Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

UKSW SALATIGA

Usai Seminar Internasional di Jepang, Dua Dosen FKIP UKSW Bagikan Solusi Pembelajaran Inovatif

FKIP Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) kembali menggelar diskusi ilmiah dengan suasana asyik dan menyenangkan antara dosen dan mahasiswa.

Penulis: Laili Shofiyah | Editor: M Zainal Arifin
Istimewa
FKIP UKSW gelar “Sharing Session School as Learning Community (SLC) and the Impact of Literacy”, belum lama ini. (Dok) 

TRIBUNJATENG.COM, SALATIGA - Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) kembali menggelar diskusi ilmiah dengan suasana asyik dan menyenangkan antara dosen dan mahasiswa, baru-baru ini. 

Kegiatan ini, dikemas dalam bingkai “Sharing Session: School as Learning Community (SLC) and the Impact of Literacy” yang dilaksanakan secara hybrid di Ruang 201 gedung FKIP dan melalui zoom meeting. 

Acara interaktif ini dirancang sebagai bentuk ungkapan syukur dari dua dosen FKIP Gamaliel Septian Airlanda, M.Pd., dan Kristina Roseven Nababan, S.Pd., M.Han., atas kesempatan yang mereka peroleh untuk mengikuti seminar internasional di Jepang.

Dalam kesempatan ini, keduanya membagikan ilmu yang mereka dapat selama mengikuti seminar internasional tersebut.

Tak ketinggalan, acara ini juga menghadirkan peneliti dari School As Learning Community, Rie Takahashi dari Jepang dan Sirodom Juypiam dari Thailand, untuk membagikan ilmunya. 

Dalam rilis yang dikirim pada Jumat (16/05/2025), Wakil Dekan FKIP Dr. Adi Winanto, M.Pd., menyampaikan bahwa kegiatan ini membuka wawasan para peserta untuk membangun komunitas belajar yang inklusif dan berkelanjutan.

Baca juga: Diskomvision 2025, dari Ide Kreatif Hasilkan Puluhan Karya Inovatif Mahasiswa DKV UKSW

Kehadiran narasumber internasional, lanjutnya, menambah perspektif baru mengenai pembelajaran bagi dosen dan mahasiswa. 

“Selain mempererat jejaring akademik internasional, sharing session ini juga memberikan solusi pembelajaran yang lebih inovatif dan sesuai kebutuhan,” imbuhnya. 

Jawaban dari Berbagai Gempuran Budaya

Pada sharing session tersebut, Gamaliel Septian Airlanda menyampaikan bahwa acara ini bertujuan untuk membangun sarana komunikasi ilmu bagi dosen yang berhasil melaksanakan kegiatan di level nasional maupun internasional serta membagi pengetahuan tentang perkembangan pendidikan saat ini. 

“Selain itu, kegiatan ini juga sebagai sarana pembukaan jejaring dengan berbagai pihak dan melatih mahasiswa agar terbiasa dengan diseminasi bertaraf internasional,” katanya. 

Gamaliel Septian Airlanda berharap melalui sharing session ini dapat terjalin komunikasi dan kesepakatan lanjutan dengan pihak Jepang untuk mengadakan kolaborasi penelitian ataupun pengajaran. 

Lebih jauh dipaparkannya, SLC adalah sebuah paradigma pendidikan yang dikembangkan oleh salah satu peneliti di Jepang tentang keberadaan sekolah sebagai sebuah komunitas pendukung siswa. 

“SLC menjadi jawaban dari berbagai gempuran budaya pendidikan barat yang terkadang tidak sesuai dengan pendidikan di Asia, salah satunya Indonesia,” jelasnya.

Baca juga: Tunjukkan Demokrasi di UKSW, Rektor Intiyas Gelar Open Forum 8 Jam Jawab Keresahan Mahasiswa

Gamaliel Septian Airlanda juga mengaitkan SLC dengan kepakaran yang telah digelutinya yaitu Home Science Process Skills (HSPS). 

Pendekatan ini menjadi jalan untuk dapat menghadirkan SLC secara lebih konkret di lingkungan belajar terdekat siswa yaitu rumah.

Selain itu, kolaborasi SLC dan HSPS menjadi jawaban Indonesia yang selalu mengalami perubahan kurikulum. 

Sementara itu, Kristina Roseven Nababan yang membahas topik The Impact of Literacy menuturkan bahwa literasi memiliki dampak pada seluruh lini kehidupan termasuk literasi digital, finansial, lingkungan, dan budaya yang semuanya saling terkait dalam membentuk individu yang berpikir kritis, adaptif, dan produktif. 

“Dengan literasi yang luas, masyarakat mampu membuat keputusan yang lebih baik, membangun toleransi, dan berpartisipasi aktif sebagai bukti demokrasi dalam pembangunan sosial,” benernya. 

Acara ini menandaskan komitmen UKSW untuk mewujudkan Sustainable Development Goals (SDGs) ke-4 pendidikan berkualitas dan ke-17 kemitraan untuk mencapai tujuan.

Sebagai Perguruan Tinggi Swasta (PTS) terakreditasi Unggul, UKSW telah berdiri sejak 1956 dengan 15 fakultas dan 64 program studi di jenjang D3 hingga S3, dengan 28 Prodi Unggul dan A.

Terletak di Salatiga, UKSW dikenal dengan julukan Kampus Indonesia Mini, mencerminkan keragaman mahasiswanya yang berasal dari berbagai daerah.

Selain itu, UKSW juga dikenal sebagai "Creative Minority" yang berperan sebagai agen perubahan dan inspirasi bagi masyarakat.

Salam Satu Hati UKSW!

(Laili S/***)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved