Berita Kudus

Tim Pemakaman Jenazah Kudus Rela Tidak Dibayar Hingga Isolasi Mandiri di Tandon Air

Penulis: raka f pujangga
Editor: m nur huda
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kristanto (39), warga Desa Peganjaran, Kecamatan Bae, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, saat menjadi relawan pemulasaraan tinggal di toren air agar menghindari keluarganya terpapar.

Apalagi tim bertaruh dengan nyawanya, karena menangani sejumlah jasad yang sebelumnya terpapar virus.

"Kami tahu jasad sudah dibungkus rapi, tetapi kami juga tetap mengenakan hazmat sebagai protokol kesehatan," jelas dia.

Kesulitannya, mereka yang menguburkan jenazah itu menggunakan hazmat sehingga membuat keringat mudah bercucuran.

‎"Macul biasa saja keringatan, apalagi pakai hazmat sama masker. Sampai sulit bernafas," jelasnya.

Beruntung selama menjadi tim pemulasaraan ini, dia bisa jalan-jalan sampai ke luar kota karena lokasi pasien berbeda-beda.

Sehingga mereka bisa sedikit terhibur melihat pemandangan di kabupaten/kota lainnya.

"Karena ikut ini, pengalamannya jadi sering ke luar kota. Ke Semarang, Jepara, Pati, karena asal pasien berbeda," ujar dia.

Walaupun kondisinya sulit, Siswanto bersam rekan-rekannya selalu siap melayani pemulasaraan jenazah covid-19.

Meskipun tanpa upah dan tanggungjawab ‎sebagai suami yang harus menafkahi anak serta istri.

"Alhamdulillah biarpun tidak mendapat bayaran, tetapi masih bisa mencukupi kebutuhan keluarga," katanya.

Kepala BPBD Kabupaten Kudus, Bergas C menceritakan, saat ini tim pemulasaraan ada 10 orang yang berasal dari relawan.

Namun padatnya jumlah pemulasaraan membuat anggotanya ditambah sekitar tiga orang.

"Awalnya 10 orang, tetapi karena menyesuaikan kebutuhan jumlah kasus covid meningkat. Sekarang tambah tiga orang," ujar dia.

Dalam sehari, karena intensitasnya meningkat membuat jumlah pemulasaraan bertambah menjadi 4-5 orang per hari.

Tidak hanya pasien positif covid-19 yang meninggal menggunakan protokol pemulasaraan, namun juga pasien dalam pengawasan (PDP).

Halaman
1234

Berita Terkini