Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Sunyi yang Menjahit Harapan: Cerita Madina Salma, Desainer Muda Tuli dari Semarang

Madina Salma Tsuraya (28) hidup di dunia tanpa suara. Dia tidak tahu bagaimana suara tawa terdengar

Penulis: Rezanda Akbar D | Editor: muh radlis
IST
MADINA SALMA - Fesyen Desainer Muda yang memiliki keterbatasan pada pendengarannya yang menjadi sosok inspiratif dan sukses di dunia fesyen / Dok Madina Salma 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Madina Salma Tsuraya (28) hidup di dunia tanpa suara. Dia tidak tahu bagaimana suara tawa terdengar, atau seperti apa riuh tepuk tangan ketika berdiri di panggung dengan membawa karyanya. 


Namun, Madina tahu persis bagaimana rasa semangat bisa tumbuh dalam diam. Juga bagaimana sepotong kain bisa menjadi jalan pembuktian.


Madina adalah seorang perempuan muda, desainer busana asal Semarang, dan dia tuli sejak kecil. Madina bukan perempuan yang tumbuh dengan rasa kasihan. 


Dia dibesarkan oleh keinginan untuk mandiri dan dunia yang mengajarkannya untuk mencari celah di antara keterbatasan.


Rasa ingin tahuannya dibidang fesyen tumbuh usai terinspirasi dari tantenya yang berprofesi sebagai fasyen designer. 


Madina mulai belajar menjahit tanpa guru. Internet dan rasa penasaran yang jadi teman belajarnya. Dia mengamati gerak, dan membaca dunia lewat visual dan rasa. 


Bermula dari tahun 2015, Madina Salma mulai merintis. Ilmu dan segala hal yang dia dapatkan secara mandiri, dia tuangkan pada mesin jahit tua dari tantenya yang menjadi saksi awal bereksperimen dengan kain, benang, dan pola.


"Saya lulusan SMA, belajar jahit dari YouTube, belajar otodidak," kata Madina lirih dibantu oleh rekannya, dikutip Tribunjateng, Kamis (10/4/2025).


Dari kamar kecil di rumahnya, Madina mulai menjahit baju untuk tetangganya. Dari situ pelanggannya bertambah. 


Mereka yang datang tidak hanya membeli busana, tapi juga percaya pada tangan seorang puan yang tak bisa mendengar mereka, namun bisa memahami apa yang mereka inginkan.


Madina tahu betul bagaimana membuat keheningan menjadi bahasa. Dia juga tahu bagaimana menjahit dan mendesain pakaian yang bicara lebih banyak dari kata-kata.


Dunia Madina tidak mudah. Dia hidup ditengah kebiasaan masyarakat yang terlalu terbiasa berteriak ketimbang mendengar.


Namun Madina berjalan terus. Kadang pelan, kadang terpeleset, tapi tidak pernah berhenti. Dia percaya bahwa keterbatasan bukan kutukan, melainkan ruang untuk menciptakan kemungkinan baru.


Sunyi tak membatasi dirinya, Karya-karyanya Madina bicara banyak. Dia membuat gamis, kemeja, outer, kebaya, hingga gaun pengantin semuanya dirancang dengan detail dan penuh ketekunan.


Dalam diam, Madina membangun usahanya. Mulai mengurus pembeli, mendesain pola, memotong kain, hingga menjahit satu-satu. 


Dari membaca gerak bibir, menerima pesan tertulis, atau isyarat ringan. Dia belajar memahami dunia dengan cara yang berbeda.


Saat mengenyam pendidikan dari SD hingga SMA, Madina tumbuh menjadi perempuan cerdas yang menguasai baca, tulis dan hitung sebagai modal awal menitih karir.


Madina mengakui tak lancar berbahasa isyarat dengan fasih, lewat mimik bibir dia berkomunikasi dengan pelanggannya.


"Komunikasi dengan mimik bibir, kalau dekat masih bisa dengar tetapi samar. Kalau jauh sudah tak bisa dengar," katanya.


Mata Madina selalu memperhatikan bibir pelanggannya, ketika pelanggan membutuhkan tenaga dan pikiran Madina untuk membuat pakaian. Tentu ini akan menjadi sulit jika pelanggan menggunakan masker.


Momen pandemi Covid-19, kilas balik masa sulitnya untuk tetap bertahan agar nama Madina Salma tak tenggelam dari dunia fesyen, menjadi ujian.


Tak bisa lagi mengamati gerak bibir pelanggannya yang datang, Madina meminta pengguna jasanya untuk menuliskan kata pada selembar kertas.


"Waktu Pandemi Covid-19 sulit, mereka pakai masker jadi saya minta untuk dituliskan saja," tuturnya.


Madina tak hanya membuat busana. Dia sedang menjahit ulang pemahaman bahwa keterbatasan bukan akhir dari mimpi.


Dari penjahit rumahan yang hanya menerima pesanan dari tetangga ataupun orang terdekat, Nama Madina Salma tumbuh hingga menjadi brand besar di tahun 2022, dengan dibantu orang terdekatnya.


