TRIBUNJATENG.COM, BEIJING - Jack Ma, billioner asal China yang mendirikan dua perusahaan raksasa Alibaba dan Ant Group dikabarkan menghilang sejak dua bulan lalu.
Sebelumnya pada bulan November 2020, pemerintah China berhasil menjegal perusahaan keuangan online raksasa Ant Group miliknya melantai di bursa saham (IPO).
Jika rencana itu berhasil, peluncuran Ant Group ke pasar saham diperkirakan akan mencatatkan lebih dari 300 miliar dollar (Rp 4,1 kuadriliun).
Baca juga: Fahri Hamzah Ingatkan Risma Soal Blusukan: Staf-nya Harus Kasih Tahu, Beda Walikota & Menteri
Baca juga: Elektabilitas Prabowo Melejit Ungguli Ganjar Pranowo Menurut Survei Capres Vox Populi
Baca juga: Gunung Semeru Muntahkan Lava Pijar 3 Kali Tadi Malam, Terdengar Dua Kali Letusan
Baca juga: Biaya PTSL 2021 di Pati Maksimal Rp 400 Ribu, Lebih Dari Itu Dianggap Pungli
Nilai itu melampaui rekor listing sebelumnya yang dipegang perusahaan minyak raksasa Saudi Aramco tahun 2019 yang senilai 25 miliar dollar AS (Rp 375 triliun).
Namun kemudian, regulator China memanggil para eksekutif puncak Ant Group. Mereka diminta menghentikan IPO karena masalah kepatuhan.
Taipan China berusia 56 tahun itu kini telah merosot ke urutan ketiga dalam daftar kaya negara itu setelah mengkritik pihak berwenang dan menghilang dari acara TV-nya sendiri.
Kekayaannya turun dari 61,7 miliar dollar AS (Rp 866 triliun) pada Oktober, menjadi 51,2 miliar dollar AS (Rp 718 triliun).
Penurunan itu disinyalir terjadi karena kerajaan Alibaba-nya menghadapi peningkatan pengawasan dari regulator China.
Jack Ma bukan satu-satunya bilioner yang harus berurusan dengan hukum setelah melayangkan kritik terhadap pemerintah China.
Berikut taipan China yang sampai harus berakhir di bui karena alasan serupa:
1. Ren Zhiqiang
Taipan real estate China dan kritikus blak-blakan Presiden Xi Jinping, Ren Zhiqiang, dihukum penjara 18 tahun pada Selasa (22/9/2020), atas tuduhan korupsi.
Ren juga terjerat kasus penyuapan serta penggelapan dana publik, menurut pernyataan pengadilan yang dikutip AFP.
Ren dulunya pernah menjadi elite politik di lingkaran dalam Partai Komunis China.
Ia sempat menghilang pada Maret, tak lama setelah menulis esai yang sangat kritis tentang penanganan Xi terhadap wabah virus corona.