Laporan Wartawan Tribun Jateng, Mamdukh Adi Priyanto
TRIBUNJATENG.COM,TEGAL - Memasuki tahun Anjing Tanah, masyarakat Tionghoa mulai mencari dan membeli jajanan khas Imlek, kue keranjang.
Dodol Cina itu merupakan makanan wajib yang harus ada di meja makan mereka.
Makanan yang memiliki rasa manis itu dibuat dari bahan-bahan beras ketan, vanili, dan gula itu sarat filosofi budaya Tionghoa.
Lalu apa filosofi kue keranjang?
Pembuat kue keranjang rumahan merek Sido Makmur di Kota Tegal, Mindayani Wirjono (77), menuturkan filosofi jajanan yang juga dinamakan kue tahunan itu bisa dilihat dari bahan pembuatnya.
"Kue keranjang dibuat dari tepung ketan yang punya sifat lengket. Ini punya makna persaudaraan yang begitu erat dan selalu menyatu," ucap pembuat kue keranjang yang sudah berproduksi sejak 1980 silam itu.
Baca: Tak Hanya Kue Keranjang, Ini Jajanan Yang Dijual Untuk Rayakan Imlek
Kemudian, dalam bahan pembuat kue keranjang dicampur gula yang terasa legit. Rasa manis itu menggambarkan rasa suka cita, kegembiraan, dan menikmati keberkatan.
"Ketan itu lengket, gula itu manis jadi ketika makan keranjang supaya bisa hubungan dengan antar sesama lebih dekat, lebih baik, lebih manis," jelas wanita paruh baya itu.
Mindayani mengatakan, sebelum Imlek, dia kerap membagikan kue keranjang ke tetangga, saudara, dan teman.
Hal itu diharapkan agar hubungannya tetap baik dan langgeng.
Bentuk bulat dari kue keranjang tanpa sudut di semua sisi juga punya makna.
Yakni melambangkan pesan kekeluargaan tanpa melihat ada hal apapun dan selalu bersama tanpa akhir.
"Makanya, malam sebelum Imlek, anggota keluarga akan berkumpul, sama seperti halnya saat Lebaran. Saat kumpul, biasanya makan kue keranjang bersama- sama," ujar pemilik usaha kue keranjang diĀ Jalan Blimbing No 84 Kelurahan Pekauman, Kecamatan Tegal Barat, Kota TegalĀ itu.