TRIBUNJATENG.COM, JEPARA - Di tengah maraknya permainan digital, para perajin mainan anak tradisional tetap bertahan.
Bahkan tak sedikit warga Desa Karanganyar, Kecamatan Welahan, Kabupaten Jepara, yang mempopulerkan mainan anak itu hingga ke Malaysia.
Ketua Kelompok Perajin Kitiran (KPK) Desa Karanganyar, Sumarno menyampaikan, permainan tradisional akan tetap bertahan meski saat ini sudah banyak permainan anak berbasis digital.
• Dukung Kebijakan Pemkot, Mami Ning Minta Pengunjung Kampung Karaoke Rowosari Taat Aturan
• Link Daftar Kartu PraKerja Gelombang 5 & Cara Mengetahui Lolos atau Tidak
• Mumtaz Rais Minta Maaf Seusai Ribut di Kabin Pesawat Garuda Gara-gara HP, Ini Kronologinya
• Belajar Mengajar Tatap Muka di Sragen Dimulai 31 Agustus, Jadwal Masuk Digilir
Baginya selama ada kelahiran anak-anak, maka permainan tradisional yang sudah dirintis dari Desa Karanganyar sejak 1975 itu akan tetap selalu ada.
"Pokoknya selama ada penduduk baru, itu berarti mainan ini saya percaya akan terus ada. Jadi saya nggak pernah khawatir," ujar dia, saat ditemui di rumahnya, Jumat (14/8/2020).
Terlebih, kata dia, mainan anak tradisional punya agen penjualan yang tersebar di seluruh Indnesia.
Jumlahnya ditaksir bisa mencapai ribuan rang untuk membantu memasarkan produk yang dihasilkan para perajin.
'Setiap orang hajatan, pasar-pasar pasti ada yang jualan mainan anak-anak. Ada kitiran, otok-otok, soangan dan lainnya," jelas dia.
Sehingga desa bagi surganya anak-anak karena menawarkan beragam mainan itu dapat terus eksis di zaman modern saat ini.
Sebagian besar masyarakat di sana menggantungkan hidupnya dari mainan anak-anak.
"Ada sekitar 60 sampai 70 persen penduduk yang ada di sini menggeluti usaha mainan anak," ujar dia.
Jumlah perajinnya, kata dia, hanya sekitar 100 orang. Namun satu orang perajin, rata-rata memiliki tiga sampai lima orang pegawai dari masyarakat sekitar.
"Jadi kalau dihitung jumlahnya ada 500 orang yang berkecimpung membuat mainan ini ada," ujar dia.
Namun selama Covid-19 ini, diakuinya produksi mainan anak menjadi terhambat. Pasalnya banyak kegiatan keramaian dilarang, sehingga pesanannya nyaris tidak ada.
Sedikitnya 15 pekerjanya pun terpaksa diberhentikan karena kondisi tersebut. Padahal, dalam kondisi normal dapat memproduksi sekitar 3.000 buah mainan dalam seminggu.