Dia bingung harus mengambil barang sitaan itu lantaran harus lengkapi berbagai berkas yang dia sendiri tak tahu.
Di Semarang, ayah tiga anak ini indekos di Jalan Pringgading, Jagalan, Semarang Tengah, maka tak heran seringkali kebingungan jika harus mengurus surat atau dokumen.
"Jadinya ikhlasin aja.
Tapi jujur razia itu bikin trauma dan takut," akunya.
Di tengah kesulitan itu, dia beberapa tahun lalu harus merawat anak pertamanya yang terkena leukimia.
Anaknya tersebut kini sudah meninggal dunia di usia 24 tahun. Masih membekas diingatan dia harus bekerja keras mengandalkan hasil jualan mainan.
Selepas uang terkumpul dikisaran Rp1 hingga Rp2 juta, dia alokasikan untuk mengobati anaknya.
Baca juga: Fabel Landy Landak yang Kesepian
Baca juga: Nia Ramadhani Menangis Minta Maaf: Seharusnya Saya Menjadi Contoh yang Baik
Baca juga: Permintaan Madu Meningkat, Peternak Lebah Mendulang Untung di Tengah Pandemi
Tiap 2 sampai 3 bulan anaknya juga harus memerlukan biaya untuk transfusi darah.
Sedangkan keluarganya tak memiliki jaminan kesehatan seperti BPJS Kesehatan dan sejenisnya.
"Ketika anak sakit ya diobati dengan uang sendiri. Ga ada yang nolong. Ngeri hidup ini. Namun ya harus dijalani. Ya gitu hidup kudu obah," tegasnya.
Dia menjelaskan, bertekad akan terus berjualan mainan tradisional di Kota Semarang hingga sekuat tenaganya.
"Kalau sudah ga kuat ya balik ke Klaten, istirahat sambil kerja ringan seadanya di sana," tandasnya. (Iwn)
TONTON JUGA DAN SUBSCRIBE :