OPINI

OPINI : Menolak Narasi Kekerasan dalam Pendidikan

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi. Korban kekerasan anak di Pamulang kerap menangis dan tertawa saat ingat kekejaman sang ayah.

Sekiranya dalam proses belajar dijumpai adanya gejala penyimpangan oleh anak murid, seperti: lambat belajar, tidak mengerjakan tugas, capaian hasil belajar siswa yang belum optimal, dll maka yang perlu dingat dan diperhatikan oleh orangtua dan guru dalam hal pemberlakuan sanksi adalah bahwa sanksi itu haruslah edukatif; bersifat menertibkan dan menumbuhkembangkan, bukan berupa perundungan dan kekerasan yang berefek traumatis, sekaligus balas dendam.

Dorothy Law Nolte menulis tentang bagaimana sebaiknya mendampingi proses pertumbuhan dan perkembangan anak. Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar untuk memaki. Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar untuk berkelahi. Jika anak dibesarkan dengan ketakutan, ia belajar gelisah, dan jika anak dibesarkan dengan iri hati, maka ia belajar tentang kedengkian.

Benih toleransi

Sekolah sebagai tempat perjumpaan dan interaksi murid – guru yang berasal dari beragam latar belakang kultural, diharapkan mampu mewujudnyata sebagai komunitas pem(b)elajar; yang ramah dan bersahabat dalam memupuk dan merawat tumbuh suburnya benih-benih toleransi; saling menghargai dan menghormati.

Ringkasnya, dunia pendidikan menolak adanya narasi dan tindakan kekerasan. Sebaliknya, menjadi katalisator dalam mengorkestrasi harmonisasi pendidikan, yang pada gilirannya nanti akan memberdayakan komunitas sekolah dalam menangkal virus intoleransi dan perundungan yang pada hakekatnya merupakan benih-benih kekerasaan.

Dengan segala kelimpahan energi; produktivitas dan kreativitas yang dimiliki oleh para pemuda anak bangsa yang diwacanakan sebagai bonus (berkah) demografi dalam menyongsong Indonesia Emas (2045); diharapkan keberagaman suku, agama, ras dan antargolongan yang kita miliki merupakan sumber kekuatan dan modal (aset) bangsa.

Perlu diingat bahwa Indonesia Emas bukanlah berarti mempunyai banyak emas sebagai sumber kekayaan fisik material. Melainkan bangsa yang memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul dan bermartabat; berkompeten, terampil, dan berakhlak mulia sehingga tak mudah dihasut dan disesatkan oleh aneka ide radikalime atau aksi provokatif.

Alangkah indahnya apabila suasana belajar di sekolah pasca pandemi nanti dipenuhi dengan aura kegembiraan, dinamis penuh warna yang mencerdaskan dan memberdayakan. Ramah dan bersabahat, dijauhkan dari aksi perundungan yang merupakan benih terorisme. (*)

Baca juga: Prediksi Liga Champions Shakhtar vs Inter Milan, Eks Pemain AS Roma dan Lazio Jadi Kartu AS Inzaghi

Baca juga: Hotline Semarang : Mohon Pak Polisi Makin Tegas Menertibkan Knalpot Brong

Baca juga: Fokus : Manusia Silver

Baca juga: Prediksi Liga Champions PSG vs Manchester City, Guardiola Tahu Benar Cara Hentikan Messi

Berita Terkini