TRIBUNJATENG.COM, NUNUKAN - Petugas Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Nunukan Kalimantan Utara intens melakukan pendekatan dan pengawasan terhadap IN (35), Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang menjadi korban perkosaan yang disaksikan anaknya, sampai korban hamil dan melahirkan.
Belum ada perubahan perilaku dari kondisi IN, meski saban harinya, sejumlah petugas Dinsos datang ke Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) dimana IN dan kedua anaknya tinggal.
Sembari mengantar makanan, memeriksa kondisi IN dan bayinya, petugas Dinsos terus berusaha mengobrol dengan IN agar mau melepaskan bayinya demi masa depan dan tumbuh kembang si anak yang masih berusia 3 bulan tersebut.
• 5 Sekolah Bersaing Perebutkan Predikat The Best Student Company in Semarang
• Kran Air untuk Pencegahan Virus Corona di Kota Semarang Banyak Dicuri Orang
• Daftar 8 Nama Korban Kecelakaan Mobil Elf Terjun Jurang di Sukabumi
• 150 Sertifikat Tanah Kolektif di Bulak Kendal Dibagikan, Ada Biaya Administrasi Rp 450 ribu
"Kita bagi dia tilam, ada kasur kecil juga, tapi dia sering letak anaknya di lantai, katanya bagus di lantai, macam kapal kecil dia tengok," ujar Sekretaris Dinas Sosial Kabupaten Nunukan Yaksi Belaning Pratiwi, Sabtu (15/08/2020).
Pasca VR (6) anak pertama IN disekolahkan di Lembaga Kesejahteraan Anak (LKSA) Aisyiyah Ruhama, pekerja social (Peksos) kian ketat menjaga IN dan bayinya.
Kondisi psikis IN yang masih sering lepas kendali membuat petugas harus lebih ekstra menjaga IN.
"Dia tidak peduli mau panas, mau hujan, kalau lama tidak jumpa anaknya pasti akan keluar membawa bayinya, mencari anak pertamanya, kita terus beri pengertian selama anaknya sekolah," lanjut Yaksi.
IN juga masih sering berbicara dengan tembok seakan curhat terkait kondisinya sambil sesekali tertawa dan marah tidak jelas sebabnya.
Keberadaan bayi IN juga menyulitkan petugas, baik susu atau urusan mandi dan membersihkan si jabang bayi mendapat perhatian khusus.
Bagaimanapun si bayi dibesarkan oleh seorang ibu dengan kondisi mental tidak stabil, sehingga dikhawatirkan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
"Kalau buat susu pagi, bukan dia buang kalau tidak habis, dia kasihkan lagi sampai malam, itu kan tidak sehat, kami sering datang bergantian untuk awasi si bayi, kami kasih mandi dan gantikan air susu dalam dotnya," kata Yaksi.
Intensitas obrolan dan pertemuan yang diagendakan Dinas Sosial dengan IN bertujuan agar IN perlahan mau mengerti bagaimana seharusnya ia diperlakukan dan bagaimana si bayi harus melanjutkan hidupnya.
Meski terkesan tak manusiawi memisahkan sang anak dan ibunya, namun tidak mungkin Dinsos membiarkan ODGJ merawat bayi.
"Lebih baik selamatkan bayinya daripada ibunya agar generasi selanjutnya bagus, tapi harus terus kita doktrin supaya mindsetnya berubah, kita akan segera buat MoU untuk rehabilitasi IN ke Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Mental (BRSPDM)Budi Luhur Banjar Baru, semoga tahun depan terlaksana," katanya.
Jadi ODGJ karena korban perjodohan IN merupakan ODGJ di Nunukan yang berasal dari Pinrang Sulawesi Selatan, dari hasil asesmen yang dilakukan Dinas Social Nunukan, trauma psikis yang dialaminya, diakibatkan oleh beberapa persoalan.