Celaka bagi Jayadrata, dia percaya kabar palsu itu dan kemudian melongokkan kepala ke jendela dan menjemput maut lewat panah Pasopati. Kalau saja Jayadrata tidak percaya kabar palsu, mungkin usianya akan lebih panjang, dan bisa melihat hasil akhir perang besar Baratayudha.
Kisah kematian Begawan Drona, guru para Pandawa dan Kurawa, nyaris serupa. Hoax yang disebar Pandawa, lagi-lagi atas "petunjuk" Kresna, bahwa "Aswatama (putra tunggal Drona) mati" membuat Sang Senapati Agung itu kehilangan daya, dan kemudian kehilangan nyawa.
Hari-hari ini, kita mesti lebih meningkatkan kewaspadaan terhadap hoax, yang berseliweran di sekitar kita. Bukan hanya berseliweran, bahkan menghampiri ke ruang-ruang pribadi kita. Datang melalui gawai, yang setiap hari nyaris tidak lepas dari genggaman kita.
"Sampean kuwi, Kang, sing kudu ati-ati. Aja sembarangan menulis dan memasang berita. Malah sok mejang wong liya," seperti biasa, Dawir nyeletuk dari belakang tengkuk saya.
Kesuksesan Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri bersama Direktorat Keamanan Khusus Badan Intelijen Keamanan mengungkap sindikat Muslim Cyber Army (MCA), yang disebut-sebut sebagai penyebar isu-isu provokatif di media sosial, Senin (26/2/2018) lalu, merupakan indikator nyata bahwa (penyebar) hoax masih merajalela.
Berdasarkan hasil penyelidikan, grup ini sering melempar isu provokatif di media sosial.
Konten-konten yang disebarkan pelaku meliputi isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia, penculikan ulama, dan mencemarkan nama baik presiden, pemerintah, hingga tokoh-tokoh tertentu. Tidak hanya itu, pelaku juga menyebarkan konten berisi virus pada orang tertentu.
Yang lebih mencemaskan, Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian mengatakan, ada dua kelompok yang berkontribusi menyebarkan berita bohong atau hoaks mengenai penganiayaan ulama. Polisi sebelumnya menciduk admin The Family Muslim Cyber Army. Namun, ternyata satu kelompok lagi adalah sisa-sisa anggota Saracen yang belum tertangkap.
"Didalami lagi, diinvestigasi, ternyata diviralkan dua kelompok. Yang sekarang ditangani Mabes, MCA dan sisa eks-Saracen," kata Tito saat menghadiri acara Tarbiyah Perti di Jakarta, Sabtu (3/3/2018).
Saracen merupakan kelompok penyebar ujaran kebencian dan konten SARA yang diungkap Polri pada 2017. Beberapa pengurusnya ditangkap dan sudah dipidana. Ternyata, kelompok Saracen diduga masih menjalankan aksinya di dunia maya. Tito meyakini motif mereka tak lain dari politis. "Dari konten pembicaraan disampaikan bagaimana caranya kita legitimasi dan jatuhkan pemerintah, maka ini motif politik," ujarnya.
Begitu berbahanya hoax, tak kurang pemimpin umat Katolik, Paus Fransiskus, juga menyampaikan kecaman terhadap 'setan' berita palsu (hoax), yang marak di era sekarang ini. Paus juga menyebut pengaruh hoax dalam mendorong perpecahan demi keuntungan politik dan ekonomi. Paus membandingkan penyebaran informasi sesat itu dengan godaan ular pada Hawa agar makan buah apel terlarang di Alkitab serta menyebutkan keberhasilannya tergantung pada ketamakan manusia.
"Kita harus membongkar yang kita sebut sebagai 'taktik ular' yang digunakan oleh mereka yang menyamar untuk bisa menyerang di setiap waktu dan tempat," kata Paus, dalam dokumen yang dirilis pada akhir Januari 2018 silam.
Dokumen yang berjudul The Truth Will Set You Free-Fake News and Journalism for Peace dikeluarkan untuk Hari Komunikasi Gereja Katolik Dunia, pada 13 Mei mendatang, dan merupakan pertama kalinya bagi Paus untuk menulis masalah itu dalam dokumen tertulis.
Menurut Paus, peran jurnalis--yang disebutnya sebagai 'pelindung berita'--bukan 'hanya sebuah pekerjaan, melainkan sebuah misi.'
Para wartawan, seperti diharapkan Paus, lebih mengurangi pada breaking news dan lebih banyak 'mengkaji penyebab-penyebab konflik."
"Abot ta, Kang? Kira-kira sanggup nggak Sampean?" pertanyaan Dawir membuat saya blangkemen. (tribunjateng/cetak/amp)