Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Kuasa Hukum dr Aulia Risma Nilai 3 Tersangka Sakit Mental: Saya Akan Berjuang Sampai Kapanpun

Dia pun jengah dengan kasus pemerasan yang dilakukan di lingkungan pendidikan kedokteran

Penulis: iwan Arifianto | Editor: muslimah
INSTAGRAM
Vieta Ungkap Kondisi Ayah dr Aulia Risma Drop Seusai Pemakaman Putrinya, Muntah Darah Sampai Pingsan 

TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG - Penetapan tersangka tak cukup. Kuasa hukum keluarga dokter Aulia Risma, Misyal Achmad meminta pencopotan status dokter ketiga tersangka.

Ketiga dokter tersebut melakukan pemerasan terhadap  dr Aulia Risma Lestari mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.

Dr Aulia meninggal di kosnya di Lempongsari Semarang pada agustus 2024.

Ketiga tersangka tersebut meliputi TEN (pria) Ketua Program Studi (Prodi) Anestesiologi Fakultas Kedokteran UNDIP,  SM  (perempuan) kepala staf medis kependidikan prodi Anestesiologi dan ZYA (perempuan) senior korban di program anestesi.

Misyal menilai, pencopotan status dokter terhadap tiga tersangka perlu dilakukan karena mereka dianggap telah sakit secara mental sehingga sudah tak memiliki empati.

Baca juga: Update Kasus dr Aulia Risma PPDS Undip Semarang, Polisi Periksa 2 Saksi Ahli Pekan Depan

"Kalau orang sakit secara mental bagaimana mereka bisa mengobati orang sakit?," ungkap Misyal saat dihubungi,Selasa (24/12/2024).

Pihaknya kini masih menyiapkan skema untuk bisa mencabut izin dokter yang dimiliki oleh para tersangka.

Termasuk izin praktik dan izin mengajar di kampus.

"Saya akan berjuang untuk mencabut status dokter dari para tersangka ini supaya mereka tidak lagi bisa menjadi dokter sampai kapanpun, itu akan saya perjuangkan," katanya.

Dia pun jengah dengan kasus pemerasan yang dilakukan di lingkungan pendidikan kedokteran.

Ketika pemerasan dilakukan oleh kaum intelektual, baginya sangat berbahaya sekali.

"Orang-orang pintar melakukan kejahatan sangat membahayakan. Makanya ini harus diusut tuntas," bebernya.

Misyal juga menyayangkan langkah dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang menyiapkan lawyer atau penasihat hukum untuk mendampingi para tersangka.

Korban Aulia yang juga anggota IDI malah keluarganya tidak didampingi penasihat hukum dari IDI sehingga dia sendiri yang akhirnya mendampingi.

"Harusnya bukan saya yang mendampingi tapi dari IDI yang menyiapkan lawyer. Kok dia pilih pelaku bukan korbannya, aneh ini," katanya.

Di samping itu, Misyal mengaku telah mengajukan surat permohonan kepada Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk segera membentuk Satgas  Anti Bullying yang anggotanya terdapat unsur kepolisian, kejaksaan, dan praktisi hukum.

Pengajuan pembentukan Satgas lintas sektoral ini dengan harapan kasus yang menimpa Aulia Risma tak terulang kembali.

"Satgas yang dibentuk selama ini kurang efektif jadi perlu ada lembaga-lembaga lain yang terlibat agar semua pelaku bullying bisa diproses pidana," terangnya.

3 Tersangka Pemerasan dokter Aulia

Kabid Humas Polda Jawa Tengah Kombes Pol Artanto saat mengumumkan tiga tersangka kasus pemerasan dr Aulia Risma Lestari PPDS Anestesi Undip Semarang, di Mapolda Jateng, Selasa (24/12/2024).
Kabid Humas Polda Jawa Tengah Kombes Pol Artanto saat mengumumkan tiga tersangka kasus pemerasan dr Aulia Risma Lestari PPDS Anestesi Undip Semarang, di Mapolda Jateng, Selasa (24/12/2024). (Tribunjateng/Iwan Arifianto.)

Diberitakan sebelumnya,Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Tengah  menetapkan tiga tersangka kasus pemerasan dr Aulia Risma Lestari mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.

Ketiga tersangka tersebut meliputi TEN (pria) Ketua Program Studi (Prodi) Anestesiologi Fakultas Kedokteran UNDIP,  SM  (perempuan) kepala staf medis kependidikan prodi Anestesiologi dan ZYA (perempuan) senior korban.

