Tanoto Foundation
Dari Data ke Dampak: Menangkal Stunting di Akar Rumput
Berikut essai karya Denny Susanto yang berjudul "Dari Data ke Dampak: Menangkal Stunting di Akar Rumput".
Oleh: Denny Susanto - Tanoto Fellow
STUNTING bukan sekadar soal anak bertubuh pendek. Ini adalah cermin bagaimana kita, sebagai bangsa, memastikan setiap anak mendapatkan awal kehidupan yang adil dan berkualitas. Bila anak kekurangan gizi dalam waktu lama, yang terdampak bukan hanya tinggi badannya, tetapi juga perkembangan otak, kecerdasan emosional, hingga daya tahan tubuh. Artinya, potensi masa depan ikut terancam.
Dalam dunia kesehatan, ada satu fase emas yang menentukan arah tumbuh kembang manusia seumur hidup: 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Periode ini dimulai sejak kehamilan hingga anak berusia dua tahun. Di fase inilah otak berkembang pesat, organ-organ vital dibentuk, dan sistem imun diperkuat. Bila gizi tidak terpenuhi pada masa ini, tubuh anak akan beradaptasi dengan memperlambat pertumbuhan. Dampaknya bisa bersifat permanen, terutama pada fungsi otak dan metabolisme tubuh.
Stunting adalah indikator bahwa masa emas tersebut belum dimanfaatkan secara optimal. Dan ini bukan semata urusan kesehatan—ini menyangkut masa depan bangsa.
Pencegahan Dimulai Jauh Sebelum Bayi Lahir
Sering kali, upaya pencegahan stunting hanya difokuskan pada anak usia dini. Padahal, akar persoalan kerap muncul jauh lebih awal. Misalnya, remaja putri yang mengalami kekurangan zat besi, pasangan usia subur yang belum memahami pentingnya gizi sebelum dan selama kehamilan, hingga ibu hamil yang asupan proteinnya belum memadai. Semua ini adalah bagian dari rangkaian yang, jika tidak ditangani sejak awal, dapat meningkatkan risiko stunting.
Bahkan, sejumlah studi menyebut stunting sebagai bagian dari “100 tahun alur gizi”, karena efek dari malnutrisi bisa berlangsung lintas generasi. Seorang ibu dengan status gizi buruk berpotensi melahirkan anak yang juga mengalami kekurangan gizi. Jika tak ditangani, anak tersebut tumbuh menjadi orang tua yang mewariskan risiko yang sama kepada generasi berikutnya. Inilah mengapa stunting bukan hanya masalah satu generasi, melainkan persoalan pembangunan jangka panjang.
Baca juga: Dukamsi dan Media Aqil Meningkatkan Literasi dan Kualitas Pembelajaran
Data: Penentu Arah, Bukan Sekadar Laporan
Dengan segala kompleksitasnya, penanganan stunting tentu membutuhkan intervensi yang terarah. Dan di sinilah peran data menjadi sangat penting. Tanpa data yang akurat, intervensi bisa meleset. Tanpa data yang diperbarui, kita hanya mengandalkan asumsi. Data bukan hanya pelengkap laporan program, melainkan kompas yang mengarahkan kebijakan ke sasaran yang tepat.
Beberapa daerah sudah mulai menyadari pentingnya pendekatan berbasis data ini. Salah satunya adalah Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Dengan dukungan Tanoto Foundation melalui program POPS (Pusat Operasi Penurunan Stunting), Desa Kluwut di Kabupaten Brebes mengembangkan sistem pengelolaan data yang terintegrasi dan berbasis teknologi informasi.
Sistem ini mengkonsolidasikan berbagai data penting—status gizi balita, kondisi ibu hamil, kegiatan posyandu, dan berbagai bentuk intervensi—ke dalam satu platform yang dapat diakses dan dikelola langsung oleh pihak desa. Pendekatan ini tidak hanya mempermudah koordinasi antar instansi, tetapi juga mendorong kepemilikan data oleh masyarakat sendiri.
Kunci keberhasilan model ini terletak pada pelibatan aktif para kader kesehatan. Mereka dilatih untuk mengumpulkan, memperbarui, dan menggunakan data dalam perencanaan program di tingkat desa. Data yang mereka kumpulkan bukan hanya lengkap, tapi juga hidup dan relevan, sehingga mampu menjadi dasar pengambilan keputusan yang lebih tepat sasaran.
Pendekatan ini mulai menunjukkan hasil yang signifikan. Prevalensi stunting di Kabupaten Brebes menurun dari 29,1 persen pada 2022 menjadi 23,1 % di 2024. Penurunan ini menunjukkan bahwa ketika data digunakan secara optimal, intervensi menjadi lebih tajam dan berdampak langsung. Bukan karena programnya banyak. Tapi karena programnya tepat.
Ini adalah contoh bagaimana penguatan sistem informasi gizi di tingkat lokal dapat memberikan perubahan nyata. Desa tidak lagi menjadi sekadar objek penerima program, melainkan pelaku utama dalam merancang dan mengelola upaya pencegahan stunting.
Baca juga: Langkah Nyata Digitalisasi Sekolah Dasar dari Lereng Slamet
Menguatkan Kolaborasi, Mengandalkan Data
Keberhasilan seperti di Brebes tidak muncul dalam semalam. Ini hasil dari kolaborasi berbagai pihak: pemerintah daerah, masyarakat, sektor swasta, dan lembaga filantropi. Semua pihak menyadari bahwa stunting adalah persoalan multidimensi yang tidak bisa ditangani oleh satu sektor saja.