Selain itu, Dani mengungkapkan, berbagai promo juga coba ditawarkan untuk menarik minat pembeli. "Kita kami sempat tebus-murahkan menu karena PPKM hadir saat kami lagi naik-naiknya, dan sudah stok menu banyak, jadi sebagian garap untuk melangsungkan tebus murah, seperti gurame yang cuma Rp 90 ribu menjadi Rp 49 ribu, yang penting keluar dulu dan gak basi," paparnya.
Dilematis
Hal senada juga terjadi di Hero Coffee. Manager Hero Coffee Semarang, Bagas menyebut, dampak pandemi dirasa berat. Sebab, selama ini Hero Coffee menyasar pasar offline.
Hal itu membuat pihaknya dilematis.
Di satu sisi wisata Kota Lama ditutup, sementara di sisi lain ada pembatasan makan di tempat. Hal itupun menyebabkan penurunan omzet secara drastis di Hero Coffee hingga 70 persen.
"Sejak tanggal 3 Juli sudah mengalami penurunan besar bahkan pendapatan yang biasanya kisaran per harinya jutaan rupiah, hingga Rp 5 juta ke atas, ini kami malah langsung drop banget di bawah Rp 1 juta.
Efeknya besar banget. Selain kami memang belum bisa melayani pre-order karena kami belum pegang pasar online. Kami pegang pasar offline, terima dine-in. Cuma karena pembatasan itu, sepanjang jalan area Kota Lama sangat sepi, kerugian kami sampai 70 persen," ungkapnya.
Bagas mengaku telah mencoba merambah pasar secara daring. Namun, hal itu hanya mampu menyumbang sebagian kecil dari penjualan keseluruhan. Menyiasati hal itu, pihaknya kini menawarkan promo kepada pelanggan untuk menutup biaya operasional dan menggaji karyawan.
"Pasar online memang sudah banyak yang kami saingi, tapi memang tidak bisa. Di satu sisi konsep kami resto, bukan tempat makan yang memang lingkupnya lebih kecil. Mungkin melawan pasar kecil dengan kondisi perekonomian yang lagi turun otomatis orderan sedikit.
Dampaknya memang besar. Setelah diperbolehkan dine-in, ada customer sudah senang sekali. Promo kami buat dengan memberikan harga murah, semacam balik modal buat belanja besok," ungkapnya.
Di tengah PPKM yang membuat banyak pengusaha memilih menutup resto maupun kafe miliknya, Bagas menuturkan, pihaknya mau tidak mau mengambil risiko di tengah tidak menentunya pengunjung.
"Positif thinking saja, kami tetap berusaha dengan risiko baik besar maupun kecil, karena kalau tutup banyak internal kami yang merasa kekurangan ke depannya. Intinya kesejahteraan. Kami tidak ingin membunuh rezeki orang, jadi prioritas karyawan terutama saat pandemi ini sangat berpengaruh," ucapnya.
"Apalagi kami tidak ada BPJS Ketenagakerjaan (bagi karyawan-Red), otomatis bantuan pemerintah yang harus ada syarat itu kami tidak bisa membantu karyawan. Harapannya, pemerintah sadar akan masyarakat untuk kesejahteraannya, karena dengan jam kerja yang berkurang, otomatis gaji juga berkurang," tukasnya. (idy)
Bisnis Kopi Kemasan Pun Terpengaruh Pandemi
Industri kopi kemasan Indonesia sebenarnya memiliki potensi yang menjanjikan. Namun, pandemi covid-19 turut mempengaruhi prospek industri tersebut.
Meski tidak disebutkan secara rinci, Ketua Kompartemen Kopi Spesialisasi Industri Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI), Moelyono Soesilo mengatakan, sepanjang 2021 berjalan tidak ada perubahan tren yang signifikan terkait dengan penjualan kopi kemasan di Indonesia.