Utilitas tersebut tak hanya meliputi sarana dan prasarana perumahan seperti jalan, drainase dan lainnya, tetapi juga terkait penanganan banjir dan rob yang dulunya menjadi langganan kawasan tersebut.
"Sejak serah terima utilitas Tanahmas ke Pemkot, semua penanganan banjir dan rob menjadi tanggungjawab Pemkot dan bukan tanggungjawab P5L lagi. Tapi nyatanya tidak. Kami sebagai warga Panggung Lor sebagai warga Semarang hanya ingin pelayanan yang adil seperti kelurahan lain," tegasnya.
Pungutan iuran yang ditarik dari warga besarannya bervariasi antara Rp 6.500 sampai Rp 30.000, tergantung luasan rumah. Pungutan tetap dilakukan meski operasional pompa hanya insidentil saja.
"Kami minta pengelolaan ini dilakukan oleh Pemkot Semarang secara berkelanjutan sebagaimana Perwal Nomor 31 Tahun 2009," pintanya.
Saksi lagi, Ferdinand Aryanto menyampaikan, pernah menerima surat peringatan penyelesaian tunggakan tagihan dari P5L karena tak membayar iuran sejak Januari 2019. Ia enggan membayar karena sudah tidak ada banjir dan rob lagi.
"Saya tidak pernah dimintai izin untuk menjadi anggota P5L. Tapi tiba-tiba dikirimi tagihan atas tunggakan iuran. Makanya saya protes," katanya.
Sebenarnya, lanjutnya, ia tidak mempersoalkan jika ada iuran untuk operasional pompa. Hanya saja besaran iuran harus dibahas bersama oleh warga, tidak ditentukan sepihak oleh pengurus P5L.
"Tidak perlu ada P5L, kalau butuh BBM untuk operasional pompa, bisa dirembug, tidak dipaksakan seperti sekarang," tegasnya.
Usai mendengarkan keterangan saksi, majelis hakim PN Semarang kemudian menunda sidang dan akan melanjutkannya kembali pada pekan depan dengan agenda keterangan saksi lainnya. (Nal)