Kanwil Kemenkum Jateng
Verifikasi Lapangan MPIG Kopi Robusta, Kemenkum Jateng Tinjau Proses Produksi di Wonogiri
Kemenkum Jateng menggelar pemeriksaan substantif Merek Pangan Indikasi Geografis Kopi Robusta di Wonogiri.
Penulis: Laili Shofiyah | Editor: M Zainal Arifin
TRIBUNJATENG.COM, WONOGIRI - Kantor Wilayah Kementerian Hukum Jawa Tengah kembali menggelar kegiatan pemeriksaan substantif Merek Pangan Indikasi Geografis (MPIG) Kopi Robusta dengan melakukan verifikasi lapangan, Jumat (01/08).
Tim yang terdiri dikomandoi Analis Kekayaan Intelektual Muda Tri Junianto didampingi Kepala Bidang Ekonomi dan Pengembangan Wilayah Siti Suryani meninjau dua lokasi utama, yakni tempat pengolahan kopi menjadi minuman siap saji dan rumah anggota Gapoktan (Kelompok Tani).
Di lokasi pertama, tim verifikasi mengamati langsung proses produksi kopi.
Bagus, pengelola kedai Wonogirich, memaparkan tahapan pembuatan kopi robusta.
“Saya menimbang biji kopi sebanyak 2 kilogram, kemudian melakukan sangrai selama 15 menit sesuai setelan mesin, dilanjutkan pendinginan selama 3 menit sebelum digiling halus dan diseduh,” jelasnya.
Di sini juga diproduksi aneka olahan khas seperti Kopi Tirtomojo—campuran arabika, robusta, dan gula aren—serta Kopi Sinongko dengan aroma nangka.
Baca juga: Kemenkum Jateng Koordinasi dengan MPP Kota Tegal, Dorong Kehadiran Layanan Kekayaan Intelektual
Pada lokasi kedua, tim berkunjung ke kediaman Novi, seorang petani kopi yang telah menanam varietas robusta berumur 25 tahun dari bibit asal Lampung dan Sumatera.
“Setiap tahun saya memanen sekitar 5 kilogram kopi. Suhu ideal di sini 25–30 °C, dan ketinggian maksimal 862 mdpl membuat robusta tumbuh optimal."
"Jika lebih tinggi, tanah terlalu rapat,” ujarnya.
Koordinator Gapoktan, Sigit Harjanto, menambahkan bahwa sejak 2017 usaha tanaman kopi di Desa Tritis dikembangkan melalui BUMDes dan difasilitasi Bank Indonesia.
“Meski tanah cenderung kering, bantuan irigasi memungkinkan pengelolaan lahan kering maupun basah."
"Kami juga memiliki MoU dengan Perhutani untuk menanam di perbatasan hutan, serta menjadi anggota koperasi untuk memudahkan pemasaran,” jelas Sigit.
Menjawab pertanyaan tim mengenai pabrik modern, Sigit mengaku belum ada fasilitas industri besar di wilayahnya, namun tradisi bercocok tanam kopi sudah diwariskan sejak era Mangkunegara.
Baca juga: Rumusan Strategi Kebijakan dan Akselerasi Kinerja, Kemenkum Jateng Ikut Pembahasan Komisi Rakordal
Dalam diskusi, Tri Junianto menyoroti perbedaan robusta dan arabika. Sigit menegaskan bahwa arabika kurang cocok di tanah kering dan dataran rendah, sehingga robusta lebih dominan di Wonogiri.
Menutup kegiatan, Siti dari Bappeda Wonogiri berharap dalam waktu dekat MPIG Kopi Robusta Wonogiri bisa diakui secara resmi, sehingga karakteristik dan kualitasnya mendapat perlindungan hukum optimal.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.