Berita Semarang

Guru di Semarang Ini Minta Sebagian Dana Pendidikan Dialokasikan Untuk Edukasi Seksual

Penulis: budi susanto
Editor: muh radlis
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ILUSTRASI - Lutfiana Ulfa dan Syekh Puji

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Kerut dahi seorang ayah mewarnai kesibukan pagi di sebuah rumah yang terletak di Kecamatan Ngalian Kota Semarang.

Duduk di kursi depan rumah dengan halaman lumayan luas, lelaki yang memiliki dua anak gadis berumur belum genap 15 tahun itu nampak serius membaca koran.

Seolah tak terima usai membaca berita mengenai pernikahan yang dilakukan seorang pemilik pondok pesantren dengan bocah 7 tahun, lelaki paruh baya itu terus menggerutu.

Viral Ojol 59 Tahun Antar Penumpang Purwokerto-Solo Sejauh 230 Km, Tertipu hanya Ditinggali Sandal

Update Corona 5 April 2020 Dunia: Indonesia Peringkat 37 Persis di Bawah Arab Saudi

Getaran Muka Bumi Berkurang karena Corona Sebulan Ini, Gempa Makin Mudah Terdeteksi

Annisa Pohan Khawatir Kesehatan SBY Setelah Bupati Karawang Dinyatakan Positif Virus Corona

"Ini apa-apaan nikah kok sama anak dibawah umur," ucapnya lelaki bernama Riyadi itu, Minggu (5/4/2020).

Wajah Riyadi semakin memerah saat membalik lembaran koran dan membaca kejadian kekerasan seksual terhadap anak.

Sembari menyruput kopi yang ada di depannya, ia menuturkan pemerintah harus mengambil tindakan tegas untuk melindungi anak-anak.

"Pihak sekolah apa tidak mengajarkan pendidikan mengenai pernikahan dini yang tidak boleh dilakulan, atau tentang kesehatan reproduksi untuk antisipasi terjadi kekerasan," ucapnya.

Ungkapan Riyadi merupakan keresahan orang tua karena maraknya kekerasan yang menimpa anak-anak.

Data yang diterima Tribunjateng.com dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) pada 2019 lalu, terjadi 379 kasus kekerasan seksual yang menimpa anak-anak di Indonesia.

Sementar catatan dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Sahabat Perempuan menyebutkan, pada September 2019 sudah terjadi 37 kasus kekerasan seksual yang menimpa pada anak di Jateng.

Guna menekan angka tersebut, Pemerintah Pusat lewat dunia pendidikan mengglontorkan dana ratusan triliun untuk memberi pemahaman melalui pendidikan.

Tercatat alokasi dana dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk dunia pendidikan pada 2019 mencapai Rp 492 triliun.

Dana itu untuk mengakomodir berbagai program pendidikan termasuk kerjasama dengan dunia kesehatan guna memberi edukasi ke pelajar tingkat SD hingga SMA terkait kesehatan repoduksi.

Bahkan untuk tahun 2020, kucuran dana mencapai Rp 508 triliun, atau 20 persen dari belanja APBN yang nilainya Rp 2.540 triliun untuk dunia pendidikan kembali dilakukan.

Menanggapi adanya alokasi dana jumbo itu, sejumlah garda terdepan di dunia pendidikan memberi komentarnya.

Beberapa menyatakan, pemerintah harus mengalokasikan sebagian dana tersebut untuk pemahaman mengenai hak kesehatan seksual dan reproduksi kepada pelajar.

"Kalau mengacu kepada kasus harusnya semua pihak tanggap, apa lagi banyak desas desus tentang pernikahan gadis 7 tahun itu.

Mungkin setelah Covid-19 pemerintah segera memasukan pembelajaran kesehatan reproduksi atau seksual ke kurikulum dengan mengalokasikan sejumlah dana," kata Fredy Leohakni Tamtama pengajar di SDN Kalibanten 03 Semarang.

Ia menjelaskan, kerjasama pemerintah terkait pembelajaran seksual ke pelajar tingkat dasar dilakukan bersama dinas kesehatan.

"Namun tidak sering, bahkan hanya sekali setiap satu semester.

Sebenarnya kami juga memberikan edukasi mengani hal itu tapi secara hati-hati, karena dalam kurikulum yang kami anut tidak ada pembelajaran mengenai kesehatan reproduksi," paparnya.

Ia menuturkan, meski tak masuk kurikulum pendidikan, namun edukasi mengani hal tersebut harus dilakukan dengan intensitas berlebih.

"Ya agar tertanam di dalam mainset pelajar sedari dini, agar pelajar juga tau hal tersebut tidak lagi tabu.

Tujuannya untuk mengantisipasi terjadinya kekerasan seksual terhadap para pelajar," jelasnya.

Selain Fredy, Eka Wahyu Widodo pengajar di MTS 3 Sumber Lawang Sragen, saat dihubungi Tribunjateng.com, semua pihak mau tak mau harus memberikan edukasi terkait pendidikan seksual kepada pelajar.

"Jadi tak hanya sekolah, keluarga juga wajib mengedukasi hal tersebut.

Karena pemahaman juga sebagai bentuk antisipasi tindak kejahatan," tuturnya.

Ditambahkannya, eduksi yang dilakukan harusnya juga diimbangi lewat pembelajaran via aplikasi online.

"Selama ini masih minim materi itu, pembelajaran lewat aplikasi online harusnya juga ditambah dengan materi tersebut," tambahnya. (bud)

Dwi Cipta Ungkap 3 Perusahaan di Jepara PHK Karyawan Kurangi Biaya Produksi Dampak Virus Corona

Kecelakaan Truk Pengangkut Ayam Terguling Setelah Tabrak Tembok Jembatan di Kemangkon Purbalingga

Daftar Koruptor Berpeluang Bebas karena Corona: Ada Setnov, OC Kaligis hingga Siti Fadilah Supari

Pertiwi Indonesia Distribusikan Bantuan Tepat Guna bagi Paramedis

Berita Terkini