Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Pemilukada Serentak 2024

KPU RI Akui Partisipasi Pemilih di Pilkada Serentak 2024 Rendah, Golput di Jateng 26,44 Persen

Berdasar data di Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) KPU RI pada Jumat sore, dari 98,5 persen data yang masuk, tingkat partisipasi pemilih dalam

DOK KOMPAS/HANDINING
Ilustrasi golput 

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Berdasar data di Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) KPU RI pada Jumat sore, dari 98,5 persen data yang masuk, tingkat partisipasi pemilih dalam Pilkada Serentak 2024 hanya 68,16 persen. Artinya sekitar 32,40 persen golput.

Partisipasi pada Pilkada Sumatera Utara hanya 55,6 persen, sedangkan DKI Jakarta hanya 57,6 persen, terendah sepanjang sejarah.

Secara nasional, tingkat partisipasi pemilih dalam pilkada ini jauh lebih rendah ketimbang Pilpres 2024 Februari lalu yang mencapai 80 persen lebih.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencatat partisipasi pemilih pada Pilkada Serentak 2024 tak sampai 70 persen berdasarkan rata-rata nasional.

"Dari data-data yang tersedia memang di bawah 70 persen, tapi tentu kalau di-zoom in, masing-masing provinsi dan kabupaten/kota beda-beda. Ada juga ya provinsi sudah 81 persen, ada yang 77 persen, ada yang memang 54 persen, itu masih ada," kata anggota KPU RI Augus Mellaz dalam jumpa pers, Jumat (29/11/2024).

Mellaz berdalih, upaya-upaya sosialisasi dan penyebarluasan informasi terkait pemungutan suara Pilkada Serentak 2024 tidak berbeda dibandingkan Pilpres 2024.

"Meskipun rata-rata nasional biasanya kalau dalam konteks pilkada dibandingkan pilpres, pileg, itu biasanya di bawah," ucap Mellaz.

Partisipasi Rendah

Tingkat partisipasi rendah dalam Pilkada Serentak 2024 menjadi perhatian serius, terutama di DKI Jakarta yang mencatat angka golput tertinggi di Pulau Jawa.

Berdasarkan data quick count Litbang Kompas, angka golput di Jakarta mencapai 42,07 % , dengan suara tidak sah sebesar 4,6?n suara sah hanya 53,33 % . Jawa Barat golput sebesar 33,66 % , Jawa Timur 30,15 % , dan Jawa Tengah 26,44 % .

Ketua KPUD DKI Jakarta menyatakan bahwa penurunan partisipasi ini signifikan dibanding Pilpres atau Pilkada Jakarta sebelumnya. Di luar Jawa, angka golput juga mengkhawatirkan, seperti di Sumatera Utara yang mencapai 54,4 % .

Komisioner KPU, August Mellaz, menilai bahwa sosialisasi dan penyebaran informasi terkait Pilkada Serentak tidak berbeda dari Pilpres, sehingga alasan menurunnya partisipasi perlu dievaluasi lebih mendalam.

Saat ini, rekapitulasi suara Pilkada Serentak masih berlangsung, dengan hasil akhir yang akan menentukan siapa pemenang kontestasi di berbagai wilayah.

Hasrat Elite

Rendahnya keikutsertaan masyarakat pada Pilkada Serentak 2024 merupakan bentuk hukuman masyarakat terhadap kualitas penyelenggaraan pemilihan di Tanah Air. Hal itu dikatakan Ketua DPP PDI Perjuangan Deddy Sitorus.

Menurut Deddy, tingginya angka golput juga disebabkan karena kandidat calon kepala daerah dianggap tak sesuai keinginan publik, melainkan hanya sebatas hasrat elite politik.

“Jadi kami menangkap ini sebagai hukuman dari para pemilih terhadap kualitas Pilkada dan para pasangan calon yang disodorkan pada Pilkada kali ini,” ujar Deddy kepada wartawan, Minggu (1/12/2024).

“Karena kita menangkap juga, publik menangkap, para pemilih menangkap bahwa ada upaya pemilihan calon dan pasangan calon bukan berdasarkan kehendak publik, tapi kehendak para elite,” sambungnya.

Deddy berpandangan, kondisi tersebut tidak terlepas dari karakteristik pemilih di Pilkada 2024 yang kini didominasi oleh kalangan muda dan pemula. Para pemilih muda dan pemula itu, menurut Deddy, lebih kritis dalam mengamati sengkarut yang terjadi pada pelaksanaan pilkada.

Alhasil, banyak pemilih tak termotivasi untuk menggunakan hak suara mereka. 

"Kalangan pemilih muda dan pemilih pemula tentu melihat rekam jejak para calon yang bertanding, dan kemudian menyimak bagaimana sengkarut pelaksanaan Pilkada kali ini. Sehingga mereka tidak memiliki motivasi untuk menggunakan hak suaranya,” ungkap dia. 

