Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Warga Semarang Tewas Dianiaya Polisi

"Operasi Ilegal" Keluarga Tak Diberi Surat Apapun Saat Darso Dibawa 6 Polisi Jogja Sebelum Tewas

Koordinator Pusat Kajian Militer dan Kepolisian (Puskampol) Indonesia, Andy Suryadi menilai ada potensi

Penulis: iwan Arifianto | Editor: muh radlis
dok keluarga  Darso
Mendiang Darso (kiri) menceritakan penganiayaan yang dialaminya diduga dilakukan oleh anggota Satlantas Polresta Yogyakarta sehari sebelum meninggal dunia pada 29 September 2024.  

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Koordinator Pusat Kajian Militer dan Kepolisian (Puskampol) Indonesia, Andy Suryadi menilai ada potensi pelanggaran Standard Operating Procedure (SOP) kasus dugaan penganiyaan terhadap Darso oleh enam anggota Satlantas Polresta Yogyakarta di Kota Semarang.

Potensi pelanggaran SOP tersebut berupa ulah asal jemput polisi terhadap Darso yang diduga tanpa menunjukan surat tugas maupun surat penangkapan.

"Terkait prosedur, seorang anggota Polisi ketika menangkap seseorang itu dilengkapi dengan surat tugas dan surat perintah. Jadi ada dua surat yang harus dilengkapkan oleh mereka. Nah,  ini ada tidak? Kalau tidak ada berarti operasi ilegal," kata Andy, Selasa (14/1/2025).

Andi melanjutkan, ketika melakukan penangkapan pihak keluarga dan korban harus diberitahu mereka ini diambil disangkakan bersalah dalam hal apa melalui surat tugas dan surat penangkapannya.
Berdasarkan keterangan dari kuasa hukum Darso, proses ini tidak dilakukan polisi sehingga perlu ditelusuri oleh Bidang Profesi dan Pengamanan (BidPropam).

"Artinya , keluarga korban tidak perlihatkan. Tidak diperlihatkan itu karena tidak ada atau memang ada tapi sengaja tidak diperlihatkan. Ini yang harus dikroscek," paparnya.

Berikutnya, kondisi Darso ketika bersama kepolisian.  Andy  menyebut, pengambilan keterangan meskipun dari tersangka sekalipun harus bebas dari ancaman apalagi penyiksaan dan kekerasan.

"Jika ada, ini pun juga sesuatu hal yang harus nanti di-follow up oleh pihak Bidang Propam," terangnya. 

Dia menilai, kasus Darso tidak akan menjadi blunder besar kepolisian ketika polisi menakar kasusnya sedari awal.

Kasus kecelakaan melibatkan Darso bukanlah kasus darurat seperti pembunuhan, teroris maupun gembong narkoba. Oleh karena itu, pendekatan yang dilakukan para polisi cukup melibatkan perangkat wilayah setempat, misalnya ketua RT dan RW.

"Mereka juga cukup koordinasi dengan kepolisian setempat sehingga tindakan mereka itu nanti juga akuntabel tidak menimbulkan tanda tanya di belakang hari," terangnya.

Kuasa hukum keluarga Darso, Antoni Yudha Timor membenarkan, keluarga mendiang Darso terutama istrinya Poniyem tidak diberitahu polisi ketika Darso dibawa menggunakan mobil  pada Sabtu, 21 September 2024.

Poniyem juga tidak diberi surat apapun. "Ketika kejadian awal, Poniyem mengira itu teman Darso bukan polisi. Baru tahu polisi ketika pak RT setempat datang lalu memberitahukan ke Poniyem suaminya di rumah sakit dibawa polisi," ungkapnya.


Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Jawa Tengah Kombes Pol Artanto enggan mengungkap dugaan pelangaran SOP para personel Satlantas Polresta Yogyakarta saat melakukan penangkapan kepada Darso di rumahnya di Purwosari, Mijen, Kota Semarang.

"Kami masih fokus yang di Semarang (pidana dugaan penganiayaan). Intinya, bagi yang melakukan sesuatu yang di luar SOP  berarti dia melanggar intinya seperti itu," katanya.

Artanto mengatakan, SOP kepolisian dalam menjemput seseorang maupun mengantarkan surat panggilan seperti memperkenalkan diri, menyerahkan surat, dan sebagainya.

Kemudian proses interogasi dalam tugas  penyelidikan tergantung situasi dan kondisi.

"Namanya pemeriksaan itu kan boleh dimana saja, yang penting sesuai dengan aturan yang ada," bebernya. (Iwn)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved