Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

PSIS Semarang

Jejak Sepakraga dari Jalan Banteng: Menelusuri Akar PSIS dari Pengarang Novel Siti Nurbaya

Yogi Fajri tak menyangka penelusurannya terhadap sejarah stadion Diponegoro membawanya ke sebuah temu penting.

|
Penulis: Rezanda Akbar D | Editor: raka f pujangga
dok Tropen Museum
PSIS SEMARANG- Pemain PSIS Semarang sebelah kiri tahun 1930-an. 

"Dalam pemberitaan lanjutan De Locomotief pada 6 Agustus 1938, disebutkan bahwa PSIS merayakan ulang tahunnya yang kedelapan. Acara digelar di Gedung Kesenian Sobokartti di Karreweg (kini Jalan Dr. Cipto), dan dihadiri perwakilan dari berbagai klub sepak bola bumiputera. Ketua PSIS saat itu, Mr. Moenadi, menyampaikan pidato tentang perjuangan klub tersebut dari tahun ke tahun," jelasnya.

Jejak sejarah ini menegaskan bahwa PSIS bukan sekadar klub sepak bola, melainkan simbol perlawanan kultural dan etnis terhadap dominasi klub-klub sepak bola kolonial yang saat itu sudah berdiri terlebih dahulu seperti SVB (Semarangsche Voetbalbond) milik komunitas Belanda dan Union dari komunitas Tionghoa.

Menariknya, bahkan pada 24 Agustus 1960, PSIS masih memperingati ulang tahunnya yang ke-30 mengacu pada tahun pendiriannya pada 24 Agustus 1930, dimana tercatat dalam buku Lustrum ke-VI.

Seperti yang diketahui saat ini PSIS lahir pada 18 Mei 1932.

Terjadi pergeseran tanggal ulang tahun, menurut Yogi dimungkinkan saat pergantian nama dari VIS ke PSIS baru terjadi pada 1932, dan sejak itu tanggal tersebut dipakai secara administratif.

Namun jejak sejarah tak bisa dibohongi. Korannya ada, tanggalnya jelas. 

Dan tokoh yang menggagasnya pun tak main-main seorang sastrawan besar sekaligus intelektual bumiputera pada masa kolonial.

"Banyak orang mengenal dr. Marah Roesli sebagai pengarang Siti Nurbaya. Tapi tak banyak yang tahu bahwa ia juga penggagas klub sepak bola tertua di Semarang," paparnya.

Kini, PSIS adalah klub profesional. Dengan basis pendukung seperti Panser Biru dan Snex, klub ini telah menjelma menjadi simbol kebanggaan warga Semarang

Tapi sedikit yang tahu bahwa akar sejarahnya tertanam di sebuah kawasan sunyi di timur Kota Semarang, yang saat ini jadi centra penggilingan bakso, dahulunya merupakan bekas kompleks pemotongan hewan, tempat seorang dokter hewan dan para sahabatnya menyalakan obor perlawanan lewat olahraga.

Sayangnya, jejak fisik tempat bersejarah itu kini telah hilang. Kawasan Jalan Banteng, Pandean Lamper Gayamsari, yang dulu menjadi kompleks rumah dinas pegawai RPH itu, kini telah berubah. 

Baca juga: "Cukup Sulit karena Situasi Klub" Pemain Asing Asal Prancis Boubakary Diarra Hengkang dari PSIS

Rumah pemotongan hewan modern yang dulu berdiri dibongkar pada tahun 1995. 

Di atasnya kini berdiri pusat perbelanjaan Lotte Mart. 

Rumah dinas dr. Marah Roesli pun sudah lama sirna, tergantikan bangunan baru yang tak menyisakan jejak arsitektur masa lalu. (Rad)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved