Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Pemilukada Serentak 2024

KPU RI Akui Partisipasi Pemilih di Pilkada Serentak 2024 Rendah, Golput di Jateng 26,44 Persen

Berdasar data di Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) KPU RI pada Jumat sore, dari 98,5 persen data yang masuk, tingkat partisipasi pemilih dalam

DOK KOMPAS/HANDINING
Ilustrasi golput 

Menurut Deddy, tingginya angka golput juga disebabkan karena kandidat calon kepala daerah dianggap tak sesuai keinginan publik, melainkan hanya sebatas hasrat elite politik.

“Jadi kami menangkap ini sebagai hukuman dari para pemilih terhadap kualitas Pilkada dan para pasangan calon yang disodorkan pada Pilkada kali ini,” ujar Deddy kepada wartawan, Minggu (1/12/2024).

“Karena kita menangkap juga, publik menangkap, para pemilih menangkap bahwa ada upaya pemilihan calon dan pasangan calon bukan berdasarkan kehendak publik, tapi kehendak para elite,” sambungnya.

Deddy berpandangan, kondisi tersebut tidak terlepas dari karakteristik pemilih di Pilkada 2024 yang kini didominasi oleh kalangan muda dan pemula. Para pemilih muda dan pemula itu, menurut Deddy, lebih kritis dalam mengamati sengkarut yang terjadi pada pelaksanaan pilkada.

Alhasil, banyak pemilih tak termotivasi untuk menggunakan hak suara mereka. 

"Kalangan pemilih muda dan pemilih pemula tentu melihat rekam jejak para calon yang bertanding, dan kemudian menyimak bagaimana sengkarut pelaksanaan Pilkada kali ini. Sehingga mereka tidak memiliki motivasi untuk menggunakan hak suaranya,” ungkap dia. 

Kurang Percaya

Samsul Arifin Pakar Hukum Universitas Muhamamdiyah Surabaya (UM Surabaya) mengatakan, dari hasil data ini menunjukkan bahwa meskipun Pulau Jawa merupakan wilayah dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia, tingkat partisipasi pemilih di beberapa provinsi utama di wilayah ini masih menjadi tantangan.

"Tingginya angka golput dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kurangnya kepercayaan terhadap proses politik, kendala teknis dalam pemungutan suara, hingga kurangnya informasi yang diterima oleh pemilih terkait pentingnya partisipasi dalam pemilu," ujar Ari.

Menurut Ari, sebagian masyarakat cenderung bersikap skeptis, bukan terhadap para calon yang berlaga dalam pemilu, tetapi terhadap proses pemilihan itu sendiri. Proses tersebut kerap dianggap jauh dari nilai-nilai kejujuran, transparansi, dan integritas.

“Dalam pandangan mereka, berbagai dugaan kecurangan, manipulasi, dan ketidakadilan dalam penyelenggaraan pemilu telah menciptakan persepsi negatif yang mendalam,”tegasnya lagi.
Kata Ari, pandangan ini mencerminkan ketidakpercayaan yang signifikan terhadap sistem demokrasi, di mana idealnya suara rakyat menjadi penentu utama. 

Golput Lebih Unggul

Sementara, data Gerakan Politik Salam 4 Jari mencatat partisipasi publik pada Pilkada Jakarta 2024 hanya 58 % atau sekitar 4,7 juta, sedangkan angka golput mencapai 42 % atau 3,4 juta, belum lagi protest voting sebesar 8,6 % .

Jumlah golput itu jauh lebih besar dari perolehan Pramono Anung-Rano Karno sekitar 2,1 juta suara. Rendahnya partisipasi pemilih ini pun memecahkan rekor sejarah pilkada di Jakarta.

KPUD Jakarta mencatat partisipasi pemilih pada 2007 dan 2012 berada di angka sekitar 65 % . Jumlah itu meningkat menjadi di atas 77 % pada 2017 dan hanya 1,6 juta orang yang tidak menggunakan hak pilihnya.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved