TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG -- Pandemi covid-19 hingga diterapkannya pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang kini sampai pada perpanjangan level 4, membuat usaha perhotelan kian terpuruk.
Sejumlah perhotelan mengalami kembang-kempis akibat kebijakan PPKM yang berlarut.
"Secara keseluruhan memang ibaratnya kami sudah benar-benar kembang-kempis, sudah tidak bisa 'napas', sudah sangat sulit. Cuma kami percaya, pemerintah memberikan kebijakan itu sudah dipikirkan secara panjang," kata Rita, General Manager Hotel Louis Kienne Semarang, saat dihubungi Tribun Jateng.com, Senin (26/7).
Menurut dia, dampak paling dirasakan Hotel Louis Kienne adalah pada okupansi yang saat ini mengalami penurunan mencapai 90 persen, dengan rata-rata tingkat hunian kamar hanya 10 persen setiap harinya sejak diberlakukan PPKM.
Rita menuturkan, selama PPKM ini pihaknya telah kehilangan banyak potensi pendapatan dari tingginya jumlah okupansi yang biasa terjadi sebelumnya.
"Biasanya Lebaran, kemudian bulan Juli liburan sekolah dan long weekend itu sampai full 100 persen, saat tanggal merah serta hari biasa itu juga sering 100 persen. Sedangkan hari lainnya okupansi bisa 80 persen.
Saat PPKM ini benar-benar turun hampir 90 persen, benar-benar hanya 10-20 persen okupansinya, memang sangat ngefek sekali," ungkapnya.
Selain tingkat hunian kamar yang mengalami penurunan, Rita menyebut, usaha resto hotel juga merasakan dampak yang sama. Bahkan, selama PPKM pihaknya terpaksa menutup resto hotel, sebab tak bisa melayani makan di tempat.
"Ini justru lebih parah dari pandemi awal. Sekarang resto kami tutup karena tidak boleh makan di tempat. Sementara breakfast kami antar ke kamar. Jadi, resto maupun kamar sepi semua," tuturnya.
Senada dirasakan Grand Candi Hotel Semarang. Public Relations Grand Candi Hotel, Azkar Rizal Muhammad mengungkapkan, meski lokasi hotel tidak terlalu diperketat dengan penutupan jalan, tingkat hunian kamar tetap mengalami penurunan drastis. Ia menyebut, penurunan mencapai hampir 70 persen.
"Memang selama PPKM ini tamu-tamu kami menurun drastis. Saya rasa tidak hanya di Grand Candi, tetapi juga di semua hotel.
Hanya kami sedikit tertolong, lokasi Grand Candi ada di area Semarang atas, jadi ada beberapa peralihan tamu yang lebih memilih untuk stay di area atas karena penutupan jalannya lebih jarang.
Namun, status kami tetap menurun. Kalau ditotal, setiap bulan ada 32 persen okupansi. Cuma untuk setiap harinya, okupansi kisaran 30-50 persen," terangnya.
Meski demikian, Azkar berujar, pihaknya tetap mendukung upaya pemerintah dalam memutus rantai penularan covid-19 dengan kebijakan PPKM tersebut. Namun, ia meminta ketegasan pemerintah, terutama dalam penerapannya. Hal itu agar tidak ada lagi PPKM tahap selanjutnya.
"Kami tetap dukung, namun memang harus ada peraturan yang jelas. Kalau PPKM diterapkan, harus dengan sungguh-sungguh dari semua pihak, karena takutnya berlanjut lagi lama-lama bisnis akan mati. Kami harap ketegasan dari awal, agar setidaknya kami ada target bulan depan untuk bisa genjot okupansi lagi, karena sekarang kami sudah tidak bisa untuk siap-siap lagi," tukasnya.
Tak kuat
Wakil Ketua Perhimpunan Hotel Restoran Indonesia (PHRI) Jateng, Benk Mintosih menyatakan, pihaknya sudah tidak kuat lagi menghadapi dampak yang ditimbulkan dari pandemi covid-19 hingga perpanjangan PPKM level 4 ini.
Menurut dia, meski kebijakan diterapkan saat ini dengan sejumlah kelonggaran, hal itu tak lantas membuat perhotelan lega, sebab dampaknya dirasa sama beratnya.
"Kami sudah 'speechless', sudah tidak tahu harus bagaimana lagi. Kami sudah bingung dengan segala macam kerugian," ucapnya.
Benk memaparkan, telah melakukan pertemuan virtual dengan seluruh asosiasi kepariwisataan di Jateng pekan lalu, di mana pihaknya menginginkan tidak ada lagi pembatasan kegiatan pariwisata di provinsi ini.
Namun, perpanjangan PPKM level 4 ini membuat perhotelan 'gigit jari', mengingat harapan menormalkan kembali bisnis mulai bulan ini belum terealisasi.
"Usulan kami adalah menghidupkan kembali kegiatan pariwisata Jateng setelah dengan prokes yang ketat, mobilitas pariwisata jangan dibatasi lagi, karena ini sarana bisnis pariwisata bisa bangkit kembali. (Dengan perpanjangan PPKM level 4) Kami semua kaget, karena sudah berharap Juli bisa 'ngegas' lagi," ungkapnya.
Benk menyebut, di provinsi ini terdapat ratusan hotel yang tergabung dalam PHRI Jateng. Rata-rata hotel tersebut merasakan dampak yang sama dari pandemi covid-19, terutama dari segi okupansi, yakni terjadi penurunan drastis dari sebelumnya dengan rata-rata hanya mencapai 10 persen.
Selain itu, dia menambahkan, rata-rata perhotelan juga telah memberikan separuh gaji kepada wartawan, sebab tak mampu lagi menyiasati dampak dari pandemi.
"Total ratusan hotel semua terdampak, rata-rata mereka (karyawan-Red) hanya digaji 50 persen. Juga okupansi, rata-rata hanya 10 persen," ungkapnya.
Dengan kondisi itu, Benk meminta ketegasan pemerintah menerapkan kebijakan dalam memutus rantai penularan covid-19 saat ini, termasuk kompensasinya.
"Kalau sudah seperti ini, memang harus diberi stimulus, dan stimulusnya juga dicairkan. Kemudian dipertegas lagi terkait percepatan vaksinasi, harus jemput bola di semua lini, agar herd immunity yang dibutuhkan bisa segera didapat.
Intinya kami minta tegas, karena disiplin kita juga bermasalah, jadi agak susah nanti kalau lama-lama. Semoga pejabat tinggi menjadi 'sinterklas'," tukasnya. (idy)
Baca juga: Siasat Hotel di Kota Semarang Saat PPKM, Buka Layanan Delivery Makanan Hingga Promo
Baca juga: Respons Sandiaga Uno Soal Pengibaran Bendera Putih dari Pengusaha Hotel & Restoran
Baca juga: Dampak Pandemi, Sudah 4 Hotel di Kabupaten Semarang Ditawarkan Dijual
Baca juga: YouTuber Ini Gratiskan Hotel Bintang 3 Miliknya untuk Tempat Isolasi Mandiri