Berita Jateng
Biji Kopi Jawa Tengah Masih Jadi Bintang Ekspor di Tengah Perang Tarif Dagang AS-China
Ketegangan ekonomi yang muncul akibat perang tarif antara Amerika Serikat dan China disebutkan belum berdampak langsung terhadap ekspor Jawa Tengah.
Penulis: Idayatul Rohmah | Editor: raka f pujangga
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Ketegangan ekonomi yang muncul akibat perang tarif antara Amerika Serikat (AS) dengan China disebutkan belum berdampak langsung terhadap ekspor Jawa Tengah, termasuk ekspor komoditas perkebunan.
Ketua Gabungan Pengusaha Perkebunan (GPP) Jawa Tengah dan DIY, Budiyono mengatakan, utamanya adalah karet dan teh yang selama ini menjadi komoditas unggulan ekspor oleh para pengusaha perkebunan di wilayah tersebut.
Baca juga: Faperta UNSOED Bersama Badan Pengelola Dana Perkebunan Gelar Palm Oil Camp 2025
"Ekspor kita (komoditas perkebunan di Jateng dan DIY) tidak terkendala, khususnya untuk karet dan teh masih oke.
Proyeksi kami ke depan, tidak ada masalah. Semua itu berkembang, karena ban mobil masih membutuhkan (bahan baku) karet, belum ada teknologi lain.
Kemudian ada inovasi aspal karet, itu juga sudah mulai digunakan. Saya kira teh juga masih digunakan terus," kata Budiyono di Semarang, Rabu (23/4/2025).
Budiyono melanjutkan, mengenai ekspor komoditas perkebunan Jawa Tengah ke Amerika Serikat, menurutnya sejauh ini masih kecil.
Sehingga para pengusaha sampai saat ini belum melihat ada kendala yang dihadapi.
Saat ini, ia menyebut pengusaha justru melihat besarnya potensi pengembangan perkebunan kopi.
Ia menyebutkan, hal ini seiring dengan tingginya permintaan kopi yang juga membuat harga komoditas tersebut makin mahal.
"Karena potensi kopi besar, kita mulai bangkit lagi karena animo pertumbuhan kopi kedepan lebih bagus.
Robusta itu sampai Rp 110.000/Kg.
Dulu tidak laku, paling Rp 30.000 - Rp 35.000/Kg," sebutnya.
Ia melanjutkan, kenaikan harga kopi secara drastis dirasakan baru tahun ini.
"Tahun sebelumnya kami jual lokal sulit, maksimal bisa Rp 50.000/Kg itu hebat. Itu robusta ya, kalau arabika lebih tinggi.
Ini juga kaitannya dengan supply-demand. Kalau produk sedikit, harga tinggi. Tapi kalau pas panen raya, dihajar harga," jelasnya.
Ia melanjutkan, pada kondisi saat ini, yang menjadi kendala adalah harga komoditas, termasuk komoditas-komoditas unggulan di mana itu ditentukan oleh pasar.
Baca juga: Terkait Rencana Pengembangan Perkebunan Stevia Rebaudiana, Rektor UIN Saizu Teken MoU dengan Botanee
"Sehingga, kita bisa produksi itu tetapi tidak bisa menentukan harga. Nah ini yang menjadi kendala kita," lanjutnya.
Dia melanjutkan, mengenai harga itu harus disikapi dengan efisiensi.
Selain itu, juga kaitannya dengan biaya ekspor.
"Juga perlu meningkatkan produktivitas untuk menutup harga," imbuhnya. (idy)
Kisah 41 Napi 'High Risk' dari Jakarta Digiring ke Lapas Nusakambangan Jam 5 Pagi |
![]() |
---|
Piala Tugu Muda 2025 Diharapkan Jadi Momentum Kembalikan Kejayaan Tenis Indonesia |
![]() |
---|
Gubernur Ahmad Luthfi Ajak Ormas Pemuda Jadi Mitra Pengentasan Kemiskinan di Jateng |
![]() |
---|
Kabar Duka, Praka TNI Amin Meninggal Dunia |
![]() |
---|
Sosok Cynthia–Grace Persembahkan Emas untuk Jateng di PON Beladiri 2025 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.