"Iya ada tiga tersangka, mereka para senior korban," ujar Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Jateng Kombes Pol Artanto di Mapolda Jateng, Selasa (24/12/2024).

Peran para tersangka dalam kasus ini meliputi TEN  memanfaatkan senioritasnya di kalangan PPDS untuk meminta uang Biaya Operasional Pendidikan (BOP)  yang tidak diatur dalam akademik.

Tersangka SM turut serta meminta uang BOP yang tidak diatur akademi dengan meminta langsung ke bendahara PPDS.

Tersangka ZYA dikenal sebagai senior korban yang paling aktif membuat aturan , melakukan bullying dan makian. 

"Dari ketiga tersangka kami menyita barang bukti sebesar Rp 97.770.000. Hasil dari rangkaian dari peristiwa tersebut," sambung Artanto.

Ketiga tersangka, kata Artanto, dijerat tiga pasal berlapis meliputi kasus pemerasan pasal 368 ayat 1 KUHP, penipuan pasal 378 KUHP,  pasal 335 soal pengancaman atau teror terhadap orang lain.

"Untuk ancaman hukumannya maksimal 9 tahun," ujarnya. 

Artanto menyebut, ketiga belum ditahan karena masih menunggu keputusan dari penyidik.

Alasan lainnya, ketiga tersangka juga dinilai kooperatif.

 Iya belum (ditahan) itu pertimbangan penyidik. (Kapan ditahan?) Nanti nunggu penyidik."

Nuzmatun Malinah (jilbab hijau)  didampingi anaknya, dr Nadia (jilbab cokelat) atau adik kandung mendiang dr Aulia selepas membuat laporan polisi terkait dugaan perundungan, intimidasi dan pemerasan yang dialami oleh Aulia di Mapolda Jateng, Kota Semarang, Rabu (4/9/2024).
Nuzmatun Malinah (jilbab hijau)  didampingi anaknya, dr Nadia (jilbab cokelat) atau adik kandung mendiang dr Aulia selepas membuat laporan polisi terkait dugaan perundungan, intimidasi dan pemerasan yang dialami oleh Aulia di Mapolda Jateng, Kota Semarang, Rabu (4/9/2024). (Tribun Jateng/ Iwan Arifianto)

Kasus tersebut sudah bergulir sejak 4 september 2024 ketika ibunda Risma Nuzmatun Malinah melaporkan kasus itu ke Polda Jawa Tengah. 

Kasus tersebut dilaporkan ke polisi selang hampir satu bulan sejak kematian Risma di kamar kosnya di Lempongsari, Kota Semarang, pada 15 Agustus 2024.

Polisi menetapkan tersangka selepas memeriksa sebanyak 36 saksi.

Kuasa hukum keluarga Risma, Misyal Achmad mengaku, cukup puas dengan penetapan tiga tersangka tersebut.

Ketiganya adalah Kaprodi  yang paling harus bertanggung jawab karena dia dibayar oleh negara untuk  mengawal pendidikan  tapi justru membiarkan hal-hal yang tidak pantas tersebut terjadi.

Kemudian tersangka lainnya dari bagian keuangan itu yang mengumpulkan uang-uang dari mahasiswa PPDS. Tersangka ketiga dari sesama residen atau senior korban saat menempuh pendidikan. 

"Kami dari keluarga sudah cukup puas tinggal nanti dikembangkan karena memang kalau saya lihat dapat informasinya itu ada lebih dari satu residen," paparnya.

Kendati demikian, pihaknya menyayangkan kepolisian yang belum menahan tiga tersangka.

Misyal menyebut, penahanan tersebut  memang wewenang kepolisian terutama untuk kasus dengan ancaman hukuman di bawah lima tahun.

Namun, dia berharap tersangka segera ditahan karena berpotensi dapat menghilangkan barang bukti mengingat proses kasusnya cukup lama.

"Kami berharap untuk pihak Polda untuk melakukan penahanan  menjaga supaya tidak ada barang bukti lainnya yan g bisa dihilangkan," jelasnya.

Tribun telah mengkonfirmasi kejadian tersebut kepada Rektor Universitas Diponegoro (UNDIP),  Suharnomo melalui layanan pesan singkat. Namun, konfirmasi tersebut belum direspon.(Iwn)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved