Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

UIN SAIZU Purwokerto

Meneladani Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail: Spirit Menjadi Hamba yang Patuh dan Tunduk

Idul Adha bukan sekadar momen penyembelihan hewan kurban, namun juga momentum spiritual yang mengajarkan arti kepatuhan, keikhlasan, dan pengorbanan.

Penulis: Laili Shofiyah | Editor: M Zainal Arifin
Istimewa
Guru Besar UIN Prof. K.H. Saizu Purwokerto, Prof. M. Hizbul Muflihin. (Dok) 

TRIBUNJATENG.COM - Hari Raya Idul Adha bukan sekadar momen penyembelihan hewan kurban, namun juga momentum spiritual yang mengajarkan arti kepatuhan, keikhlasan, dan pengorbanan. 

Guru Besar UIN Prof. K.H. Saizu Purwokerto, Prof. M. Hizbul Muflihin menyebut, perayaan ini mengingatkan umat Islam pada kisah monumental Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS yang diabadikan dalam Al-Qur'an.

"Hari ini seluruh umat Islam di dunia merayakan sebuah perayaan besar yang menembus dunia maya dan dunia nyata, yakni perayaan Idul Adha," ungkap Prof. Hizbul saat Khutbah Idul Adha di Masjid Jami' Sentono, Ngawonggo, Kecamatan Ceper, Kabupaten Klaten, Jumat, 6 Juni 2025.

Menurutnya, kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail bukanlah cerita biasa.

Pasangan suami istri yang bertahun-tahun memohon keturunan akhirnya dianugerahi seorang anak laki-laki yang gagah dan rupawan.

Baca juga: Rektor UIN Saizu Serahkan SK kepada 27 CPNS Baru, Wujud Nyata Komitmen Kemenag Wujudkan Asta Protas

Namun, justru di masa remaja sang anak, Allah memerintahkan Ibrahim untuk menyembelih Ismail.

Ini menjadi ujian yang sangat berat dan mengguncang jiwa.

"Hati siapa yang tak teriris ketika diperintahkan menyembelih anak yang paling disayangi?"

"Namun, di sinilah letak keimanan, ketundukan, dan ketaatan," ujar Prof. Hizbul.

Dalam QS. Ash-Shaffat ayat 102, Nabi Ibrahim berkata kepada Ismail:

"Wahai anakku, aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah, bagaimana pendapatmu?"

Luar biasa, jawaban Ismail menunjukkan tingkat kepatuhan luar biasa:

"Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar." (QS. Ash-Shaffat: 102).

Baca juga: OJK Purwokerto dan UIN Saizu Bahas Rencana Kolaborasi Program Bidang Keuangan Syariah

Kisah ini menjadi teladan keimanan dan kepatuhan total kepada Allah. Dalam konteks kekinian, Prof. Hizbul menegaskan, ketaatan seperti ini yang seharusnya menjadi fondasi umat Islam, terlebih ketika bangsa tengah diuji oleh hawa nafsu, kekuasaan, dan materialisme.

"Saat negeri ini tercabik oleh nafsu angkara murka, maka umat yang sadar dan sejati pasti berkata: 'Aslamtu wajhiya lillah' (Aku berserah diri kepada Allah)," tambahnya, merujuk QS. Ali Imran ayat 20.

Allah sendiri menegaskan bahwa keimanan tidak sempurna jika tidak disertai sikap taslim (penyerahan diri) secara utuh, sebagaimana dalam QS. An-Nisa ayat 65.

Substansi Kurban: Membunuh Rasa Kepemilikan

Prof. Hizbul menekankan bahwa berkurban dengan sapi, domba, atau kambing adalah simbol kemenangan dalam menundukkan hawa nafsu.

Yang dinilai dari ibadah kurban bukan sekadar hewan yang disembelih, melainkan keikhlasan dan ketaqwaan di baliknya.

"Ikhlas dalam hidup ini bisa jadi adalah 'Ismail' kita."

"Dan 'Ismail' itu bisa berupa harta kita, jabatan kita, gelar kita, bahkan ego kita—yang selama ini paling kita sayangi dan pertahankan di dunia," ungkap Prof. Hizbul dengan nada reflektif.

Baca juga: Komitmen Menuju Kampus Bereputasi Dunia, UIN Saizu Resmi Lakukan Kick Off QS Stars

Yang sejatinya diminta oleh Allah bukan menyembelih Ismail secara fisik, tapi membunuh rasa kepemilikan berlebihan terhadap dunia.

Allah menginginkan Ibrahim mematikan rasa "aku punya" terhadap Ismail.

Inilah substansi terdalam dari kurban: melepas keterikatan duniawi demi keikhlasan kepada Allah.

Ujian: Konsekuensi dari Iman

Ujian adalah bagian tak terpisahkan dari keimanan. Dalam QS. Al-Ankabut ayat 2-3, Allah menegaskan bahwa manusia tidak akan dibiarkan berkata "kami beriman" tanpa diuji.

"Kita tidak akan menghadapi ujian seberat Nabi Ibrahim atau Rasulullah SAW."

"Tapi tetap akan diuji—dengan harta, kedudukan, nafsu, dan fitnah dunia," jelas Prof. Hizbul.

Baca juga: Membanggakan! Mahasiswa KPI UIN Saizu Raih Juara 3 Miss Beauty DIY 2025 & Lolos ke Tingkat Nasional

Nabi Muhammad SAW bersabda:

"Orang yang paling berat ujiannya adalah para Nabi, kemudian orang-orang yang shalih, kemudian yang semisalnya." (HR. Tirmidzi)

Dalam menghadapi berbagai ujian hidup, sabar menjadi pilar utama. Prof. Hizbul menegaskan, iman tidak bisa berdiri tanpa sabar, sebagaimana tubuh tidak bisa hidup tanpa kepala.

Ali bin Abi Thalib pernah berkata:

"Kesabaran dalam iman laksana kepala pada tubuh."

Dalam QS. Thaha ayat 132, Allah memerintahkan untuk mendirikan salat dan bersabar di atasnya.

Shalat yang hanya dikerjakan tanpa kesadaran dan kesabaran bisa menyeret pelakunya ke jurang kemunafikan.

Waspada terhadap Hawa Nafsu dan Dunia

Prof. Hizbul memperingatkan tentang bahaya dua perkara besar yang menghancurkan jiwa ketaatan: ittiba'ul hawa (mengikuti hawa nafsu) dan hubbud dunya (cinta dunia).

Contoh paling tragis adalah kisah Bal'am di zaman Nabi Musa, seorang ahli kitab yang berpaling dari wahyu karena mengikuti hawa nafsunya (QS. Al-A’raf: 175).

Baca juga: Mahasiswa HES UIN Saizu Tingkatkan Kualitas Karya Ilmiah Lewat Pelatihan Riset

Rasulullah SAW bersabda:

"Tidaklah dua ekor serigala lapar dilepas di tengah kawanan kambing lebih merusak daripada ambisi manusia terhadap harta dan kedudukan terhadap agamanya." (HR. Tirmidzi)

Prof. Hizbul menyerukan pentingnya menjaga keistiqamahan dengan memohon kepada Allah agar tidak memutar balikkan hati: "Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkan hatiku di atas agama-Mu."

Kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail adalah pelajaran luar biasa tentang ketaatan, sabar, dan pengorbanan.

Dalam peringatan Idul Adha, umat Islam diajak meneladani nilai-nilai tersebut sebagai bekal untuk menjadi hamba Allah yang sejati yang tunduk dan patuh sepenuh hati.

Dan kurban yang sejati, sejatinya adalah tentang menundukkan ego.

Membunuh rasa kepemilikan terhadap apa yang paling kita cintai di dunia: jabatan, harta, status, dan diri sendiri.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, walillahil hamd!

UIN Saizu Maju, UIN Saizu Unggul!!!

(Laili S/***)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved