TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Jagat media sosial Semarang beberapa hari terakhir diramaikan soal adanya predator kencan online yang disebut berada di Kota Semarang.
Hal itu ramai diperbincangkan di berbagai platform media sosial.
Bahkan, ada satu akun Instagram @aliskamugemash aktif membagikan informasi, pengalaman korban, dan identitas predator kencan online.
• Polisi Sudah Tandai Pelaku Penusukan Eni Boyolali Hamil 7 Bulan Karyawan Minimarket di Karanganyar
• Gibran Jokowi Masih Malu-malu Beberkan Program 100 Hari Kerja Setelah Dilantik Jadi Walikota Solo
• Perut Karyawati Alfamart Karanganyar Ditusuk Orang Misterius, Korban Hamil 7 Bulan, Wajahnya Lebam
• Natalia Tak Terima Ibunya Ditahan Polsek Semarang Utara, Dituduh Mertua Curi Perabotan Rumah
Dalam informasi di akun itu disebutkan pelaku juga sedang beredar di wilayah Semarang, Magelang, Solo, DIY dan sekitarnya.
Predator tersebut seperti informasi yang dihimpun dari berbagai sumber telah menyasar banyak korban.
Para korban biasanya dikuras harta benda hingga diajak berhubungan badan oleh pelaku yang berawal dari modus kenalan via aplikasi kencan online.
Menanggapi hal itu, berbagai lembaga bantuan hukum khususnya yang menangani beragam kasus pelecahan seksual di Kota Semarang memberikan peringatan kepada perempuan agar waspada.
"Tentu perempuan harus berhati-hati dan bijak dalam bermedia sosial.
Khususnya bagi para pengguna aplikasi kencan online yang tujuannya mencari pasangan lewat orang yang belum dikenal sebelumnya," ujar Direktur LBH Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK) Semarang, Raden Rara Ayu Hermawati Sasongko atau akrab disapa Ayu kepada Tribunjateng.com, Kamis (21/1/2021).
Menurutnya, aplikasi kencan rentan ancaman kekerasan seksual.
Para pelaku beranggapan menggunakan aplikasi kencan untuk mencari pasangan yang mau diajak berhubungan seksual sehingga aplikasi kencan sebagai salah satu sarana ancaman kekerasan seksual secara online dan kekerasan psikis.
"Sudah ada beberapa korban yang mengadu di kami mengalami pelecehan seksual secara verbal dengan korban diminta foto diri korban dalam keadaan telanjang sebagian tubuh atau seluruh dan korban juga mendapatkan kata-kata tidak sopan terhadap perempuan," bebernya.
Menurutnya,korban menggunakan aplikasi tersebut bermaksud menggunakan aplikasi kencan agar dapat memperoleh pasangan sesuai dengan kriteria korban.
Namun dari aplikasi kencan justru menjadi jurang masuk ke dalam kekerasan secara online.
Rata-rata korban masih pelajar dan mahasiswi, yang belum terpapar mengenai informasi terkait kekerasan berbasis gender online.
Sehingga terkadang korban belum dapat membedakan kata-kata bujuk rayu yang mengakibatkan korban berada di lingkaran kekerasan pelaku.
Tak ayal korban menuruti semua hal permintaan pelaku antara lain dengan mengirimkan foto diri korban dalam keadaan telanjang sebagian tubuh atau seluruh.
"Foto tersebut oleh pelaku digunakan untuk mengancam korban agar mau melakukan hubungan seksual dengan pelaku," ucapnya.
Menurut catatan tahunan LBH APIK Semarang di tahun 2020, ungkap Ayu, pihaknya telah menerima pengaduan kasus kekerasan berbasis online sebanyak 14 kasus.
Salah satunya korban mengenal pelaku dari aplikasi kencan.
Dari data tersebut, sambung dia, dari perkenalan kencan online itu korban mendapatkan kekerasan seksual hingga diajak berhubungan intim.
"Korban dalam keadaan tertekan karena diancam pelaku akan menyebarkan foto-foto diri korban dalam keadaan telanjang sebagian tubuh atau seluruh," ujarnya.
Dia melanjutkan, pelaku sering memalsukan informasi identitas diri antara lain foto profil, status sudah menikah atau punya pacar.
Akan tetapi tertulis di bio akun belum menikah atau belum punya pacar.
Informasi identitas diri pelaku yang dipalsukan tersebut akan menjadi hambatan dalam investigasi kasus.
Terutama ketika korban akan melakukan pelaporan ke kepolisian jika korban mendapatkan kekerasan seksual secara online dari pelaku.
Dia mengatakan, apalagi negara belum mempunyai suatu sistem teknologi yang dapat digunakan sebagai sistem pencegahan kekerasan.
Seperti dapat mendeteksi, mensortir, atau langsung melakukan pemblokiran otomatis jika ditemukan adanya pengaduan.
Utamanya terkait suatu media digital yang di dalamnya mengandung unsur kekerasan.
Kendati saat ini telah ada UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Namun aturan tersebut belum mengatur khusus mengenai kekerasan seksual secara online.
"Sebaiknya negara segera mensahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual.
Harapannya agar pelaku kekerasan seksual secara online mendapatkan sanksi hukum sebagai salah satu efek jera," tegasnya.
Sementara itu, Kepala Divisi Informasi dan Dokumentasi LRC-KJHAM, Citra Ayu mengatakan, perempuan sebaiknya jangan menggunakan aplikasi kencan andai memang mau mencari pasangan.
Tetapi jika memang ingin menggunakan aplikasi kencan, ketika berkenalan dengan laki-laki yang tidak dikenal sebaiknya tetap harus waspada.
Ingat jangan pernah langsung percaya dengan latar belakang yang di sampaikan oleh pelaku.
Penting bagi perempuan cek n ricek dengan mencari terlebih dahulu.
Telusuri apakah latar belakang pelaku seperti yang disebutkan olehnya atau tidak.
"Ketika diajak untuk bertemu sebaiknya membawa teman, untuk mencegah hal-hal yang tidak di inginkan.
Ingat jangan mau dimintai foto pribadi, barang, uang dan lainnya," pesannya.
Menurutnya, catatan lembaganya kurun tahun 2020 telah menangani 11 kasus kekerasan seksual berbasis online.
Akan tetapi untuk kekerasan menggunakan modus aplikasi kencan sebagai tempat perkenalan tidak ada.
Pelaku beraksi hanya menggunakan aplikasi line ataupun Whatsapp.
"Para korban dalam kasus itu sudah mengirimkan foto telanjangnya.
Bahkan tidak hanya sebatas kekerasan verbal atau chat tetapi juga sampai ke hubungan seksual.
Karena ada ancaman juga dari pelaku," bebernya.
Prihatin dengan kondisi itu, lanjut dia, Pemerintah harus segera melakukan penegakan keadilan bagi korban kekerasan seksual.
Yang mana peran pemerintah sebagai pemangku kebijakan untuk memberikan tempat yang aman bagi korban.
Dijelaskannya, apalagi tahun ini Rancangan Undang-undang Penghapusan kekerasan seksual (RUU-PKS) masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2021.
Pihaknya sangat mendukung Anggota DPR RI yang berjuang bersama untuk memasukkan RUU PKS ke dalam prolegnas.
"Kami berharap semangat dan spirit dari DPR RI tidak hanya sampai disini tetapi tetap melanjutkan pembahasannya hingga RUU PKS dapat di sahkan.
Lantaran adanya RUU PKS ini dapat melindungi korban kekerasan seksual," ujarnya.
Di sisi lain, Citra juga menginformasikan terkait lembaga layanan yang dapat menerima pengaduan kasus untuk perempuan korban kekerasan.
Di antaranya LRC-KJHAM, LBH APIK Semarang, LBH Semarang, PPT Kecamatan, PPT Provinsi, dan PPT Seruni Kota Semarang.
"Dari informasi ini diharapkan perempuan dapat mengetahui tempat untuk mengadu.
Terpenting, mulai sekarang bisa lebih bijak menggunakan medsos," katanya. (Iwn)