Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Pelecehan

Aipda PS Diduga Lecehkan Korban Pemerkosaan: Tak Pantas Lagi Berseragam Coklat

Aipda PS diduga cabuli korban pemerkosaan saat melapor. Polisi seperti ini tak pantas lagi berseragam coklat.

Youtube
Ilustrasi Korban Perkosaan 

TRIBUNJATENG.COM, SUMBA -- Kasus pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh Aipda PS, anggota Polsek Wewewa Selatan di Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur (NTT), menjadi sorotan nasional.

Bagaimana mungkin seorang polisi, yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat, justru tega mencabuli seorang perempuan yang datang mencari keadilan?

Korban berinisial MML (25) datang ke kantor polisi sebagai korban pemerkosaan.

Alih-alih mendapat perlindungan dan dukungan hukum, ia justru menjadi korban kedua kalinya. Kasus ini mencuat setelah unggahan di media sosial menjadi viral pada awal Juni 2025.

Direktur LBH APIK Kupang, Ansy Damaris, menyatakan dengan tegas bahwa Aipda PS harus segera dipecat dari institusi Polri dan menjalani proses hukum pidana.

"Tersangka polisi di Sumba yang melakukan kekerasan seksual tidak pantas berseragam cokelat lagi," tegas Ansy.

Ansy juga menekankan bahwa karena pelaku merupakan aparat penegak hukum, hukumannya harus maksimal.

“Ada unsur pemberat, karena dia adalah polisi. Ini mencederai kepercayaan publik,” tambahnya.

LBH APIK menuntut Kapolda NTT untuk bersikap tegas dan membuka kanal pelaporan bagi masyarakat. Kanal ini penting agar semua kasus serupa dapat diungkap dan ditindak secara terbuka.

Lebih jauh, Ansy mengajak publik membunyikan “alarm NTT darurat kekerasan seksual”.

Menurutnya, jika aparat justru menjadi predator, masyarakat tak lagi tahu ke mana harus berlindung.

“Mereka seperti masuk ke sarang predator seksual. Polda NTT harus segera berbenah,” tandasnya.

Aipda PS kini telah ditahan oleh Seksi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polres Sumba Barat Daya.

Ia dikenakan penahanan khusus selama 30 hari ke depan sambil menunggu proses sidang kode etik.

Kapolres Sumba Barat Daya, AKBP Harianto Rantesalu, membenarkan adanya laporan dugaan pelanggaran etik ini.

Namun publik menuntut lebih dari sekadar sanksi etik—mereka ingin pelaku diadili secara pidana.

Kasus ini menjadi cermin buram institusi kepolisian. Ketika pelapor justru dilecehkan oleh polisi, maka bukan hanya kepercayaan publik yang hancur, tapi juga rasa aman masyarakat.

Polisi seperti Aipda PS tak pantas lagi berseragam coklat. ***

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved