Salah satunya adalah tradisi berpuisi (syair) dalam memperingati maulid. Kita bisa lihat dalam kitab Barzanji karya Syekh al-Barzanji yang sering digunakan untuk bersholawat masyarakat Surakarta. Karya itu pernah di terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Syu’bah Asa pada 1969.
Tak hanya itu, puisi dalam terjemahan ini pernah dibacakan Rendra di kala pementasan dalam menggelar peringatan maulid.”Terbit purnama di tengah kita/ Maka silamlah semua purnama/ Bagai cantikmu tak pernah kupandang/ Aduhai wajah kegembiraan/ Engkau mentari purnama/ Engkaulah cahaya di atas cahaya/ Engkaulah iksir tidak terperi/Engkau pelita di tiap dada/ Duhai kekasih, duhai Muhammad/ Duhai mempelai pendebar kesumat/ Duhai Muayyad, duhai Mumajjad/ Duhai sang iman kedua Kiblat!”
Berpuisi menjadi doa-doa untuk memuji Rasulullah. Selain puisi, bersholawat dan sekaten juga telah menjadi tradisi masyarakat Surakarta yang digelar untuk mengenang kisah perjuangan Nabi Muhammad. Acara itu diselenggarakan bukan untuk menambah perkara pembid’ahan dalam beragama. Namun pagelaran itu hanyalah ikhtiar masyarakat Surakarta dalam memberikan penghormatan serta pujian kepada Nabi Muhammad. Semoga adanya peringatan maulid dengan cara berpuisi, bersholawat dan sekaten mampu menambah takwa dan keimanan kita dalam memuliakan Nabi Muhammad. Allahuma...(*)
M Taufik Kustiawan,
Mahasiswa IAIN Surakarta, Jurusan Hukum Pidana Islam, bergiat Tadarus Buku di Serambi Kata