TRIBUNJATENG.COM -- Dampak pandemi Covid-19 tidak terhindarkan. Wahyu Widodo, ekononom Undip mengatakan semua skala usaha akan kena dampaknya, bukan hanya UMKM melainkan usaha besar juga terdampak.
Namun menurutnya yang akan terkena lebih dahulu adalah usaha mikro kecil termasuk di dalamnya sektor informal.
Mereka siklus produksinya sangat pendek, marketnya sangat sempit/lokal, pendapatannya harian, sehingga kelompok ini paling rentan.
Dampak Corona akan semakin parah jika harus dilakukan lockdown, karena supply dan demand akan terhenti total.
Usaha mikro-kecil akan kehilangan sumber pendapatan dan dengan keterbatasan saving, tekanannya semakin berat.
"Jadi menghadapi pandemi Virus Corona ini, kunci yang paling utama adalah ketegasan pemerintah dalam memutuskan tindakan apa yang akan dilakukan," ujarnya.
Karena itu akan memperjelas apa yang harus diakukan dunia usaha dan masyarakat selanjutnya.
• Dampak Virus Corona di Jateng: Banyak Pembatalan Pesanan Konveksi dan DP Diminta Kembali
• Gejala Baru Terpapar Virus Corona Ditemukan Ahli: Mendadak Tak Bisa Mencium Bau
• PENGUMUMAN! Polisi Beri Dispensasi Perpanjangan SIM bagi ODP dan PDP Virus Corona
• OPINI Tasroh : Covid 19 dan Penguatan Anggaran
Dan memberi kepastian berapa lama situasi ini akan dihadapi. Artinya, dunia usaha punya skenario yang jelas dan pasti.
Kelompok paling rentan ini harus dipastikan mendapat bantuan dari pemerintah (social safety net) untuk menyelamatkan daya beli mereka dalam jangka pendek, memastikan mereka mendapat income.
Kebijakan stimulus yang bersifat produktif, baik dalam bentuk kredit maupun bantuan modal dengan bunga rendah atau insentif pajak baru bisa diberikan dan efektif ketika Corona sudah terkendali dan kondusif.
Jika kondisinya diisolasi seperti Wuhan dan Italia, maka satu-satu langkah adalah memastikan Corona tidak menyebar dan masyarakat cukup pasokan pangannya.
Jadi pandemi apapun, termasuk Corona saat ini, yang paling penting adalah mencegah dulu pandemi itu, dan resiko stagnasi produksi tidak bisa dihindarkan untuk semua skala usaha.
Longgarkan Kewajiban Pembayaran
Otoritas Jasa Keuangan segera menyiapkan kebijakan stimulus perekonomian di sektor industri keuangan non-bank dengan melonggarkan ketentuan kewajiban pembayaran di perusahaan pembiayaan.
“Ini kami perluas bukan hanya kredit perbankan tetapi juga ke lembaga pembiayaan atau leasing company.
Tujuannya agar sektor usaha masih tetap berjalan dari dampak penyebaran Covid-19 ini,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso.
Rencana relaksasi kebijakan di perusahaan pembiayaan antara lain penundaan pembayaran untuk pembiayaan yang berkaitan dengan skema chanelling dan joint financing yang berkaitan dengan perbankan.
Kemudian metode executing antara perusahaan pembiayaan yang mendapat kredit dari perbankan, akan dilakukan dengan mekanisme restrukturisasi sebagaimana diatur dalam POJK No.11/POJK.03/2020.
Dijelaskannya, OJK terus membantu Pemerintah dengan memberikan ruang pelonggaran kepada sektor usaha termasuk usaha mikro dan kecil agar diringankan pembayaran kredit atau pembiayaannya serta dimudahkan untuk kembali mendapatkan kredit atau pembiayaan dari perbankan dan perusahaan pembiayaan.
“OJK mendukung upaya pemerintah dalam memperlakukan sektor riil ini bisa diberikan ruang gerak yang lebih leluasa.
Kita berikan ruang gerak kepada pengusaha ini agar bisa bertahan jangan sampai ambruk dan menimbulkan lay off, sehingga pada akhirnya bermasalah lebih berat lagi,” kata Wimboh.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menambahkan bahwa ketentuan stimulus di bidang perbankan sudah diterbitkan POJK-nya yaitu POJK No.11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai
Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease yang mulai berlaku sejak 13 Maret 2020 sampai 31 Maret 2021.
POJK ini juga diharapkan menjadi countercyclical dampak penyebaran virus Corona sehingga bisa mendorong optimalisasi kinerja perbankan khususnya fungsi intermediasi, menjaga stabilitas sistem keuangan, dan mendukung pertumbuhan ekonomi.
Pemberian stimulus ditujukan kepada debitur pada sektor-sektor yang terdampak penyebaran virus COVID-19, termasuk dalam hal ini debitur UMKM dan diterapkan dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian yang disertai adanya mekanisme pemantauan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan dalam penerapan ketentuan (moral hazard).
Kebijakan stimulus dimaksud terdiri dari penilaian kualitas kredit/pembiayaan/penyediaan dana lain hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga untuk kredit sampai dengan Rp10 miliar; dan restrukturisasi dengan peningkatan kualitas kredit/pembiayaan menjadi lancar setelah direstrukturisasi.
Ketentuan restrukturisasi ini dapat diterapkan Bank tanpa batasan plafon kredit. Selanjutnya, Ketua DK OJK mengatakan relaksasi ini juga berlaku bagi UMKM dan KUR. Sementara, untuk kredit yang direstrukturisasi bisa langsung dikategorikan menjadi lancar.
Untuk kondisi di Pasar Modal, Ketua DK OJK menjelaskan bahwa bursa saham Indonesia masih dalam keadaan tertekan akibat sentimen negatif penyebaran virus Corona, sehingga masyarakat tidak perlu khawatir mengingat fundamental ekonomi Indonesia masih bagus.
Berbagai instrumen kebijakan Pasar Modal telah diterapkan OJK melalui Bursa Efek Indonesia seperti pelarangan short selling dan pemberlakukan auto rejection serta halt trading. OJK juga telah melonggarkan batas waktu penyampaian laporan dan pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) bagi pelaku Industri
Pasar Modal dan memberikan kemudahan melakukan buy back saham tanpa melakukan RUPS terlebih dahulu. Untuk likuditas perbankan, Ketua DK OJK meyakini kondisinya masih normal dan tidak perlu dikhawatirkan. (tim)