Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Aroma Kopi dan Rasa yang Tak Pensiun, Mbah Tomo Penjual Kopi Giling Keliling Semarang Sejak 1971

Bagi Sutomo (72), roda sepeda tua dan aroma kopi robusta adalah bagian dari hidup yang tak terpisahkan.

Penulis: Rezanda Akbar D | Editor: muh radlis
TRIBUNJATENG/Rezanda Akbar
GILING KOPI - Mbah Tomo (72) tengah menggiling kopi robusta di atas sepeda tuanya yang ia kayuh sejak 1971 keliling Kota Semarang. Ia jadi saksi hidup tradisi kopi giling keliling yang kini nyaris punah /TRIBUNJATENG/REZANDA AKBAR D. 


Saat sore mulai datang dan bayangan bangunan kota memanjang, Mbah Tomo pelan-pelan mengayuh sepedanya pulang.


Meski sepedanya kerap bocor, tapi semangatnya belum pernah bocor.


Sesampai rumah, istrinya menyambut. Mereka tinggal berdua, sesekali cucu datang menjenguk. Anak semata wayangnya kini tinggal di Sampangan. 


“Kalau cucu datang, saya kasih uang jajan dari hasil kopi. Biar mereka tahu, ini bukan pekerjaan remeh,” katanya bangga.


Ia tak pernah berpikir pensiun, menurutnya hari-hari yang dilalui harus bersama dengan biji kopi sangrai yang dia giling untuk pecinta kopi.


“Saya ini ndak kerja. Saya cuma giling kopi sambil jalan-jalan,” katanya terkekeh. 


Setiap hari yang dijalani adalah hari biasa yang penuh syukur.


Kukuh Supriadi (45) seorang buruh panggul, satu diantara pembeli kopi giling Mbah Tomo mengaku tergoda oleh aroma wangi dari biji kopi gilingan itu. 


Ini bukan kali pertamanya, Kukuh sudah membeli kopi ke Mbah Tomo sejak beberapa tahun terakhir.


Sejak itu, nyaris setiap kedua bola matanya melihat sepeda Mbah Tomo lewat, dia menyisihkan waktu dan uang untuk membeli satu ons kopi robusta giling. 


Bukan sekadar untuk diseduh, tapi untuk menyambung obrolan.


“Kadang saya beli, kadang cuma ngobrol. Beliau itu punya aura yang tenang. Orangnya ramah, enggak terburu. Kalau sudah ngobrol sama Pak Tomo, kayak ngopi sama kakek sendiri,” katanya sambil tersenyum.


Baginya, Mbah Tomo bukan cuma penjual kopi keliling dengan sepeda tua. Namun adalah penjaga ingatan. Tentang masa kecil, dan tentang bagaimana hidup bisa dijalani perlahan, dengan syukur.


“Sekarang kopi banyak. Tapi yang digiling langsung di depan kita, sambil cerita soal zaman dulu, ya cuma Pak Tomo,” ujarnya. 


“Itu yang bikin beda. Dari aromanya saja, sudah punya cerita. Pengalaman memang yang berbicara," tambahnya. (Rad)

Sumber: Tribun Jateng
Halaman 3 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved