Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Pameran Ragam Flora

Kedaulatan Pangan dan Seni Botani Bertemu di Pameran Ragam Flora Indonesia 5

Seberapa kenalkah kita dengan tempe alakatak, jali-jali, kluwih, suweg, atau gadung?

|
Editor: rival al manaf
Istimewa
Pameran “Ragam Flora Indonesia 5: Khazanah Alam Nusantara” hadir sebagai ajakan untuk kembali mengenal, mencintai, dan menghargai kekayaan tumbuhan asli Nusantara—melalui pendekatan seni dan ilustrasi botani yang memukau. 

Dengan begitu, kita selalu sudah dan tidak pernah tidak terhubung dengan tumbuhan. Sebab tak ada manusia tanpa tumbuhan,” ungkapnya.

Melalui narasi-narasi personal dari para seniman, karya-karya dalam pameran ini tidak hanya menampilkan morfologi tumbuhan secara ilmiah dan akurat, tetapi juga membuka ruang refleksi budaya.

Salah satunya adalah karya berjudul “Berharga karena Luka” oleh Wayan Nadendra yang menampilkan kleinhovia hospita L., atau kayu timoho–dihargai karena motif unik yang terbentuk dari luka serat kayu, dan digunakan untuk warangka keris.

Relasi antara tumbuhan dan sejarah bangsa juga terangkat dalam karya-karya seperti “Cerita Cengkeh” oleh Eunike Nugroho dan lukisan pala (myristica fragrans) oleh Kurniati Rahmadini.

Rempah-rempah endemik dari Kepulauan Maluku pernah menjadi pemantik kolonialisme, sekaligus simbol kenangan dan kehangatan masa kecil.

Di sisi lain, eksplorasi media turut dihadirkan dalam karya “Spiritual Fragrance” oleh Rio Ananta Prima, yang menggunakan teknik grafir prasi khas Bali–menggores arang kemiri di atas daun lontar untuk menggambarkan pohon kemenyan (styrax benzoin), tanaman bersejarah sejak era Sriwijaya hingga Majapahit.

Pameran ini juga memperkenalkan kembali pangan lokal yang mulai terlupakan.

Misalnya karya “Hanjeli, Keragaman Pangan Alternatif Non-Beras” oleh Karyono Apic yang menggambarkan Coix lacryma-jobi var. ma-yuen (hanjeli), serta Amorphophallus paeoniifolius (suweg) oleh Prima Milawati.

Melalui ilustrasi botani yang presisi, karya-karya ini memadukan ketepatan sains dan estetika visual.

“Seni dan sains. Paduan dua kutub yang berlainan arah, tetapi dapat nyaman tampil elok dalam karya seni botani,” ujar seniman botani dan salah satu pendiri IDSBA yang juga menjadi juri dalam proses seleksi, Jenny A. Kartawinata.

Pengunjung juga dapat menikmati lebih dari 1.200 karya digital dari 30 lebih negara yang tergabung dalam Botanical Art Worldwide 2025.

Karya-karya ini menggambarkan keanekaragaman tumbuhan dari berbagai belahan dunia dalam kategori pangan, sandang, papan, obat, dan energi.

GM Bentara Budaya & Communication Management Kompas Gramedia Ilham Khoiri menyatakan, “pameran ini memberikan dua pengalaman utama bagi pengunjung, yaitu sajian visual yang estetis dari seni botani, dan dorongan untuk mengenal serta mencintai keragaman flora Nusantara sebagai kekayaan hayati yang perlu dijaga.” 

Komisaris Utama Kebun Raya (PT. Mitra Natura Raya) Ery Erlangga turut menyampaikan, “karya-karya seni botani dalam pameran ini menyajikan narasi mendalam
tentang hubungan manusia dan alam, perjalanan ilmu pengetahuan, serta keindahan yang sering kali luput di tengah hiruk-pikuk zaman.”

Proses seleksi karya melibatkan juri lintas disiplin yakni, Kurator Pameran dan Pengajar ISI Yogyakarta Kurniawan Adi Saputro, Ph.D., Botaniwan BRIN Dr. Destario Metusala, M.Sc., dan Seniman sekaligus Editor Referensi Botani Jenny A. Kartawinata.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved