UIN SAIZU Purwokerto
Merawat Harmoni di Tengah Perbedaan: Refleksi Waisak dan Moderasi Beragama
Opini Merawat Harmoni di Tengah Perbedaan: Refleksi Waisak dan Moderasi Beragama, tulisan Dr. Muhammad Ash-Shiddiqy.
Moderasi beragama sendiri merupakan salah satu program prioritas Kementerian Agama Republik Indonesia. bahkan bisa juga untuk menjadikan Borobudur sebagai rumah ibadah umat Buddha dunia.
Ini menunjukkan pengakuan negara terhadap hak-hak keagamaan warga negara, sekaligus memperkuat posisi Indonesia sebagai pelopor perdamaian dan toleransi antarumat beragama di dunia.
Penting dipahami, bahwa meskipun ajaran Buddha tidak mengenal konsep Tuhan Pencipta sebagaimana dalam agama-agama Samawi (Islam, Kristen, dan Yahudi), nilai-nilai universal seperti cinta kasih, pengendalian diri, dan kebajikan adalah jembatan yang menghubungkan antariman.
Dalam Buddhisme, perbuatan baik akan menghasilkan karma baik sebuah konsep yang sejatinya sejalan dengan prinsip Islam tentang amal saleh dan balasan atas perbuatan.
Bahkan, pepatah Buddha yang berbunyi “Jika kamu menyalakan lampu untuk orang lain, maka itu juga akan menerangi jalanmu” selaras dengan ayat Al-Qur’an: “Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa” (QS. Al-Ma’idah: 2).
Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki tanggung jawab moral dan spiritual untuk menunjukkan wajah Islam yang rahmatan lil ’alamin Islam yang membawa rahmat, bukan permusuhan.
Dalam sejarahnya, Islam tumbuh bersama budaya dan agama lokal lainnya. Seperti halnya di masa Kesultanan Utsmani yang pernah menguasai wilayah perbatasan Asia dan Eropa, keberagaman justru menjadi kekuatan peradaban.
Ketika Konstantinopel (sekarang Istanbul) direbut pada Mei 1453 oleh Sultan Mehmed II, kota itu tidak dihancurkan, melainkan dikembangkan menjadi pusat toleransi yang menampung berbagai agama.
Sejarah Borobudur juga mengajarkan bahwa keragaman adalah bagian tak terpisahkan dari bangsa ini. Candi yang dibangun pada abad ke-8 oleh Dinasti Syailendra ini sempat terlupakan dan tertutup abu vulkanik selama ratusan tahun sebelum akhirnya ditemukan kembali pada abad ke-19.
Meski Indonesia saat ini mayoritas Muslim, warisan leluhur seperti Borobudur tetap dihormati dan dilestarikan sebagai bagian dari identitas nasional.
Namun, sejarah juga mencatat bahwa Candi Borobudur pernah menjadi sasaran teror, seperti ledakan bom pada tahun 1985. Tragedi ini menjadi pengingat bahwa ekstremisme dan kekerasan atas nama agama adalah ancaman nyata bagi keberagaman dan perdamaian.
Oleh karena itu, narasi moderasi harus terus digaungkan — tidak hanya oleh pemerintah, tetapi juga oleh masyarakat sipil, tokoh agama, dan media.
Menutup tulisan ini, Waisak adalah momentum yang bukan hanya milik umat Buddha, melainkan milik kita semua sebagai warga negara yang cinta damai.
Ini adalah saat yang tepat untuk merenungkan kembali makna toleransi, memperkuat semangat gotong royong lintas agama, dan merawat warisan budaya bangsa dengan penuh cinta dan penghormatan.
Selamat Hari Raya Waisak 2569 BE / 2025 M. Semoga cahaya kebijaksanaan menerangi jalan kita semua menuju kedamaian dan harmoni. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.