TRIBUNJATENG.COM, PURWOKERTO - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Banyumas yang sejatinya digagas meningkatkan gizi dan meringankan beban orangtua siswa, kini diwarnai berbagai keluhan.
Dari rasa makanan yang dianggap hambar, porsi kurang, pengiriman terlambat, hingga ketimpangan distribusi antarsekolah.
Para siswa, guru, bahkan orangtua mulai bersuara, mempertanyakan kualitas dan pemerataan program yang dijalankan sejak awal 2025 ini.
Keluhan pertama datang dari SDN 4 Kranji Purwokerto, yang hingga kini masih aktif memantau kualitas makanan yang diterima setiap hari.
Perwakilan guru, Menik Galuh (32) mengatakan pihak sekolah dan siswa selalu turut mengkroscek kondisi makanan yang diterima.
"Karena itu masaknya pagi banget ya, jadi dalam keadaan panas kemudian mungkin langsung dimasukin box, jadi sayurnya ketika akan dimakan jadi layu dan kurang fresh," ujar Menik saat ditemui Tribunbanyumas.com.
Ia mengatakan apabila mendapati makanan dalam kondisi kurang layak, dirinya tidak segan menyampaikan kepada siswa untuk tidak memakannya.
"Kalau mendapati sayur dalam kondisi nggak bagus dan kurang fresh, saya bilang ke anak, tidak usah dimakan," tegasnya.
Ia menekankan, pihak sekolah terus menjalin komunikasi dengan penyedia makanan MBG, terutama apabila ditemukan susu menggumpal atau lauk yang tidak layak konsumsi.
Dari sisi siswa, keluhan yang paling sering muncul adalah soal rasa.
"Yang paling susah makan makanan MBG itu anak-anak kelas bawah, kelas 1, 2, dan 3.
Mereka masih susah membentuk pola makan sehat," katanya.
Sementara siswa kelas 4 hingga 6 dinilai sudah mulai bisa beradaptasi dengan menu MBG.
"Dulu kalau ada anak kurang mampu yang tidak diurusi sama sekali soal bekal, jadi terbantu.
Tapi kalau anak dari keluarga mampu, ya mohon maaf, malah merasa kadang kurang cocok dengan makanannya," jelasnya.