Jawa Tengah
Wacana Jawa Selatan Jadi Provinsi Baru di Jateng Perlu Kajian Ilmiah yang Mendalam
Wacana pembentukan provinsi baru bernama Jawa Selatan (Jasela) dengan mengusung menjadi daerah khusus penyangga pangan terus mengemuka.
Penulis: Permata Putra Sejati | Editor: rival al manaf
TRIBUNJATENG.COM, PURWOKERTO - Wacana pembentukan provinsi baru bernama Jawa Selatan (Jasela) dengan mengusung menjadi daerah khusus penyangga pangan terus mengemuka.
Latarbelakang perlunya pengembangan kawasan demi pemerataan ekonomi dan pengentasan kemiskinan dianggap penting.
Pembangunan di Jawa Tengah dianggap masih timpang dan hanya berpusat di Semarang.
Anggota DPD RI Dapil Jawa Tengah, Abdul Kholik mengemukakan perlunya akselerasi pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah di Jawa Tengah bagian selatan perlu makin didorong.
Gagasan pembentukan Daerah Khusus Jateng Selatan (Jasela) mulai menuai perhatian publik.
Wacana tersebut mendapat tanggapan dari Wakil Ketua DPRD Jateng asal Banyumas yaitu Setya Arinugroho SH.
Ia yang juga merupakan Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengaku tidak menolak gagasan Jasela namun juga belum sepenuhnya mendukung usulan tersebut.
Ia menilai, segala keputusan strategis seperti pemekaran wilayah harus berbasis pada data dan kajian ilmiah yang mendalam.
"Kita tidak boleh gegabah.
Harus ada bukti empiris pemekaran akan membuat wilayah lebih strategis.
Konsepnya, semakin kecil wilayah, perhatian bisa lebih intens," jelasnya kepada Tribunbanyumas.com, Rabu (7/5/2025).
Ia menyoroti peran dan ketergantungan daerah terhadap anggaran dari pemerintah provinsi.
Menurutnya, penting dikaji apakah kabupaten atau kota yang diusulkan masuk dalam Jasela benar-benar siap mandiri secara fiskal.
Menurutnya kekuatan 7–10 wilayah kabupaten atau kota, perlu dilihat seberapa besar biaya operasional pemerintahannya dan sejauh mana mereka bergantung pada APBD provinsi.
Ia menambahkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) Jawa Tengah saat ini mencapai Rp15 triliun.
Sebagian besar berasal dari pajak kendaraan bermotor.
Dengan regulasi baru, 60 persen dari pajak tersebut kembali ke daerah, dan 40 persen ke provinsi.
Ia menekankan pentingnya sinkronisasi program antara daerah, provinsi, dan pemerintah pusat.
Menurutnya, tantangan pembangunan saat ini tidak hanya terletak pada wilayah, tapi juga pada harmonisasi kebijakan dari berbagai level pemerintahan.
Semua kepala daerah mempunyai visi-misi masing-masing yang harus diwujudkan, begitu pula dengan gubernur dan presiden.
Sehingga harus ada benang merah yang menghubungkan semua program-program tersebut.
Ia berpandangan tantangan terbesar sekarang adalah sinkronisasi program, baik bottom up maupun top down.
Setya Ari mengatakan banyak tantangan yang harus dihadapi, mulai dari persoalan pupuk hingga minimnya SDM, karena semakin langka anak-anak muda yang mau turun ke sawah.
Bagi pengembang yang masih kekurangan lahan membangun perumahan, kondisi ini akan dimanfaatkan membeli lahan.
Sikap apriori petani terhadap keberlangsungan lahan, menjadi celah tersendiri yang bisa digarap oleh pihak lain.
Lima tahun bukanlah waktu yang panjang, semua kabupaten kota mempunyai problem masing-masing, propinsi juga mempunyai problem sendiri.
Ia mengatakan tidak anti pemekaran, tetapi semua wacana harus ada basis pertimbangan ilmiahnya.
Sehingga perlu duduk bersama mendiskusikan, supaya menghasilkan langkah-langkah yang solutif. (jti)
24 Korban TPPO Asal Jateng Menolak Dipulangkan, Pilih Tetap di Eropa Karena Bisa Kerja |
![]() |
---|
Hasil BPR BKK Award Tahun 2025, BPR BKK Purwodadi Raih Predikat Terbaik 1 |
![]() |
---|
Daftar Jalur Alternatif Hindari Jalan Pahlawan Semarang, Ada Parade Seni Budaya Malam Ini |
![]() |
---|
Pengusaha Muda di Jateng Diberi Pelatihan Perpajakan, Ini yang Diharapkan Direktorat Jenderal Pajak |
![]() |
---|
PSSI Jateng Ingin Kompetisi Usia Dini Terus Dijaga Konsistensinya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.