TRIBUNJATENG.COM - Misteri makam usia 117 tahun di Jalan Kutilang, Kelurahan Tengah, Kecamatan Pontianak Kota, Kota Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar), akhirnya terkuak.
Adalah Sejarawan Pontianak, Syafruddin Usman mengungkap, makam itu adalah makam pasangan suami istri. Tokoh berpengaruh di masanya.
Suami bernama Sipan, yakni sosok di balik pemberian nama Kampung Tengah, yang saat ini menjadi Kelurahan Tengah, Kecamatan Pontianak Kota.
• Sembari Buka Masker, Lucinta Luna: Saya Ayluna Putri Minta Maaf pada Teman-teman Artis
• Ini Harga Ponsel Terbaru Samsung Februari 2020 Mulai A Series hingga Galaxy Note
• Info Gempa Hari Ini: Padang Panjang Diguncang Gempa Magnitudo 4,1, Warga Berhamburan Keluar Rumah
• INFO PENTING! Ada Pemutihan Denda Pajak Kendaraan Bermotor di Jawa Tengah Februari-Juli Ini
• Beredar Video Kedua Siswi SMP Purworejo Dibully, Perekam Diduga Perempuan, Ganjar Telepon Bupati
Makam tersebut berada di pinggir parit depan rumah warga dan saat ini kondisinya cukup memprihatinkan.
Makam dikelilingi pagar semen sekitar setengah meter berbentuk kotak berukuran sekira 3x1 meter.
Di dalamnya ada dua nisan, bermaterial kayu yang sudah lapuk.
Mirisnya, ada saja oknum tidak bertanggung jawab membuang sampah ke makam.
Syafaruddin Daeng Usman mengatakan, makam tersebut telah ada sejak 1903 silam.
Dimana Sipan merupakan orang pertama tinggal di Kampung Tengah, yang saat ini sudah menjadi kelurahan.
Uray Sabirin Saleh (75) mengungkapkan, saat ia kecil kerap melintasi Jalan Sipan yang saat ini Jalan Kutilang.
Saat itu, ia menceritakan Jalan Sipan atau Kutilang dahulu jalan sangat sepi dan terasa angker.
Makam tersebut sudah berada di sana.
"Kalau dulu saat saya masih kecil, setiap lewat itu takut-takut. Nisannya itu besar, kelihatannya agak angkerlah. Nisannya ada tulisan Arab-nya, dan itu nisan kayu belian semua," kata Sabirin, Rabu (12/2/2020).
"Dulu saya kelas 1 SD tahun 1955 sering lewat sini, setiap hari sekolah pasti lewat sini kecuali libur," tambahnya.
Orang Pertama di Kampung Tengah
Sejarawan Pontianak Syafaruddin Daeng Usman mengatakan, makam tersebut merupakan makam warga pertama di Kampung Tengah yang kini berganti nama menjadi Kelurahan Tengah.
Bahkan, dahulu kala nama Sipan sempat diabadikan menjadi nama jalan di kawasan tersebut.
Menurut Syafaruddin Usman, Sipan merupakan perantau dari tanah Jawa ke Pontianak, Kalimantan Barat.
Ia dan istri datang ke Pontianak bersama dengan rombongan lainnya, dimana saat itu Pontianak masih berjuluk Kota Tanah Seribu.
"Pada saat pertumbuhan kolonial, Pontianak hanya beberapa kampung. Kota Pontianak pada jaman dulu namanya Kota Tanah Seribu yang luasnya hanya 1.000 meter persegi," katanya.
Sementara untuk warga pendatang dari Jawa, kolonial menempatkan mereka di Kampung Jawa atau daerah sumur bor yang saat ini menjadi jalan Pangeran Nata Kusuma.
"Kemudian pada masa itu tahun 1890 menjelang akhir abad tersebut berdatanganlah perantau dari Jawa. Mereka ditempatkan di Kampung Jawa atau Sumur Bor sekarang.
Di antara perantau itu ada Sipan beserta istri, tidak menetap di sana dan membuka kawasan lain.
Kawasan itu mereka namakan Kampung Tengah, ada namanya Kampung Darat, Kampung Laut mereka di tengah-tengah, makanya mereka namakan Kampung Tengah," kata Syafaruddin.
Sipan merupakan sosok yang sangat terkenal pada masanya sehingga ketika Sipan meninggal, masyarakat setempat mengabadikan namanya menjadi nama jalan.
"Sipan wafat pada 1903, sebagai penghargaan nama daerah yang dihuninya dinamakan jalan Sipan atau Gang Sipan. Sekarang sudah berganti jadi nama Kutilang," kata Syafaruddin.
Seiring perkembangan jaman, kota semakin lebar sehingga letak makam seakan terletak di tengah pusat kota.
"Tapi mirisnya pada hari ini makam Pak Sipan dipenuhi sampah, bau-bau yang tidak mengenakkan," katanya.
Iapun berharap atas makam ini, pihak terkait dapat melakukan pembenahan dan memperhatikan makam berusia seratus tahun lebih tersebut.
Karena bagaimana pun juga ia menilai almarhum Sipan merupakan sosok yang memiliki jasa di Pontianak.
"Inikan sesepuh pada jamannya, orang terkemuka pada eranya. Terlepas dia siapa, tentulah kita menganggap dia ini adalah tokoh," ujar Syafaruddin.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Pontianak melalui Kepala Seksi (Kasi) Pelestarian Sejarah dan Budaya, Sri Suprianti mengapresiasi Syafarudin Daeng Usman, sejarawan yang tanggap atas nilai-nilai sejarah Kota Pontianak.
Pihaknya pun akan menindaklanjuti laporan dari masyarakat terkait hal-hal yang memiliki nilai sejarah.
"Hal-hal seperti inilah yang kita harapkan dari masyarakat, terkait berbagai barang-barang yang ada nilai sejarah. Baik itu berupa ketokohan, bangunan tua dan sebagainya. Kita berharap masyarakat bisa mengambil semangat seperti Pak Syafaruddin, untuk melaporkan kepada kami terkait hal-hal yang memiliki nilai sejarah," kata Sri Suprianti.
Ia menjelaskan pihaknya memiliki tim registrasi menampung laporan masyarakat terkait berbagai benda bersejarah yang nantinya akan ditentukan apakah barang tersebut merupakan cagar budaya atau tidak.
"Sepanjang yang dilaporkan itu ada data-data sesuai dengan ketentuan, seperti sejarahnya dan kepemilikannya. Kalau fisiknya bisa dibawa kita bisa buat deskripsinya dan sepanjang akurat data-datanya tentu saja kami meregistrasi," katanya.
Setelah dilakukan registrasi, pihaknya akan menurunkan tim untuk melakukan kajian.
Bila menurut undang undang, sebuah benda atau tempat bisa menjadi cagar budaya bila berusia lebih minimal (2) generasi.
"Satu generasi itu hitungannya 25 tahun, jadi minimal usia 50 tahun. Kalau merupakan bangunan dia mewakili jamannya. Kedua, memiliki nilai penting bagi kepentingan sosial ekonomi, sejarah, pendidikan dan lain sebagainya. Itu harus dipenuhi terkait barang yang dilaporkan," jelasnya. (*)
Artikel ini telah tayang di tribunpontianak.co.id dengan judul HEBOH Makam 117 Tahun di Pusat Kota Pontianak, Terungkap Fakta Sejarah! Uray Kecil Merasa Angker