TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Sore itu kawasan jembatan Berok terlihat tak sepadat biasanya.
Pada jam-jam pulang para pekerja tersebut, bisa dibilang jalanan cukup lega.
Pembatasan kegiatan masyarakat (PKM) di Kota Semarang sebab pandemi Covid-19 telah membuat lalu lintas seakan jauh dari kepadatan.
Baca juga: Al Hasan Blak-blakan Syekh Ali Jaber Tak Ingin Dianggap Jadi Bapaknya
Baca juga: Ada Pocong Tidur di TKP Kecelakaan Kereta Api Tewaskan Polisi dan TNI di Sragen
Baca juga: Ayah Indah Permatasari Ungkap Alasan Ibu Nursyah Benci Arie Kriting: Awalnya Sih Suka
Baca juga: Ribuan Es Krim Terkontaminasi Virus Corona, Ini Mereknya
Hanya sebagian kecil kendaraan yang melintas di kawasan tersebut.
Sementara di sekitarnya, tampak beberapa pekerja harian seperti pengayuh becak dan pedagang kaki lima yang masih sabar menanti jika sewaktu-waktu ada pelanggan atau pembeli.
Begitu juga yang terlihat dari gerak Slamet Riyono (71).
Meski tampak tertatih-tatih karena kaki kirinya tak senormal kaki kanannya, lelaki tua itu terus berjalan mendorong sebuah troli yang telah dinaiki seorang gadis kecil.
Sesekali, ia berhenti.
Diturunkannya masker yang dipakainya untuk sekadar mengatur napas, kemudian kembali mendorong keranjang yang berisikan puluhan botol sabun cuci tersebut.
"Sabun cuci, Mbak?" kata dia menawarkan sabun cuci dengan penuh semangat di sekitar jembatan penghubung antara jalan Pemuda dan jalan Mpu Tantular, Sabtu (16/1/2021).
Bersama bocah balita itu, Slamet Riyono berkeliling kota Semarang menjajakan sabun dan beberapa perlengkapan untuk mencuci peralatan dapur.
Ia mengaku terpaksa mengajak Putri, cucunya, berkeliling menjajakan sabun cuci lantaran kata dia, tidak ada yang mengasuh balita berusia 3,5 tahun itu.
Ibu dan neneknya setiap hari bekerja sebagai buruh di toko sembako.
"Tidak ada yang momong (mengasuh), jadi yang bisa nyambi cuma saya karena kerja sendiri.
Ayahnya sudah tidak ada," ungkanya tegar.
Sudah satu tahun warga Kebonharjo RT 3 RW 3, Tanjung Mas, Semarang Utara itu berjualan sabun cuci keliling.
Ia melakoni pekerjaan itu setelah berhenti menjadi pengayuh becak.
Keterbatasan biaya membuat kakek itu tak mampu memperbaiki becaknya yang rusak sehingga beralih menjadi pedagang keliling menggunakan troli supermarket.
"Kaki saya sudah lama sakit, sarafnya terjepit.
Mau jualan pakai sepeda tidak bisa, bisanya pakai roda tiga," katanya sembari memegang kaki kirinya.
Setiap hari, Slamet berkeliling ke pasar-pasar hingga perkampungan.
Ia mulai berkeliling pukul 07.00 WIB dan kembali ke rumah pukul 18.00.
Selama itu Slamet mengaku dapat menjual 20 sampai 25 botol sabun cuci perhari.
"Jualan dari pagi sampai sore sak titahe (jalan semampunya). Terkadang cuma 10 sampai 15 botol.
Kalau soal cukup atau tidaknya, untuk keperluan sehari-hari ya tidak cukup.
Tapi ya bagaimana lagi, tidak ada pilihan lain karena ini jualannya tidak perlu modal.
Lumayan, untung Rp 1.000an perbotol bisa untuk jajan cucu daripada uangnya untuk bayar orang momong (daripada uangnya digunakan untuk membayar.
(idy)
Baca juga: Kecelakaan di Tol Pekalongan, Mobil Honda CRV Alami Aquaplaning Hilang Kendali Hingga Terbalik
Baca juga: Hendi Sebut Pengetatan PKM Kota Semarang Bisa Berlanjut, Jika Protokol Kesehatan Tak Dijalankan
Baca juga: Lidah Sandri Kaku Tak Bisa Berkata-kata, Calon Istrinya Tewas Terjepit Lift Jelang Hari Pernikahan
Baca juga: Kisah Mbah Slamet di Semarang Dorong Cucu Pakai Troli Sembari Berjualan Sabun Cuci Piring
TONTON JUGA DAN SUBSCRIBE :