Kurang Percaya

Samsul Arifin Pakar Hukum Universitas Muhamamdiyah Surabaya (UM Surabaya) mengatakan, dari hasil data ini menunjukkan bahwa meskipun Pulau Jawa merupakan wilayah dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia, tingkat partisipasi pemilih di beberapa provinsi utama di wilayah ini masih menjadi tantangan.

"Tingginya angka golput dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kurangnya kepercayaan terhadap proses politik, kendala teknis dalam pemungutan suara, hingga kurangnya informasi yang diterima oleh pemilih terkait pentingnya partisipasi dalam pemilu," ujar Ari.

Menurut Ari, sebagian masyarakat cenderung bersikap skeptis, bukan terhadap para calon yang berlaga dalam pemilu, tetapi terhadap proses pemilihan itu sendiri. Proses tersebut kerap dianggap jauh dari nilai-nilai kejujuran, transparansi, dan integritas.

“Dalam pandangan mereka, berbagai dugaan kecurangan, manipulasi, dan ketidakadilan dalam penyelenggaraan pemilu telah menciptakan persepsi negatif yang mendalam,”tegasnya lagi.
Kata Ari, pandangan ini mencerminkan ketidakpercayaan yang signifikan terhadap sistem demokrasi, di mana idealnya suara rakyat menjadi penentu utama. 

Golput Lebih Unggul

Sementara, data Gerakan Politik Salam 4 Jari mencatat partisipasi publik pada Pilkada Jakarta 2024 hanya 58 % atau sekitar 4,7 juta, sedangkan angka golput mencapai 42 % atau 3,4 juta, belum lagi protest voting sebesar 8,6 % .

Jumlah golput itu jauh lebih besar dari perolehan Pramono Anung-Rano Karno sekitar 2,1 juta suara. Rendahnya partisipasi pemilih ini pun memecahkan rekor sejarah pilkada di Jakarta.

KPUD Jakarta mencatat partisipasi pemilih pada 2007 dan 2012 berada di angka sekitar 65 % . Jumlah itu meningkat menjadi di atas 77 % pada 2017 dan hanya 1,6 juta orang yang tidak menggunakan hak pilihnya.

Waktu Berdekatan

Wakil Ketua Komisi II DPR Dede Yusuf berpendapat bahwa waktu pemungutan suara Pilkada dan Pilpres 2024 yang berdekatan akan berimplikasi pada tingginya angka golongan putih (golput) atau kurangnya partisipasi pemilih dalam Pilkada 2024.

"Yang kedua, faktor lainnya juga karena waktu yang berdempetan dengan Pilpres, Ini mungkin juga melelahkan (pemilih)," kata Dede ditemui di Kantor KPU, Jakarta, Senin (2/12/2024).

Oleh karena itu, ia berpendapat perlu jeda antara pemungutan suara pilpres dan pilkada, misalnya berbeda satu tahun, "Mungkin bisa kita lakukan ke depan perubahan dengan beda tahun misalnya," ujar politikus Partai Demokrat ini.

Di lain sisi, ia menilai bahwa kurangnya angka partisipasi pemilih di Pilkada 2024 juga disebabkan oleh tidak adanya calon kepala daerah yang menarik. Untuk itu, menurutnya, spesifikasi calon-calon kepala daerah menjadi amat penting dalam pelaksanaan pilkada. 

Wujud Protes

Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) sekaligus mantan Komisioner KPU RI Hadar Nafis Gumay menduga, banyak pemilih sengaja membuat suaranya tidak sah pada Pilkada 2024.

"Patut diduga banyak pemilih yang tetap hadir memilih, namun sengaja membuat surat suaranya tidak sah. Wujud protes mereka terhadap kondisi yang ada," ujar Hadar, Minggu (1/12/2024).

Hadar menduga, pemilih melakukan hal tersebut lantaran tidak percaya dengan pilihan calon kepala daerah yang ada. "Saya kira wujud ketidakpercayaan kepada pilkada, khususnya terhadap paslon yang ada," ucapnya. (kompas/tribun/cnn)

Baca juga: Perbaikan Stadion Jatidiri Rampung, PSIS Semarang Siap Beranjak dari Papan Tengah BRI Liga 1

Baca juga: Hasil Babak I Skor 0-0 Arema FC Vs Persita Liga 1, Duel Panas Sejak Peluit Kick Off Dibunyikan

Baca juga: UNRWA Hentikan Pengiriman Bantuan via Penyeberangan Utama Gaza-Israel

Baca juga: Pencarian Tim SAR Hilangnya Nelayan di Rembang, Mesin Menyala dan Kapal Berputar-putar Jadi Petunjuk

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved