Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Banyumas

Pelaku Usaha Hotel di Banyumas Tanggapi Aturan Royalti Musik: Kami Rutin Bayar ke LMKN

Irianto menilai, aturan ini berpotensi menjadi beban tambahan bagi pelaku usaha, terutama di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih

Penulis: Permata Putra Sejati | Editor: muslimah
TribunJateng.com/Permata Putra Sejati
ROYALTI MUSIK - Dokumentasi suasana arus lalu lintas di Simpang Hotel Aston, Purwokerto, Kamis (7/8/2025). Pembayaran royalti atas pemutaran musik mulai dirasakan sebagai beban tambahan oleh pemilik kafe dan pelaku usaha hotel di Banyumas. 

TRIBUNJATENG.COM, PURWOKERTO - Kebijakan pemerintah yang mewajibkan pembayaran royalti atas pemutaran musik di tempat usaha mulai menuai tanggapan dari kalangan pelaku industri perhotelan di Banyumas.

Marketing Communication Aston Purwokerto, Renantya, mengungkapkan pihaknya mendukung penuh kebijakan tersebut dan telah menerapkan sistem yang sesuai dengan regulasi dari manajemen pusat.

"Di Aston sendiri, kami memiliki playlist musik yang sudah ditetapkan sesuai ketentuan dari brand kami, yaitu dari Archipelago International Group. 

Musik diputar setiap hari untuk menciptakan suasana yang nyaman bagi tamu," ujarnya kepada Tribunbanyumas.com, Kamis (7/8/2025).

Menurut Renantya, Aston Purwokerto sudah terdaftar di Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dan secara rutin membayar royalti sesuai klasifikasi usaha.

Baca juga: Fakta Rumah Tangga Mbak Ita dan Alwin Basri: Tak Tinggal Serumah hingga Sosok Wanita yang Dibenci

"Musik yang kami tayangkan memang tidak semuanya populer, karena disesuaikan dengan playlist resmi dari Archipelago. 

Tapi yang jelas, kami jalani aturan dan tetap mendukung musisi lokal," imbuhnya.

Sementara itu, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Banyumas, Iriyanto, mengaku cukup terkejut dengan perluasan cakupan royalti yang kini menyasar hampir seluruh bentuk suara, termasuk suara-suara alam.

"Ini memperdengarkan suara burung saja kena. Suara-suara alam masa kena royalti," keluh Iriyanto.

Ia menilai, aturan ini berpotensi menjadi beban tambahan bagi pelaku usaha, terutama di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih.

"Kami masih memantau, karena aturan ini saya pikir cukup memberatkan dunia usaha," ujarnya.

Iriyanto menyampaikan, PHRI Banyumas akan menggelar pertemuan khusus dengan sejumlah general manager hotel, pengusaha restoran, dan pemilik tempat hiburan malam, Sabtu (9/8/2025) untuk membahas lebih lanjut dampak dari kebijakan tersebut.

"Dalam waktu dekat juga akan ada Zoom meeting bersama PHRI Jawa Tengah untuk koordinasi dan mencari jalan tengah terkait aturan ini," imbuhnya.

Ia menyoroti perlunya kejelasan dalam penerapan kebijakan, terutama soal jenis lagu dan mekanisme pembayaran royalti.

"Kalau lagu Indonesia seperti Rhoma Irama jelas ada pemilik hak ciptanya. Tapi kalau lagu-lagu barat, ke siapa kita harus bayar? Itu yang masih kami cari tahu," katanya.

PHRI Banyumas saat ini memiliki anggota aktif sebanyak 240 hotel dan 380 restoran. 

Jumlah tersebut belum termasuk ratusan kafe yang tersebar di Purwokerto dan wilayah lain di Banyumas.

Para pelaku usaha berharap ada kajian ulang dari pemerintah agar kebijakan royalti musik tidak justru membebani dunia usaha, terutama sektor hospitality yang masih dalam tahap pemulihan pascapandemi. (jti) 

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved