Berita Regional

Kisah Parjan Kulonprogo, Meski Mata Buta Tetap Panjat Puluhan Pohon Setiap Hari Demi Sekolah Anak

Editor: rival al manaf
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Parjan, penderes buta dari Pedukuhan Plampang 3, Kalurahan Kalirejo, Kapanewon Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Parjan memanjat 40 pohon dalam sehari untuk mengumpulkan 20 liter nira. Kamsih, istrinya, menghasilkan tiga kilogram gula merah. Semua karena dorongan ekonomi dan masa depan kedua anaknya.

Setiap hari, ia telah melintasi tempat yang sama, jalan di tempat dan pohon yang sama.

Terlebih karena ia sudah melakukan ini sejak usia 15 tahun.

Ia sangat hafal tiap pohon yang harus dinaiki, juga tiap pijakannya.

“Waktu bisa melihat kan pekerjaan itu saja. Nderes, mencangkul, menanam. Itu semua kebiasaan dan masih bisa dilakukan. Kecuali tukang (bangunan) sudah tidak bisa,” kata Parjan.

Kegiatan berlanjut ke dapur produksi untuk memasak nira menjadi gula.

Dapur ini terpisah dari rumah induk.

Kamsih, istrinya, mengurusi memasak gula mulai pukul 09.30 WIB.

Usaha Kamsih mengaduk nira hingga jadi kental bisa menghasilkan 3 kilogram gula.

Menghasilkan gula bukan pekerjaan terakhir sepanjang hari.

Keduanya masih harus mencari kayu bakar di hutan dan kebun.

Mereka beriring mencari kayu bakar.

Parjan memikul, Kamsih memanggul. Begitu setiap hari.

“Sekarang bapak sudah susah. Bapak sangat terpaksa karena kasihan sama saya,” kata Kamsih.

Parjan mengaku masih akan terus bekerja seperti ini, meski penuh keterbatasan.

Ini dilakukan demi kedua anaknya yang harus selesai sekolah, minimal setingkat SMA.

Ia berharap diberi kekuatan untuk mampu mewujudkan pendidikan yang baik bagi kedua anaknya.

Baca juga: Berawan  Sepanjang Hari, Berikut Prakiraan Cuaca BMKG Kabupaten Batang Selasa 17 Agustus 2021

Baca juga: Kunci Jawaban Tema 1 Kelas 5 Halaman 42 43 44 45 46 47 48 49 50 Subtema 1 Organ Gerak Hewan

Baca juga: Penggali Makam Jenazah Covid-19 Kibarkan Bendera Setengah Tiang Peringati Kemerdekaan RI

“Masih bisa bekerja masih bisa bayar biaya sekolah. Kalau tidak bekerja tidak ada uang untuk bayar sekolah anak-anak,” kata Kamsih.

Parjan tidak tamat sekolah. Ia mundur untuk menemani orangtuanya dan menderes.

Karena itu, ia mengharap anak-anaknya memiliki pendidikan yang tinggi tidak sepertinya, agar kehidupannya layak dibanding orangtuanya sekarang.

“Harapannya anak terus sekolah. Dia harus bisa sekolah paling tidak SMA. Selama itu saya berusaha mampu membiayai,” katanya.

Parjan mengaku akan terus bekerja dan berusaha, selagi tubuhnya masih kuat dan sehat. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Perjuangan Parjan Biayai Sekolah Anak, Panjat 40 Pohon Sehari meski Tak Bisa Melihat"

Berita Terkini