Berita Grobogan
Mengenal Pepali Ki Ageng Selo, Sufi Grobogan yang Mewariskan Ajaran Moral dan Spiritualitas Jawa
Sosok Ki Ageng Selo, tokoh legendaris dari Desa Selo, Kecamatan Tawangharjo, Kabupaten Grobogan, tak hanya dikenal sebagai leluhur raja-raja Kesultana
Penulis: Fachri Sakti Nugroho | Editor: Catur waskito Edy
TRIBUNJATENG.COM, GROBOGAN – Sosok Ki Ageng Selo, tokoh legendaris dari Desa Selo, Kecamatan Tawangharjo, Kabupaten Grobogan, tak hanya dikenal sebagai leluhur raja-raja Kesultanan Mataram Islam, tetapi juga sebagai penjaga nilai-nilai moral dan spiritual masyarakat Jawa.
Ajaran-ajarannya yang disebut 'Pepali Ki Ageng Selo' merupakan warisan kebijaksanaan yang hingga kini masih hidup dalam tradisi dan budaya masyarakat Jawa, khususnya dalam ranah etika, spiritualitas, dan hubungan sosial.
Menurut Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Rokhim Rekso Hastono, juru kunci makam Ki Ageng Selo, inti dari ajaran pepali adalah tentang pentingnya ilmu sebagai pegangan hidup.
"Ki Ageng Selo memiliki keyakinan orang hidup harus punya pegangan, yaitu ilmu. Pada masa itu Ki Ageng Selo dengan jerih payahnya mencari ilmu dan berharap apa yang diminta bisa tercapai," ujarnya kepada TribunJateng.com.
Nilai-nilai luhur dalam pepali diajarkan Ki Ageng Selo melalui berbagai medium, termasuk tembang Jawa seperti Dhandanggulo dan Megatruh yang memuat nasihat tentang moralitas birokrasi, hubungan pemimpin dan rakyat, hingga kehidupan sosial.
"Dalam Dhandanggulo Pepali Ki Ageng Selo, beliau mengajarkan nilai-nilai moral dalam birokrasi, hubungan rakyat dan pemimpin. Juga nasihat-nasihat lain tentang kehidupan,” tutur KRT Rokhim.
Tak hanya lewat kata, Ki Ageng Selo juga menggunakan tradisi dan simbol budaya sebagai sarana dakwah.
Misalnya, tradisi makan besar bersama masyarakat yang menjadi wadah menyampaikan pesan-pesan spiritual secara kolektif.
"Ki Ageng Selo itu sering memasak besar, setelah itu makan bersama dengan keluarga dan masyarakat. Di situlah ajaran filsafat Ki Ageng Selo diajarkan dan dikemas dalam bentuk simbol-simbol yang masih dijalankan keraton sampai sekarang," jelasnya.
Ki Ageng Selo dikenal sebagai tokoh yang berhasil menyatukan nilai-nilai Islam dengan budaya lokal Jawa.
Dalam ajarannya, tidak ada dikotomi antara agama dan budaya. Prinsip sufistik Islam disampaikan melalui pendekatan yang membumi dan dekat dengan masyarakat.
"Apa yang beliau ajarkan adalah resapan dari Agama dan budaya atau ajaran leluhur, seperti cara mencari makan (pekerjaan), cara berkolaborasi dengan pemerintahan (politik), itu ada aturan-aturan yang diresapi untuk generasi nanti," kata KRT Rokhim.
Antara Sejarah dan Legenda
Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret (UNS), Tundjung Wahadi Sutirto, menyatakan bahwa cerita Ki Ageng Selo banyak tercatat dalam Babad Tanah Jawi yang lebih bernilai sastra ketimbang sejarah akademik.
Namun, hal itu tidak mengurangi pentingnya sosok Ki Ageng Selo sebagai penjaga nilai-nilai masyarakat.
"Kalau kita berbicara mengenai sejarah itu setidaknya ada kaitannya dengan historiografi. Sedangkan historiografi yang berkaitan dengan Ki Ageng Selo hanya ada dalam Babad Tanah Jawi," ujar Tundjung.
"Dalam kajian sejarah, Babad itu bisa digunakan sebagai nilai-nilai yang dapat dipersepsikan sebagai nilai masyarakat pada masanya," imbuhnya.
Lebih lanjut, Tundjung menjelaskan dalam Babad tercatat Ki Ageng Selo adalah sosok sufi yang didukung Sunan Kalijaga dalam mendalami Islam.
Ajarannya menjelma dalam bentuk pepali atau ajaran moral yang membimbing masyarakat tentang hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan, serupa prinsip 'amar ma'ruf nahi munkar'.
Berdasarkan Babad pula, Tundjung menjelaskan legitimasi hubungan Mataram Islam dengan Ki Ageng Selo dan Prabu Brawijaya terakhir.
"Ki Ageng Selo di dalam Babad Tanah Jawi nasabnya itu sampai Prabu Brawijaya yang terakhir. Prabu Brawijaya memiliki anak Bondan Kejawan atau Lembu Peteng atau Ki Ageng Tarub, kemudian menikah dengan Nawangsih, memiliki anak Ki Getas Pendowo dan memiliki anak Ki Ageng Selo."
"Kemudian dijelaskan dalam Babad Tanah Jawi bahwa Ki Ageng Selo menurunkan Ki Ageng Enis, Ki Ageng Pamanahan, kemudian Danang Sutawijaya, tokoh yang memimpin Mataram Islam. Dengan demikian dapat di-legitimasi Mataram itu nasabnya Ki Ageng Selo. Nasab itu penting, karena seorang Kiai menjadi Kiai itu pasti nasabnya yang dipertanyakan," jelas Tundjung.(*)
Baca juga: Penjual Jajan di Ungaran Sudah Bayar Rp 130 Juta Tak Bisa Tempati Rumah, Laporkan BTN dan Pengembang
Baca juga: Meriah! HUT ke-15 RS QIM Batang, 300 Karyawan Jalan Sehat dan Fun Run
Baca juga: Sedang Berlangsung, Bahkan Voli 2 Komika Vs Musisi, Ada Duta Sheila on 7, Live di Sini!
Jurnalis Asal Grobogan Dibacok OTK, Ada Kaitannya Liputan Demo Petani Tanggungharjo? |
![]() |
---|
Aysah Bermimpi Jadi "Minions" di Porsema XIII 2025 Grobogan |
![]() |
---|
Detik-detik Mencekam Angin Puting Beliung Mengamuk Jelang Magrib di Grobogan |
![]() |
---|
Angin Puting Beliung Melanda Desa Tajemsari Grobogan, Dwi: Kejadiannya Jelang Maghrib |
![]() |
---|
Berikut Kata Dinas Pendidikan Grobogan Menyoal Nasib SDN Kecil Karangasem |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.