TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Pemerintah Indonesia perlu terus meningkatkan upaya perlindungan awak kapal perikanan baik yang bekerja di dalam negeri maupun luar negeri.
Hal ini bertujuan untuk mengurangi praktik kerja paksa dan perdagangan orang yang masih sering terjadi pada sektor perikanan tangkap.
Hal itu diungkapkan Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Moh Abdi Suhufan, ketika dihubungi Tribunjateng.com, Selasa (12/5/2020).
• Warga 45 Tahun ke Bawah Boleh Bekerja, tapi Hanya untuk 11 Bidang Ini
• Ditelepon Mendapat Hadiah dari Bank, 10 Nasabah Bank Kehilangan Ratusan Juta
• Oknum Kodim 0733 BS Semarang Emosi Dihentikan karena Tak Pakai Masker, Bentak PM & Acuhkan Kapolsek
• Raffi Ahmad Ajak Rano Karno Tukar Rolls Royce Belasan Miliar dengan Oplet Si Doel
Sebelumnya, video tiga jenazah anak buah kapal (ABK) yang dilarung di laut telah viral di media sosial.
ABK lainnya yang telah dipulangkan dan diperiksa Mabes Polri mengungkapkan ada praktik kekerasan dan diskriminasi yang masih sering menimpa awak kapal perikanan Indonesia yang bekerja di luar negeri.
Baru-baru ini diketahui bahwa dua dari tiga korban diberangkatkan menjadi pekerja migran Indonesia (PMI) melalui perusahaan penyalur di Pemalang.
Informasi yang dihimpun, perusahaan tersebut diduga tidak memiliki izin atau ilegal.
"Mereka yang bekerja di Taiwan sering mengalami diskriminasi dalam bentuk kekerasan fisik dan mental," kata Abdi.
Lembaga non-pemerintah yang bergerak di sektor perikanan itu juga mencatat bahwa Pemalang merupakan satu daerah yang menjadi pemasok awak kapal perikanan terbesar di Indonesia.
Minat tinggi masyarakat yang ada di daerah dengan julukan Pusere Jawa itu untuk menjadi ABK, bermunculan lah minning agency atau agen penyalur kerja ABK, termasuk yang tidak memiliki legal standing.
"Setiap tahun diperkirakan sekitar 2.000 orang awak kapal perikanan asal Pemalang berangkat dan bekerja di kapal ikan luar negeri di negara Fiji, Korea, Taiwan, Singapura dan Malaysia," jelasnya.
Peran dan kontribusi Pemalang dalam penyediaan awak kapal perikanan, lanjutnya, cukup signifikan sehingga upaya edukasi dan sosialisasi kepada manning agency dan awak kapal perikanan untuk mengenali indikator kerja paksa dan perdagangan orang sangat penting.
"Perlu adanya pengetahuan kepada pihak terkait tentang ruang lingkup kerja paksa dan upaya pencegahannya," ucapnya.(mam)
• Di Tengah Pandemi Virus Corona Tahanan di Rutan Polres Kebumen Tetap Jalani Sidang, Begini Caranya
• Pemkab Banjarnegara Gelontorkan Rp 50,4 Miliar untuk Jaring Pengaman Sosial
• Jelang Lebaran, Dinas Kesehatan Pati Sidak ke Sejumlah Pasar Swalayan
• Ada Catatan Khusus dari BPK, DPRD Kota Salatiga Akan Panggil 2 Dinas Ini