Kadangkala dia didampingi oleh sang ibu, saudara, ataupun rekan bisnisnya, dalam merintis usahanya. Hingga bisa menghidupi lima orang karyawan yang satu diantaranya sama seperti Madina.


Karya Madina Berbicara Banyak 


Dalam setiap busana yang lahir dari tangannya, ada pesan yang hanya bisa dibaca dengan hati bahwa siapa pun berhak untuk didengar, bahkan mereka yang tak pernah bisa mendengar. 


Setiap waktu, Madina terus mengasah kemampuannya melalui berbagai bidang kompetisi. 


Hasil karya yang berbicara, tak diragukan lagi Madina berhasil memiliki sederet penghargaan, diantaranya menjadi Juara 2 Jateng Modest Design Competition 2024 dalam kategori Fashionpreneur.


"Memang suka ikut pameran dan kompetisi, bagus untuk tempat pengembangan diri," tuturnya.


Madina berfokus pada pakaian siap pakai, bahasa kerennya ready to wear yang meliputi pakaian kerja, outer dan kemeja. Namun Madina juga merambah ke dunia fasyen pengantin.


Omzet usahanya kini melampaui Rp 20 juta. Dari sebuah sudut kecil di Kota Semarang, pakaian-pakaian rancangannya melanglang hingga ke luar negeri.


"Pembeli dari Semarang, Jakarta, Bali. Juga ada Prancis, Singapura, Jepang," katanya, seperti masih tak percaya.


Dia tak pernah membayangkan lembar-lembar kain yang dulu hanya disulam di kamarnya, kini digandrungi pembeli lintas benua. 


Salah satu pintu masuknya ke pasar global adalah komunitas fesyen dari UNESCO yang mempertemukannya dengan klien-klien mancanegara.


Di balik pencapaian yang hari ini bisa dia ceritakan dengan senyum, Madina Salma pernah berada di titik yang membuatnya hampir menyerah.


Tidak dipungkiri bahwa sebuah usaha memiliki kendala. Baginya, kendala terbesar dalam usaha fesyen yaitu biaya model saat mengikuti ajang fashion show.


“Fashion show itu penting. Tapi untuk bisa tampil, saya harus bayar model. Dan itu mahal,” katanya perlahan. 


Dia tahu betul, dunia ini bukan sekadar soal baju bagus, tapi juga tentang bagaimana meyakinkan orang bahwa karyanya layak dilihat.


Meski begitu, Madina tetap bekerja keras, menyisihkan sedikit demi sedikit hasil penjualan untuk bisa tampil di satu peragaan busana. Entah cukup atau tidak, dia tetap harus melangkah.


Sampai suatu hari, Madina bertemu seseorang yang kelak menjadi kawan sekaligus penyambung jalan. Lewat perkenalan itu, dirinya mengenal program permodalan dari BRI.


“Sejak 2024 saya mulai dibantu BRI. Saat itu rasanya seperti pintu baru terbuka. Saya bisa bernapas sedikit lebih lega, dan percaya bahwa brand ini bisa tumbuh lebih besar," tuturnya.


Tapi BRI tak hanya memberi modal. Mereka juga membuka ruang lewat expo, pameran, dan program lain yang membuat Madina bisa mempertemukan karyanya dengan lebih banyak mata, lebih banyak tangan.


Madina Salma tak pernah menduga, pertemuan biasa dengan perajin rajut justru mengantarnya pada sebuah pintu besar yakni akses pada pelatihan, jaringan, dan peluang bisnis yang tak pernah dibayangkan sebelumnya.


Adalah Pradita Rahmawati, rekan bisnis sekaligus teman akrabnya, yang memperkenalkan dunia baru itu.


"Kita awalnya kolaborasi rajutan dan design pakaian Madina Salma," kenang Pradita. 


"Dari situ kami jadi sering ngobrol, dan saya pikir, sayang sekali kalau Madina nggak ikut program pemberdayaan dari BRI. produknya sudah bagus, dia punya potensi besar di bidang fashion," kata Pradita.


Pradita bukan cuma bicara. Dia mendorong, menemani, dan meyakinkan Madina untuk bergabung dengan komunitas BRI, lewat Rumah Kreatif BUMN.


"Rumah BUMN sangat welcome. Saya tahu Madina bisa berkembang lebih jauh kalau ada di ekosistem yang mendukung," sambungnya.


Sejak 2024, Madina resmi bergabung. Dia mulai mengikuti pelatihan, memperluas jejaring, dan belajar membangun brand yang lebih kokoh. 


Tak cuma soal modal, tapi juga soal keberanian menembus batas.


Sementara itu, Supari, Direktur Bisnis Mikro BRI, menyebut ini sebagai bagian dari komitmen jangka panjang BRI yang juga mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pelaku UMKM.


"Kami tidak hanya memberi akses modal, kami ingin UMKM tumbuh dan tangguh. Karena merekalah tulang punggung ekonomi negeri ini," ungkapnya dikutip Tribunjateng. (Rad)

 

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved