TRIBUNJATENG.COM- Tim Kuasa Tim kuasa hukum TKN, Jokowi-Ma'ruf Amin, Yusril Ihza enggan menanggapi kuasa hukum BPN, Prabowo-Sandiaga, Deny Indrayana saat di acara Mata Najwa.
Hal tersebut disampaikan Denny Indrayana di acara Mata Najwa yang tayang pada Rabu (27/6/19).
Denny Indrayana merasa berhasil dan tim kuasa hukum berhasil.
"Tentu, kalau kita ajukan permohonan, ada argumentasi kualititatif TSM, tapi pendekatan kuantitatif ada pemilu presiden yang curang sehingga melanggae pemilu yang jujur dan luber.
Najwa Shihab selaku pembawa acara lantas menanyakan dari tudingan kecurangan, apa yang bisa dibuktikan oleh tim kuasa hukum Prabowo-Sandi.
"Asas rahasia misalnya, bagaimana calon 01 kasat mata terang benderang mengajak pemilih mengenakan baju putih saat pencoblosan, itu melanggar asas kebebasan, karena tentu ada nuansa intimidatif, curang, yang jujur dan adilnya, kami turunkan dalam bentuk 5 pelanggaran, yakni penyalahgunaan anggraan, BUMN birokrasi, Aparat tidak netral, pembatasan pembebasan pers dan diskriminasi penegakkan humum," ujar Denny.
"Itu dalil-dalil yang terungkap Apakah itu bisa dibuktikan?" tanya Najwa.
Denny lantas mengatakan bahwa berita merupakan alat bukti.
"Iya masing-masing, kalau orang link berita, kami mengapresiasi kerja jurnalistik dan itu adalah alat bukti berdasarkan UU MK dan yang menilai majelis hakim, " ujarnya.
Denny lantas mengatakan bahwa pemberitaan itu berisi soal kecurangan TSM yakni kenaikan gaji PNS dan para pendmaping desa, menurutnya hal itu penyalahgunaan anggaran.
"Itu link berita yang membahas peraturan kenaikan gaji PNS, kenaikan gaji pendamping desa dan keterangan saksi
"pendamping desa, ada surat dari partai yang menguatkan untuk menjadi pendamping dana desa, ada video yang menguatkan bahwa pendamping dana desa untuk memenangkan pasangan 01, kemudian ada saksi yang menguatkan itu, tidak ada link video, ada bukti surat dan keterangan saksinya," ujar Denny.
Tampak ketua kuasa hukum TKN Jokowi-Ma'ruf Amin meneguk kopi.
Lalu, Najwa Shihab meminta tanggapan Yusril Ihza Mahendra.
Yusril Ihza enggan memberikan tanggapan.
"Sidangnya sudah selesai, jadi malam ini bukan waktunya sidang lagi, saya nggak ingin menanggapi Denny Indrayana, karena sudah kami sanggah di persidangan, dan alat bukti sudah kami hadirkan, jadi malam ini sudah nggak pantas lagi saya mengulang lagi persidangan, lagipula sidang itu sudah ditonton masyarakat ," ujarnya.
Yusril lantas mengatakan bahwa hakim sudah menilai dari proses persidangan.
"Majelis hakim sudah bisa menilai argumen dari saksi yang dihadirkan oleh pemohon dan segala saksi ahli dan alat bukti yang dihadirkan," ujar Yusril.
Yusril juga mengatakan bahwa dirinya meminta kepada hakim MK agar memberikan kesempatan untuk pemohon.
"Saya meminta ke MK agar pemohon ini diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengungkapkan argumentasi permohonannya dan dalil-dalilnya dan alat bukti," ujarnya.
Yusril lantas mengatakan bahwa dirinya penasaran dengan bukti yang dimiliki oleh pihak 02.
Saya penasaran, alat bukti yang dimiliki paslon 02, karena yang disampaikan sangat serius soalnya," ujarnya.
Diketahui,Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, turut mempersoalkan dana kampanye paslon nomor urut 01, Jokowi-Ma’ruf Amin.
Ketua Tim Hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto pun membeberkan sejumlah hal yang dianggap janggal terkait dana kampanye tersebut.
Menurut Bambang, setidaknya ada tiga hal yang terlihat janggal.
"Ada salah satu yang menarik, soal dana kampanye dari Pak Jokowi," katanya seperti dilansir TribunJakarta dari tayangan YouTube Macan Idealis, Kamis (13/6/2019).
Bambang lantas membeberkan kejanggalan pertama.
Ia menyebut bahwa ada kejanggalan pada sumbangan dana kampanye dari Jokowi.
Bambang menjelaskan, Jokowi memberikan sumbangan dana kampanye dalam bentuk uang dan barang.
Sumbangan uang dana kampanye dari Jokowi, kata Bambang, sekira Rp 19 miliar.
Sedangkan sumbangan Jokowi dalam bentuk barang senilai Rp 25 miliar.
Bambang merasa janggal dengan jumlah dana sumbangan Jokowi yang terbilang besar itu.
Sebab, kata dia, berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN), kekayaan Jokowi berupa setara kas berjumlah Rp 6.109.235.704.
"Kekayaan setara kasnya cuma Rp 6 miliar itu LHKPN-nya, tapi kok bisa nyumbang Rp 19 miliar," ucap Bambang.
"Dia menyumbang untuk dirinya sendiri. Pertanyaan umumnya itu yang Rp 13 miliar uangnya siapa? dari mana?" kata Bambang.
Kemudian, lanjutnya, ada tiga kelompok penyumbang yang setelah dilacak rupanya memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang sama.
Total sumbangan dari tiga kelompok itu berjumlah Rp 33 miliar.
"Ada tiga nama kelompok penyumbang, itu nilainya sekitar ada yang nyumbang Rp 5 miliar, Rp 15 miliar, Rp 13 miliar. Tiga kelompok ini begitu dilacak NPWP-nya ternyata ketiganya sama," jelasnya.
Menurutnya, jumlah tersebut tidak sesuai dengan batas maksimal sumbangan.
"Ini terima banyak banget jadi ada Rp 33 miliar dari orang yang sumbernya sama NPWP-nya dan juga alamatnya," terangnya.
"Penyumbangnya sama, namanya beda-beda," tambahnya.
Kemudian, Bambang membeberkan informasi yang bersumber dari Indonesia Corruption Watch (ICW).
ICW menyatakan ada sumbangan dari 2 kumpulan bernama Golfer TRG dan Golfer TBIG.
Dikutip dari unggahan akun Instagram @indonesiaadilmakmur, kedua kelompok tersebut ditenggarai berasal dari bendahara pasangan Capres Nomor Urut 01.
Selain itu juga diduga untuk menampung modus penyumbangan.
Pertama, mengakomodasi penyumbang yang tidak ingin diketahui identitasnya.
Kedua, mengakomodasi penyumbang perseorangan yang melebihi dana kampanye sebesar Rp 2,5 miliar.
Kemudian teknik pemecahan sumbangan dan penyamaran sumber asli dana kampanye diduga terjadi dalam pemilu.
Ada pun Golger TRG dan Golfer TBIG masing-masing menyumbang Rp 18.197.500.000,00 dan Rp 19.724.404.138,00. (*)