Dongeng Cerita Rakyat Jambi, Pengantar Tidur Anak Tentang Si Kelingking
Inilah Dongeng Cerita Rakyat Jambi, Pengantar Tidur Anak Tentang Si Kelingking
Penulis: non | Editor: galih permadi
Ia mengira ada manusia yang sangat sakti di kampung itu. Beberapa saat kemudian, si Kelingking menggertaknya dari dalam lubang persembunyiannya.
“Kemarilah Nenek Geragasi. Aku juga lapar. Dagingmu pasti enak dan lezat!”
Mendengar suara gertakan itu, Nenek Gergasi langsung lari tungganglanggang dan terjerumus ke dalam jurang dan mati seketika.
Si Kelingking pun segera keluar dari dalam lubang tempat persembunyiannya.
Dengan perasaan lega, ia pun segera menyampaikan berita gembira itu kepada kedua orangtuanya dan para warga, kemudian mengajak mereka kembali ke perkampungan untuk melaksanakan keseharian seperti biasanya.
Mereka pun sangat kagum pada kesaktian Kelingking.
Berita tentang keberhasilan Kelingking mengusir Nenek Gergasi itu sampai ke telinga Raja.
Kelingking pun dipanggil untuk segera menghadap sang Raja. Kelingking ditemani oleh ayah dan emaknya.
“Hai, Kelingking! Benarkah kamu yang telah mengusir Nenek Gergasi itu?” tanya sang Raja.
“Benar, Tuanku! Untuk apa hamba berbohong,” jawab si Kelingking sambil memberi hormat.
“Baiklah, Kelingking. Aku percaya pada omonganmu. Tapi, ingat! Jika hantu pemakan manusia itu datang lagi, maka tahu sendiri akibatnya.
Kamu akan kujadikan makanan tikus putih peliharaan putriku,” acam sang Raja.
“Ampun, Tuanku! Jika hamba terbukti berbohong, hamba siap menerima hukuman itu. Tapi, kalau hamba terbukti tidak berbohong, Tuanku berkenan mengangkat hamba menjadi Panglima di istana ini,” pinta Kelingking.
Walaupun permintaan Kelingking itu sangatlah berat, sang Raja menyanggupinya dengan pertimbangan bahwa mengusir hantu Nenek Gergasi tidaklah mudah.
Setelah itu, Kelingking bersama kedua orangtuanya memohon diri untuk kembali ke rumahnya. Dalam perjalanan pulang, ayah dan emaknya selalui dihantui rasa cemas dan takut kalau-kalau Nenek Gergasi kembali lagi. Hal itu berarti nyawa anaknya akan terancam. Sesampainya di rumah, mereka pun meminta kepada Kelingking agar menceritakan bagaimana ia berhasil mengusir hantu itu. Kelingking pun menceritakan semua peristiwa itu dari awal kedatangan hantu itu hingga lari tungganglanggang.
“Apakah kamu yakin Nenek Gergasi tidak akan kembali lagi ke sini?” tanya ayahnya.
Mendengar pertanyaan itu, Kelingking terdiam. Hatinya tiba-tiba dihinggapi rasa ragu. Jangan-jangan hantu itu kembali lagi. Rupanya, si Kelingking tidak mengetahui bahwa Nenek Gergasi itu telah mati karena terjerumus ke dalam jurang.
Seminggu telah berlalu, Nenek Gergasi tidak pernah muncul lagi. Namun, hal itu belum membuat hati Kelingking tenang. Suatu hari, ketika pulang dari ladang bersama ayahnya, ia menemukan mayat Nenek Gergasi di jurang. Maka yakinlah ia bahwa Nenek Gergasi telah mati dan tidak akan lagi mengganggu penduduk Negeri Jambi.
Keesokan harinya, Kelingking bersama kedua orangtuanya segera menghadap raja untuk membuktikan bahwa ia benar-benar tidak berbohong. Dengan kesaksian kedua orangtuanya, sang Raja pun percaya dan memenuhi janjinya, yakni mengangkat Kelingking menjadi Panglima.
Setelah beberapa bulan menjadi Panglima, Kelingking merasa perlu seorang pendamping hidup. Ia pun menyampaikan keinginannya itu kepada kedua orangtuanya.
