Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Kapolri Listyo Sigit Tanggapi Singkat Isu Partai Coklat, PDIP Klaim Punya Bukti Pergerakan Parcok

Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo menanggapi munculnya isu adanya pergerakan partai cokelat atau parcok di Pilkada Serentak 2024

Editor: muslimah
Tribun Jatim/Luhur Pambudi
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo 

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo menanggapi munculnya isu adanya pergerakan partai cokelat atau parcok di Pilkada Serentak 2024.

Diketahui, parcok diasosiasikan dengan dugaan pengerahan aparat kepolisian untuk kepentingan elektoral paslon tertentu di pilkada.

Isu itupun terus berkembang, di mana PDI Perjuangan, sebagai pihak yang menyuarakan dugaan kecurangan pilkada 2024 akibat adanya pengerahan parcok di sejumlah daerah, mengaku memiliki sejumlah bukti.

Listyo menegaskan, dirinya bukan bagian dari partai. Sehingga, ia pun meminta isu parcok dan intervensi pilkada 2024 ditanyakan kepada para anggota partai.

"Tanya partailah, saya kan bukan dari partai," katanya, sembari melempar senyum kepada awak media, di Ruang Rupatama, Mabes Polri, Kamis (5/12).

Baca juga: Petisi Copot Miftah dari Utusan Khusus Presiden Tembus 222.107 Tanda Tangan, Ini Kata Jubir Presiden

Sambil berlalu meninggalkan para wartawan, Listyo memilih enggan menjawab lebih lanjut mengenai isu yang belakangan terus berkembang itu.

Adapun, Ketua DPP PDI Perjuangan bidang Reformasi Sistem Hukum Nasional, Ronny Talapessy mengatakan, pihaknya telah mengantongi bukti keterlibatan aparat kepolisian dalam pelaksanaan pilkada 2024.

Dia menambahkan, bukti itupun akan dijadikan sebagai modal untuk menggugat hasil pilkada di sejumlah daerah ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Kami di PDI Perjuangan mencatat ada keterlibatan anggota kepolisian di Jateng, yang ada di Sulut, Papua Pegunungan, dan Sumut, dan daerah lainnya," katanya, dalam konferensi pers di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Rabu (4/12).

Menurut dia, dugaan ini sudah dilengkapi dengan bukti dan saksi yang akan dihadirkan di MK. “Tentunya hal-hal ini kami dari tim hukum kami persiapkan saksi, bukti, dan kami sudah susun semua keterangan-keterangan yang ada. Kepentingan kami adalah untuk nanti pembuktian di MK,” ucapnya.

Ronny menuturkan, keterlibatan aparat kepolisian menjadi satu hal yang dikritik publik. Publik mengkritik institusi kepolisian yang dianggap tidak netral dalam Pilkada Serentak 2024.

Dia menambahkan, istilah parcok atau partai cokelat pun mengemuka sebagai simbol keterlibatan aparat dalam kontestasi politik.

"Jadi diskusi terkait dengan keterlibatan Kepolisian, ASN, kades dan Pj (kepala daerah), kami dari tim hukum PDIP sudah mengumpulkan terkait bukti-bukti tersebut," tuturnya.

"Jadi, terlalu dini kalau ada yang sampaikan ini tidak benar, ini hoaks. Menurut kami, kami punya bukti yang cukup dan itu akan kita buktikan di MK," sambungnya.

Bentuk tim

Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto menyatakan, partainya telah membentuk tim khusus yang terdiri dari badan bantuan hukum partai, tokoh pro-demokrasi, dan penasihat hukum independen.

Tim tersebut akan fokus pada berbagai dugaan penyalahgunaan wewenang, termasuk penggunaan parcok di beberapa daerah pilkada, seperti Banten, Sumatera Utara, Jawa Tengah, dan Sulawesi Utara.

“Jadi, kami telah bentuk tim khusus, tim hukum sebagai perpaduan dari badan bantuan hukum advokasi rakyat PDIP yang juga melibatkan tokoh-tokoh pro demokrasi dan juga beberapa penasihat hukum kredibel," bebernya.

"(Pembentukan tim-Red) untuk mempersoalkan berbagai anomali yang terjadi, baik itu di Banten, Sumut, Jateng, maupun juga di beberapa wilayah lainnya seperti Sulut, di mana penggunaan parcok itu sangat-sangat masif, bahkan sangat masuk ke tempat-tempat (ibadah) gereja," tambahnya.

PDI Perjuangan pun berencana mendaftarkan temuan-temuan tersebut dalam gugatannya ke MK pada 15 Desember 2024, 3 hari setelah penetapan hasil Pilkada Serentak 2024.

Hasto mengungkapkan, PDI Perjuangan akan terus mengumpulkan bukti-bukti terkait adanya pengerahan aparat meski pengerahan itu dirancang agar tidak meninggalkan bukti.

Ia pun menantang para pemimpin yang dituding menjadi penggerak parcok untuk mengikuti uji atau tes kebohongan.

"Para pemimpin negeri ini yang ternyata terbukti secara empiris di lapangan, faktor-faktor di lapangan menjadi penggerak dari parcok, itu sebaiknya juga bersedia menerima tantangan dari para psikolog untuk mengikuti tes kebohongan," tukasnya.

Ia menyebut, tes itu menjadi penting bagi pemimpin, karena berkaitan dengan masa depan bangsa negara. Menurut dia, pembiaran terhadap tindakan pemimpin penggerak parcok sama saja menyia-nyiakan rakyat Indonesia yang memiliki hak untuk memilih.

"Yang kami yakini adalah ketika seseorang melakukan suatu tindakan dan tidak mau mengakui tindakan tersebut, maka salah satu solusi yang ditawarkan para psikolog adalah uji kebohongan," ujar Hasto. (Tribunnews/Milani Resti Dilanggi/Kompas.com/Nicholas Ryan Aditya)

 

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved