Jargon Baru Polisi: No Viral No Justice? Diamini Penasihat Kapolri, DPR, Kompolnas
Polisi disorot publik dengan istilah "No Viral No Justice". Netizen kritik lambannya penanganan kasus hingga viral lebih dulu.
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Istilah "No Viral No Justice" tengah menjadi sorotan publik, menyinggung kinerja polisi dalam menangani sejumlah kasus hukum belakangan ini.
Ungkapan tersebut muncul sebagai kritik keras masyarakat, yang menilai aparat hukum baru bertindak setelah kasus tertentu ramai di media sosial.
Maksud dari istilah ini adalah polisi dianggap cenderung menunda penanganan kasus jika tidak mendapat perhatian luas dari publik.
Akibatnya, kasus yang sepi pemberitaan kerap mangkrak tanpa kejelasan.
Salah satu contoh nyata adalah kasus penganiayaan yang terjadi di Cakung, Jakarta Timur. Pada 17 Oktober 2024, Dwi Ayu Darmawati (19), seorang pegawai toko kue, dianiaya oleh anak bosnya, George Sugama.
Dwi telah melapor ke polisi dengan membawa hasil visum dan bukti rekaman video penganiayaan.
Namun, selama dua bulan tidak ada langkah signifikan dari pihak berwenang.
Kondisi ini membuat Dwi trauma karena pelaku yang mengaku kebal hukum tetap bebas berkeliaran.
Baru setelah kasus tersebut viral dalam sepekan terakhir, polisi mulai bertindak dan menangkap George pada Senin (16/12/2024).
Kasus lain yang menjadi gambaran "No Viral No Justice" adalah tragedi pembunuhan berencana di Cirebon yang menewaskan Vina pada 27 Agustus 2016.
Dalam kasus ini, tiga tersangka masuk daftar pencarian orang (DPO).
Namun, tindakan nyata baru dilakukan setelah delapan tahun, ketika kasus tersebut kembali viral usai diangkat menjadi film.
Fenomena ini memicu kritik keras dari masyarakat yang mempertanyakan komitmen kepolisian terhadap keadilan, terutama pada kasus yang belum mendapat sorotan media.
Penasihat Kapolri Sebut Pola "No Viral No Justice" Sudah Lama Terjadi
Penasihat ahli Kapolri, Irjen Pol (Purn) Aryanto Sutadi, mengungkapkan bahwa pola polisi baru bertindak setelah sebuah kasus viral di media sosial sudah lama terjadi.
Menurut Aryanto, fenomena yang kini dikenal sebagai 'no viral no justice' ini hanyalah penamaan baru untuk kebiasaan lama.
"Kalau menurut saya, kasus ditelantarkan polisi bukan sekarang saja terjadi, tetapi sudah sejak dulu. Saya jadi polisi dari tahun 1971 sampai sekarang, memang seperti itu kondisinya di lapangan," ujarnya saat diwawancarai.
Istilah "No Viral No Justice" belakangan semakin ramai digunakan masyarakat untuk menggambarkan sikap polisi yang sering kali menunda penanganan kasus hingga mendapat perhatian luas.
"Beberapa kasus terakhir, walaupun sifatnya serius, tetap tidak tertangani dengan baik. Tapi ketika diviralkan, baru polisi bergerak. Nah, itu yang sekarang sering kita lihat," lanjutnya.
Aryanto menyebut fenomena ini menjadi perhatian serius, terutama di era media sosial yang memungkinkan masyarakat lebih mudah menyuarakan ketidakpuasan terhadap pelayanan polisi.
Pernyataan Aryanto mencerminkan keresahan publik terkait lemahnya respons cepat aparat dalam menindak laporan masyarakat tanpa adanya tekanan publik.
Politikus Golkar: Medsos Jadi Kontrol Kinerja Polri yang Lamban
Anggota Komisi III DPR RI, Irjen Pol (Purn) Rikwanto, menyebut istilah 'no viral no justice' mencerminkan masalah lama di tubuh Polri yang belum kunjung tuntas.
"Saya sependapat dengan Pak Arianto. Ini memang penyakit lama yang terus terjadi," ujar Rikwanto saat diwawancarai.
Menurutnya, kebiasaan polisi yang baru bertindak setelah sebuah kasus viral bukanlah masalah baru, melainkan persoalan sistemik yang terjadi secara berulang.
"Ini bukan fenomena baru, setiap saat, setiap waktu, setiap tahun selalu ada kasus seperti ini," jelas Rikwanto.
Ketika ditanya siapa yang bertanggung jawab, Rikwanto menegaskan bahwa masalah ini melibatkan banyak pihak di internal Polri.
"Kalau mau cari salahnya siapa, ya semuanya. Mulai dari pimpinannya, manajemennya, sampai anggotanya," tegas Politikus Golkar itu.
Namun, ia melihat perkembangan media sosial membawa pengaruh positif dalam mengawasi kinerja Polri. Melalui platform media sosial, masyarakat kini memiliki sarana untuk menyuarakan keluhan terhadap pelayanan polisi yang lamban atau menelantarkan kasus.
Ketika sebuah kasus viral, lanjut Rikwanto, perhatian publik memaksa pimpinan Polri untuk mengambil tindakan lebih cepat.
"Sekarang fungsi kontrolnya ya lewat viralisasi di media sosial. Ini kontrol yang sangat baik untuk memastikan aparat penegak hukum, khususnya Polri, menjalankan tugas mereka," katanya.
Ia pun menekankan bahwa pengawasan melalui media sosial dapat membantu memperbaiki sistem pelayanan hukum di Indonesia secara keseluruhan.
Kompolnas: Polri Harus Berbenah Atasi Cap Buruk "No Viral No Justice"
Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), sebagai pengawas kinerja Polri, mengakui bahwa fenomena 'no viral no justice' masih menjadi persoalan yang mencolok di institusi kepolisian.
Menurut Komisioner Kompolnas, Yusuf Warsyim, kecenderungan penegakan hukum yang hanya bergerak setelah viral menjadi realitas dalam analisis mereka.
"Dalam pantauan dan analisis Kompolnas, berdasarkan data dan perkembangan hingga saat ini, fenomena 'no viral no justice' memang sudah menjadi kecenderungan dalam penegakan hukum kita," jelas Yusuf.
Ia menegaskan bahwa Polri perlu segera berbenah untuk menghilangkan stigma buruk tersebut.
Yusuf juga sependapat dengan pernyataan Anggota Komisi III DPR, Rikwanto, yang menyebut media sosial telah menjadi fungsi kontrol efektif bagi masyarakat terhadap aparat penegak hukum.
"Viralisasi kasus memang sudah menjadi salah satu fungsi kontrol yang sangat kuat. Tapi tentu ini juga menjadi tantangan bagi Polri untuk bisa menjawab dan menghapus cap 'no viral no justice'," tambahnya.
Yusuf menekankan pentingnya Polri untuk menunjukkan langkah nyata dalam meningkatkan kepercayaan publik dan memperbaiki sistem penegakan hukum, tanpa harus menunggu sorotan media sosial.
"Ini adalah ujian bagi Polri untuk menunjukkan bahwa mereka mampu bekerja profesional tanpa harus diawasi publik melalui viralisasi kasus," tutupnya.
Viral Aiptu R Napitupulu Polisi Medan Pungli Rp 100 Ribu, Atasan: Benar |
![]() |
---|
Penyebab Kematian Anik, Wanita yang Meninggal Saat Dengar Sound Horeg: Dia Paling Antusias |
![]() |
---|
Uang Palsu Asal Sleman Lolos Mesin Money Detector Beredar di Jateng, Sudah Tercetak 4 Ribu Lembar |
![]() |
---|
Nasib Pajri Maling yang Ketiduran di Kasur Pemilik Rumah, Bangun Pukul 8 Langsung Ditangkap |
![]() |
---|
Kepergok Selingkuh di Kamar Kos, Polisi Ini Bukannya Minta Maaf Malah Hajar Istri Habis-habisan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.