“Ayah, Emak! Kini aku sudah dewasa. Aku menginginkan seorang istri. Maukah Ayah dan Emak pergi melamar putri Raja yang cantik itu untukku?” pinta Kelingking.
Alangkah terkejutnya kedua orangtuanya mendengar permintaan Kelingking itu.
“Ah, kamu ini ada-ada saja Kelingking! Tidak mungkin Baginda Raja mau menerima lamaranmu. Awak kecil, selera gedang (besar),” sindir ayahnya.
“Tapi, kita belum mencobanya, Ayah! Siapa tahu sang Putri mau menerima lamaranku,” kata Kelingking.
Mulanya kedua orangtuanya enggan memenuhi permintaan Kelingking. Tapi, setelah didesak, akhirnya mereka pun terpaksa menghadap dan siap menerima caci maki dari Raja. Ternyata benar, ketika menghadap, mereka mendapat cacian dari Raja.
“Dasar anakmu si Kelingking itu tidak tahu diuntung! Dikasih sejengkal, minta sedepa. Sudah diangkat menjadi Panglima, minta nikah pula!” bentak sang Raja.
Mendengar bentakan itu, kedua orangtua Kelingking tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka pun pulang tanpa membawa hasil. Mendengar berita itu, Kelingking tidak berputus asa. Ia meminta agar mereka kembali lagi menghadap Raja, namun hasilnya pun tetap nihil. Akhirnya, Kelingking memutuskan pergi menghadap bersama ibunya. Sesampainya di istana, mereka tetap disambut oleh keluarga istana. Sang Putri pun hadir dalam pertemuan itu. Kelingking menyampaikan langsung lamarannya kepada Raja.
“Ampun, Tuanku! Izinkanlah hamba menikahi putri Tuanku,” pinta Kelingking kepada sang Raja.
Mengetahui bahwa ayahandanya pasti akan marah kepada Kelingking, sang Putri pun mendahului ayahnya berbicara.
“Ampun, Ayahanda! Perkenankanlah Ananda menerima lamaran si Kelingking. Ananda bersedia menerima Kelingking apa adanya,” sahut sang Putri.
“Nanti engkau menyesal, Putriku. Masih banyak pemuda sempurna dan gagah di negeri ini. Apa yang kamu harapkan dari pemuda sekecil Kelingking itu,” ujar sang Raja.
“Ampun, Ayahanda! Memang banyak pemuda gagah di negeri ini, tapi apa jasanya kepada kerajaan? Sementara si Kelingking, meskipun tubuhnya kecil, tapi ia telah berjasa mengusir dan membunuh hantu Nenek Gergasi,” tandas sang Putri.
Mendengar pernyataan putrinya, sang Raja tidak berkutik. Ia baru menyadari bahwa ternyata si Kelingking telah berjasa kepada kerajaan dan seluruh penduduk di negeri itu. Akhirnya, sang Raja pun menerima lamaran si Kelingking.
Seminggu kemudian. Pesta pernikahan Kelingking dengan sang Putri dilangsungkan selama tujuh hari tujuh malam dengan dimeriahkan oleh berbagai pertunjukan seni dan tari. Tamu undangan berdatangan dari berbagai penjuru Negeri.
Dari kejauhan, tampak hanya sang Putri yang duduk sendirian di pelaminan. Si Kelingking tidak kelihatan karena tubuhnya terlalu kecil. Di antara tamu undangan, ada yang berbisik-bisik membicarakan tentang kedua mempelai tersebut.
“Kenapa sang Putri mau menikah dengan si Kelingking? Bagaimana ia bisa mendapatkan keturunan, sementara suaminya hanya sebesar kelingking?” tanya seorang tamu undangan.
“Entahlah! Tapi, yang jelas, sang Putri menikah dengan si Kelingking bukan karena ingin mendapatkan keturunan, tapi ia ingin membalas jasa kepada si Kelingking,” jawab seorang tamu undangan lainnya.
Usai pesta pernikahan putrinya, sang Raja memberikan sebagian wilayah kekuasaannya, pasukan pengawal, dan tenaga kerja kepada si Kelingking untuk membangun kerajaan sendiri. Setelah istananya jadi, Kelingking bersama istrinya memimpin kerajaan kecil itu. Meski hidup dalam kemewahan, istri Kelingking tetap menderita batin, karena si Kelingking tidak pernah mengurus kerajaan dan sering pergi secara diam-diam tanpa memberitahukan istrinya. Namun, anehnya, setiap Kelingking pergi, tidak lama kemudian seorang pemuda gagah menunggang kuda putih datang ke kediaman istrinya.
“Ke mana suamimu si Kelingking?” tanya pemuda gagah itu.
“Suamiku sedang bepergian. Kamu siapa hai orang muda?” tanya sang Putri.
“Maaf, bolehkah saya masuk ke dalam?” pinta pemuda itu.
“Jangan, orang muda! Tidak baik menurut adat,” cegat sang Putri.
Pemuda itu pun tidak mau memaksakan kehendaknya. Dia pun berpamitan dan pergi entah ke mana. Melihat gelagat aneh pemuda itu, sang Putri pun mulai curiga. Pada malam berikutnya, ia berpura-pura tidur. Si Kelingking yang mengira istrinya sudah tidur pulas pergi secara diam-diam. Namun, ia tidak menyadari jika ternyata istrinya membututinya dari belakang.
Sesampainya di tepi sungai, si Kelingking pun langsung membuka pakaian dan menyembunyikannya di balik semak-semak. Kemudian ia masuk berendam ke dalam sungai seraya berdoa kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Sebentar setelah membaca doa, tiba-tiba seorang pemuda gagah berkuda putih muncul dari dalam sungai. Alangkah, terkejutnya sang Putri menyaksikan peristiwa itu.
“Hai, bukankah pemuda itu yang sering datang menemuiku?” gumam sang Putri.
Menyaksikan peristiwa itu, sadarlah sang Putri bahwa pemuda gagah itu adalah suaminya, si Kelingking. Dengan cepat, ia pun segera mengambil pakaian si Kelingking lalu membawanya pulang dan segera membakarnya. Tidak berapa lama setelah sang Putri berada di rumah, pemuda berkuda itu datang lagi menemuinya lalu berpamitan seperti biasanya. Namun, ketika sang Putri akan masuk ke dalam rumah, tiba-tiba pemuda gagah itu kembali lagi menemuinya.
“Maafkan Kanda, Istriku! Percayalah pada Kanda, Dinda! Kanda ini adalah si Kelingking. Kanda sudah tidak bisa lagi menjadi si Kelingking. Pakaian Kanda hilang di semak-semak. Selama ini Kanda hanya ingin menguji kesetiaan Dinda kepada Kanda. Ternyata, Dinda adalah istri yang setia kepada suami. Izinkanlah Kanda masuk, Dinda!” pinta pemuda gagah itu.
Dengan perasaan senang dan gembira, sang Putri pun mempersilahkan pemuda itu masuk ke dalam rumah, karena ia tahu bahwa pemuda gagah itu adalah suaminya, si Kelingking. Setelah itu, sang Putri pun bercerita kepada suaminya.
“Maafkan Dinda, Kanda! Dindalah yang mengambil pakaian Kanda di semak-semak dan sudah Kanda bakar. Dinda bermaksud melakukan semua ini karena Dinda ingin melihat Kanda seperti ini, gagah dan tampan,” kata sang Putri.
Kelingking pun merasa senang melihat istrinya bahagia karena mempunyai suami yang gagah dan tampan. Akhirnya, mereka pun hidup bahagia. Si Kelingking memimpin negerinya dengan arif dan bijaksana, dan rakyatnya hidup damai dan sejahtera. (*)
294 Narapidana di Lapas Kelas llB Slawi Dapat Remisi Dasawarsa, Ada Empat Orang Langsung Bebas |
![]() |
---|
Ini Penyebab Festival Layang-Layang Internasional di Kota Semarang Batal Digelar Bulan Agustus |
![]() |
---|
Ketika Eks Napi Teroris dan Mantan Aktivis Jamaah Islamiyah Ikut Upacara HUT RI di Alun-alun Kudus |
![]() |
---|
Contoh Studi Kasus PPG 2025 500 Kata: Masalah Sistem Penilaian Kelas 6 SD |
![]() |
---|
Tabel Angsuran KUR BRI 2025 Terbaru, Update 17 Agustus: Bisa Daftar Lewat Aplikasi BRImo |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.