.

Sikap optimistis juga sangat penting karena mampu membangun kepercayaan diri di semua tingkatan, mulai dari kabupaten hingga RT dan RW. Pemberian apresiasi kepada unit-unit kecil yang berhasil, serta penguatan kapasitas tim penanganan stunting di setiap tingkat, akan menjadi faktor kunci dalam mencapai keberhasilan strategi ini. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved