Berita Internasional

Militer Myanmar yang Kabur Ke India Ini Sebut Ada Perintah Tembak Warga Sipil yang Melawan

Editor: m nur huda
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Seorang polisi mengarahkan senjatanya ke orang-orang di Taunggyi, sebuah kota di Negara Bagian Shan, Myanmar, ketika pasukan keamanan terus menindak demonstran yang menentang kudeta militer, Minggu (28/2/2021). Sedikitnya 18 orang tewas dan 30 lainnya terluka dalam aksi demonstrasi di Myanmar pada 28 Februari, serta disebut sebagai hari paling berdarah dalam serentetan aksi protes menentang kudeta militer.(AFP/STR)

"Mengapa saya harus membunuh orang saya sendiri."

Dia mengatakan butuh empat hari untuk sampai ke Mizoram dengan sepeda motor dan berjalan kaki.

Setelah menelepon ke rumah ketika dia sampai di India, ayah dua anak itu mengatakan rumah keluarganya telah digeledah dan ayahnya ditangkap.

Seorang pria bersenjata yang diajak bicara AFP mengatakan dia juga mengkhawatirkan keselamatan keluarganya.

"Teman-teman saya menembak para pengunjuk rasa dan saya disuruh menembak juga ... Tapi saya tidak bisa membunuh orang-orang saya. Jadi, saya melarikan diri pada malam hari," kata pria berusia 21 tahun itu.

Perjalanan panjang ke India

Sementara menurutnya gerombolan pembelot yang lain memerlukan waktu hingga 10 hari berjalan kaki untuk mencapai negara bagian yang terpencil dan bergunung-gunung di sepanjang perbatasan barat Myanmar, termasuk melalui sungai, sawah, dan tidur di hutan.

Mereka yang berhasil dijemput oleh penduduk setempat yang simpatik.

Mereka dibantu sampai ke rumah kerabat atau tinggal bersama orang lain yang bersedia melindungi mereka dari pihak berwenang.

Tetapi delapan warga Myanmar telah "didorong mundur" kembali ke Myanmar, menurut pernyataan pekan lalu oleh Assam Rifles, pasukan paramiliter nasional yang beroperasi di wilayah tersebut.

AFP yang ditemui mengatakan mereka telah melarikan diri tanpa keluarga mereka karena perjalanannya sangat sulit.

Hanya pakaian di punggung yang bisa mereka bawa.

Mereka mengandalkan penduduk setempat yang membawakan makanan, selimut, dan uang tunai.

Salah satu dari mereka memegang Alkitab berbahasa Burma, saat mereka duduk berdesakan di atas kasur dan tikar yang diletakkan di lantai sebuah bangunan yang sebagian dibangun.

Perintah penembakan

Polisi wanita berusia dua puluh empat tahun, Chewa, yang namanya juga telah diubah, menangis ketika berbagi ceritanya.

Halaman
123

Berita Terkini