Ia mengatakan proses tersebut membutuhkan waktu satu jam.
Setelah itu petugas masih harus mengantarkan peti jenazah ke lokasi pemakaman.
Tri mengatakan, selama melaksanakan tugas tersebut petugas tetap harus menggunakan baju hazmat. Baik saat mengevakuasi jenezah maupun saat di dalam ambulans mengantar jenazah.
Petugas harus memastikan baju hazmat terpakai dengan benar agar terhindar dari potensi terpapar Covid-19.
“Kami juga tidak boleh minum saat memakai baju hazmat. Itu sudah menjadi standar proteksi. Kami nahan minum busa sampai dua jam. Padahal semakin jauh perjalanan maka resiko dehidrasi semakin besar,” jelas Tri yang juga menjadi kepala petugas pemulasaran jenazah RSUD Kardinah Kota Tegal.
Khawatirkan Keluarga
Tri bercerita, kekhawatiran terbesar petugas pemulasaran jenazah adalah keluarga di rumah. Meraka selalu khawatir saat akan pulang ke rumah dan bertemu keluarga.
Hal itu dirasakan oleh semua petugas.
Ia mengatakan, pertama kali menangani jenazah yang meninggal karena Covid-19, semua petugas tidak ada yang berani pulang ke rumah.
Mereka semua berdiam dan istirahat di rumah sakit dengan menggelar tikar.
Menurutnya petugas khawatir jika mereka pulang justru membawa virus.
“Itu saat pertama kali bertugas. Sehari, teman-teman gelar keloso di kantor. Tidak ada yang pulang karena rasa takut punya keluarga. Lalu ada juga yang keluarganya di rumah memang keberatan suaminya pulang,” katanya.
Melihat adanya kekhawatiran itu, Tri kemudian berkomunikasi dengan Gugus Tugas Covid-19 dan direktur RSUD Kardinah Kota Tegal.
Pihak rumah sakit kemudian mengadakan rapid test untuk semua petugas pemulasan jenazah.
Ia bersyukur hasilnya negatif dan semua petugas tidak lagi memiliki kekhawatiran berlebih.
Selain itu, dari ahli medis menyampaikan tidak perlu ada yang dikhawatirkan selagi tidak ada tanda klinis dan gejala Covid-19.