Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Tita Warga Boyolali Digugat Rp 120 Juta oleh Tempat Kerja Usai Resign, Alasan Bikin Sakit Hati

Kasus ini bermula pada 27 April 2025, saat perwakilan dari pihak klinik datang ke rumah Tita untuk menyampaikan somasi pertama

Penulis: Msi | Editor: muslimah
TribunSolo.com/Anang Ma'ruf
DIGUGAT PASCA RESIGN - Tita Delima (27), perempuan yang digugat bekas tempat kerjanya pasca resign setelah dituding melanggar kontrak perjanjian, saat ditemui TribunSolo.com, Rabu (30/7/2025). Tita digugat di Pengadilan Negeri Boyolali oleh bekas tempat kerjanya, sebuah klinik kesehatan gigi di kawasan Solo Baru, dengan tuntutan senilai Rp120 juta.  

TRIBUNJATENG.COM, SUKOHARJO - Tita Delima (27), warga Kabupaten Boyolali menghadapi kenyataan pahit setelah resign dari tempat kerjanya.

Tita memilih resign karena ingin merintis bisnis sendiri.

Ia kini berjualan kue nastar.

Namun ternyata masalahnya tak semudah itu. Tita menghadapi tuntutan dari perusahaan tempatnya bekerja dulu.

Nilainya juga cukup besar hingga Rp 120 juta.

Baca juga: Di Balik Terbunuhnya Penagih Utang Oleh Terduga Nasabah, Warga Mengepung Polsek

Ya. perempuan muda ini digugat di Pengadilan Negeri Boyolali oleh bekas tempat kerjanya, sebuah klinik kesehatan gigi di kawasan Solo Baru, dengan tuntutan senilai Rp 120 juta.

Alasannya, ia dianggap mencederai kontrak di mana karyawan dilarang bekerja di perusahaan lain dengan bidang yang sama, setahun setelah resign.

Tita menceritakan, Ia bekerja di klinik tersebut selama hampir dua tahun, di bawah ikatan kontrak kerja berdurasi dua tahun.

Namun, sebelum masa kontraknya habis, Tita merasa tidak betah dan mulai memikirkan masa depan yang berbeda. 

Ia memutuskan untuk mengundurkan diri lebih awal, dengan alasan ingin mencari pekerjaan lain yang lebih cocok dan sekaligus merintis usaha kecil-kecilan di bidang kuliner, khususnya kue.

“Waktu itu saya memutuskan resign sekitar Desember 2024. Tapi pemilik klinik menyetujui untuk saya berhenti lebih cepat, tepatnya pada November 2024. Saya pikir ini kabar baik,” ujar Tita, Rabu (30/7/2025).

Namun keputusan itu tak sepenuhnya menyenangkan. 

Tita mengaku gaji bulan terakhirnya tidak dibayarkan sebagai bentuk penalti karena berhenti sebelum masa kontrak selesai.

Selepas itu, Tita kaget karena mendapatkan surat gugatan dari bekas tempat kerjanya.

Gugatan tersebut dilayangkan karena Tita dianggap melanggar perjanjian kerja yang pernah ia tanda tangani saat masih menjadi perawat di klinik tersebut. 

Dalam kontrak disebutkan, dirinya tidak boleh bekerja di bidang yang sama selama satu tahun setelah mengundurkan diri dari perusahaan, terutama di klinik kesehatan gigi lainnya.

Klinik kesehatan gigi bekas tempat bekerja Tita menuding yang bersangkutan bekerja di klinik kesehatan gigi bernama Symmetry Orthodontic dan Aesthetic Dental Clinic Solo Baru.

“Saya keluar dari klinik itu pada November 2024. Sekarang saya cuma jualan kue nastar, dan kalau pun ke klinik Gigi Symmetry hanya mengirim kue nastar dan sekadar bantu-bantu kalau dibutuhkan.

Saya tidak merasa bekerja sebagai perawat atau melanggar perjanjian,” ujar Tita saat ditemui TribunSolo.com, Rabu (30/7/2025).

Kasus ini bermula pada 27 April 2025, saat perwakilan dari pihak klinik datang ke rumah Tita untuk menyampaikan somasi pertama.

Namun karena Tita tidak berada di rumah, ibunya yang menerima surat tersebut.

“Ibu saya bilang ketakutan setelah kedatangan mereka. Saya pun takut ke sana (klinik) karena khawatir diintimidasi atau disuruh tanda tangan dokumen lain,” katanya.

Setelah menolak datang pada somasi pertama, Tita kembali menerima somasi kedua, namun tetap memilih tidak menghadiri panggilan dengan alasan ia merasa tidak bersalah.

“Di somasi kedua saya sudah jelaskan, saya tidak bekerja sebagai perawat, tidak menandatangani kontrak baru, jadi tidak merasa perlu datang,” jelasnya.

Situasi serupa berulang di somasi ketiga dan keempat. 

Pada somasi ketiga, Tita menolak menerima tamu karena sedang sibuk. 

Sementara di somasi keempat, somasi disampaikan langsung oleh kuasa hukum pihak klinik, yang juga tak digubris karena Tita mengaku takut dan merasa tekanan terlalu besar.

Puncaknya, Tita menerima surat panggilan dari pengadilan. 

Dalam sidang pertama, pemilik klinik tidak hadir sehingga ditunda.

Pada sidang kedua, pihak penggugat akhirnya hadir.

“Di sidang saya bilang ingin damai, saya mau minta maaf. Tapi mereka tidak mau karena katanya sudah terlanjur sakit hati,” ucap Tita.

Ia menegaskan tidak pernah berniat melanggar perjanjian. 

Bahkan beberapa kali menolak tawaran dari teman-temannya untuk kembali bekerja di klinik gigi, karena sadar masih terikat dengan perjanjian lama.

“Saya ingin semuanya selesai secara damai. Saya enggak mau urusan ini jadi panjang. Ini hanya masalah sepele menurut saya, karena saya memang tidak berniat bekerja di bidang yang sama,” ujarnya.

Kini Tita berharap ada jalan damai dari permasalahan ini. 

Ia hanya ingin fokus mencari penghidupan dengan berjualan kue dan kue rumahan, tanpa dibayangi ketakutan akan tuntutan hukum dari tempat kerjanya di masa lalu. 

Symmetry Orthodontic dan Aesthetic Dental Clinic Angkat Bicara

Pihak Symmetry Orthodontic dan Aesthetic Dental Clinic Solo Baru akhirnya angkat bicara terkait gugatan yang dilayangkan oleh mantan tempat kerja Tita Delima (27),.

Klinik gigi di kawasan Solo Baru, Sukoharjo, ini, dituding jadi tempat baru Tita bekerja.

HMereka menegaskan Tita bukanlah karyawan resmi, melainkan hanya diperbantukan secara pribadi oleh salah satu pemilik klinik.

Klarifikasi ini disampaikan langsung oleh Co-Founder Symmetry, drg. Maria Santiniaratri, yang menyatakan dirinya dan drg. Indra selaku pemilik klinik mengenal Tita dari bekas tempatnya bekerja.

“Pertama kali kenal Tita itu dari tempat kerja lama kami (klinik yang menggugat Tita). Kami tahu aturan di sana, jadi tidak mungkin kami langsung rekrut dia begitu saja. Kami paham dia ada perjanjian tidak boleh bekerja di bidang yang sama selama setahun setelah resign,” kata drg. Maria, Selasa (30/7/2025).

Maria menceritakan setelah Tita keluar dari tempat kerjanya dulu, Tita berjualan kue nastar.

Termasuk, menjual kue nastar itu ke Klinik Symmetry. 

Awalnya hanya dua minggu sekali, lalu menjadi seminggu sekali karena kue buatan Tita banyak disukai pasien dan karyawan klinik.

“Saya sempat tanya kue ini dari mana, lalu karyawan saya bilang dari Tita, yang sekarang sudah resign dan sedang bikin usaha kue. Kami tidak pernah mengontrak dia sebagai karyawan,” jelasnya.

Selain itu, Tita kemudian dipekerjakan sebagai pembantu pribadi drg Indra, seorang dokter di klinik itu.

Maria menjelaskan, karena rasa kasihan melihat Tita belum mendapat pekerjaan, drg. Indra sempat meminta Tita untuk membantu secara pribadi, bukan sebagai pegawai klinik.

“Waktu itu Dokter Indra kerepotan karena banyak pasien dan sedang menjalani program diet. Jadi Tita hanya diperbantukan untuk membuatkan jus diet dan mengurus kebutuhan pribadi beliau. Bukan dalam kapasitas sebagai pegawai klinik,” tegasnya.

Pihak Symmetry juga menegaskan penggajian terhadap Tita tidak melalui sistem atau rekening resmi PT seperti karyawan lainnya, melainkan langsung dari rekening pribadi drg. Indra.

“Kalau karyawan Symmetry digaji lewat rekening PT, sedangkan Tita langsung dari rekening pribadi drg. Indra. Itu bisa kami buktikan di pengadilan jika diperlukan,” kata Maria.

Dengan penjelasan ini, pihak klinik ingin meluruskan tidak ada pelanggaran kontrak yang dilakukan oleh pihak mereka, karena Tita tidak dipekerjakan secara formal atau tetap di klinik.

“Kami tidak pernah mempekerjakan Tita sebagai perawat atau staf klinik. Dia hanya diperbantukan secara pribadi dan kami menghormati perjanjian dia dengan tempat kerja lamanya,” pungkas Maria.

Alasan Digugat 120 juta

Di balik angka fantastis gugatan itu, tergugat mengungkap alasan mereka menuntut nominal sebesar itu.

Berdasarkan dokumen perkara yang diterima tergugat, gugatan tersebut terdiri dari dua komponen utama. 

Pertama, sebesar Rp 50 juta diklaim sebagai pengganti gaji yang telah dibayarkan kepada Tita selama masa kerjanya di klinik.

Kedua, Rp 70 juta sisanya disebut sebagai bentuk ganti rugi immateriil karena perusahaan merasa dikhianati dan dilanggar janjinya.

"Dalam berkas perkara tertulis Rp 50 juta itu sebagai bentuk penggantian gaji selama dua tahun. Sisanya Rp70 juta karena perusahaan merasa kecewa dan sakit hati karena Tita dianggap melanggar komitmen,” kata Co-Founder Symmetry, drg. Maria Santiniaratri, Rabu (30/7/2025).

Ia menyebut ada aturan tambahan di luar kontrak awal yang dijadikan dasar penalti. 

Salah satunya, potongan gaji terakhir Tita karena dianggap mengundurkan diri sebelum masa kontraknya selesai.

“Ada aturan susulan yang menyatakan, jika pegawai resign sebelum kontrak habis, maka harus mengganti biaya iuran BPJS Ketenagakerjaan yang sudah dibayarkan perusahaan,” ungkapnya.

Sementara itu, Tita sendiri mengaku kecewa dengan perlakuan mantan perusahaannya. 

Ia menyebut nominal gugatan tersebut tidak sebanding dengan kenyataan dan kontribusinya selama bekerja.

“Awal masuk saya hanya digaji Rp 20 ribu per hari selama masa percobaan satu bulan,” ujar Tita.

Setelah masa percobaan, ia menjalani masa training dengan gaji sekitar Rp 1,8 juta selama tiga bulan, kemudian naik menjadi Rp 2 juta, hingga akhirnya mencapai Rp 2,4 juta pada September 2023.

“Itu sudah termasuk tambahan Rp 200 ribu karena ada penambahan job desk. Gaji itu untuk mencukupi kebutuhan saya dan keluarga. Saya tinggal bersama ibu dan kakak laki-laki. Ayah saya sudah meninggal,” tuturnya.

Tita menegaskan keputusannya untuk resign lebih cepat adalah murni karena tidak merasa nyaman dan ingin merintis usaha sendiri.

Ia mengaku tidak pernah berniat melanggar kontrak atau merugikan pihak mana pun. 

(TribunSolo.com)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved