Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Asosiasi Pimpinan Perguruan Tinggi Hukum Indonesia Desak Pembatasan Kuota Mahasiswa Baru PTNBH

Asosiasi Pimpinan Perguruan Tinggi Hukum Indonesia (APPTHI) yang menaungi 206 fakultas hukum dan sekolah tinggi

IST
TUNJUKKAN SURAT - Ketua Umum APPTHI, Prof. Edy Lisdiyono dan Sekjen APPTHI, Prof Iwan Satriawan saat menunjukkan surat pernyataan sikap berkaitan dengan PMB PTNBH, Minggu (10/8/2025) - ist 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Asosiasi Pimpinan Perguruan Tinggi Hukum Indonesia (APPTHI) yang menaungi 206 fakultas hukum dan sekolah tinggi hukum swasta di seluruh Indonesia menyuarakan keprihatinan atas kebijakan penerimaan mahasiswa baru (PMB) yang dilakukan perguruan tinggi negeri berbadan hukum (PTNBH). 


APPTHI menilai, kebijakan tersebut telah mengancam keberlangsungan kampus swasta.


Sekjen APPTHI, Prof Iwan Satriawan, menjelaskan bahwa dampak paling terasa terjadi di Jawa, khususnya Jawa Tengah, di mana persaingan mendapatkan mahasiswa baru semakin ketat. 


Menurutnya, sejak dua tahun terakhir tren penurunan jumlah mahasiswa di PTS sudah terlihat, namun pada 2025 efeknya semakin besar.


Dalam pernyataan sikap yang dibacakan Ketua Umum APPTHI, Prof. Edy Lisdiyono, asosiasi menuding PTNBH melakukan ekspansi kuota mahasiswa baru jalur mandiri secara masif, bahkan melebihi kapasitas wajar.

Hal ini memicu perebutan pasar calon mahasiswa baru antara PTN dan PTS secara tidak seimbang.


“Dampaknya, PTS mengalami penurunan jumlah mahasiswa baru hingga 40 persen per tahun.

Situasi ini semakin memperparah ketimpangan ekosistem pendidikan tinggi,” ujar Prof. Edy, Minggu (10/8) siang.


APPTHI menilai, kebijakan tersebut berpotensi menggerus peran PTS yang selama ini ikut mencerdaskan kehidupan bangsa.


APPTHI mengajukan empat tuntutan. Pertama, mendesak Komisi X DPR RI dan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi untuk membatasi periode dan kuota penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri PTNBH agar lebih proporsional dengan kapasitasnya.


Kedua, menuntut adanya prinsip keadilan dan keseimbangan dalam pengelolaan perguruan tinggi nasional.

APPTHI meminta kebijakan pemerintah tidak hanya berfokus pada PTN, tetapi juga memberi ruang pertumbuhan bagi PTS.


Ketiga, meminta transparansi dan akuntabilitas penggunaan status otonomi PTNBH, khususnya yang terkait komersialisasi pendidikan melalui jalur mandiri.

APPTHI menekankan agar kualitas pendidikan PTN tetap terjaga dalam jangka panjang.


Keempat, mendorong kolaborasi antara PTN dan PTS, bukan kompetisi yang saling menyingkirkan.

“Kami ingin tercipta ekosistem pendidikan tinggi yang sehat dan inklusif demi kemajuan bangsa,” kata Prof. Edy.


Prof Iwan Satriawan menambahkan, akar persoalan berawal dari kebijakan pemerintah yang mengurangi subsidi bagi 21 kampus berstatus PTNBH hingga hanya 30 persen dari anggaran semula.

Kondisi ini memaksa PTNBH mencari pendapatan tambahan dengan memperbanyak penerimaan mahasiswa jalur mandiri.


Menurut Iwan, cara tercepat bagi PTNBH untuk menutup kekurangan anggaran adalah menambah jumlah mahasiswa baru, meski berisiko mengorbankan kualitas riset. 


“Kalau dosen mengajar terlalu banyak, riset menjadi terabaikan. Padahal riset penting untuk peringkat dan reputasi internasional,” jelasnya.


APPTHI juga menyoroti kecenderungan PTNBH mengambil kuota mahasiswa jalur mandiri hingga dua kali lipat dari jalur reguler.

Pola ini, menurut Iwan, membuat calon mahasiswa yang seharusnya masuk PTS akhirnya terserap ke PTN.


Sebagai langkah lanjutan, APPTHI berencana mengajukan audiensi ke Komisi X DPR RI.

Namun, mereka menilai proses menunggu jadwal resmi terlalu lama, sementara dampak kebijakan sudah terasa.


“Kita harus segera merespon tuntutan anggota.

Kalau perlu, suaranya diviralkan agar mendapat perhatian,” kata Iwan.

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved