Berita Jakarta

MK Tolak Uji Materi UU Pemilu, Pilpres dan Pileg Tetap Serentak

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Petugas distribusi menata logistik pemilu non e-Catalog dari KPU RI di Gudang Wujil Kabupaten Semarang

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

Gugatan itu dilayangkan oleh empat orang mantan petugas KPPS Pemilu 2019.

MK menolak seluruh gugatan dari para pemohon.

Mahkamah menyatakan pasal 167 ayat (3) dan pasal 347 ayat (1) UU Pemilu sesuai dengan amanat konstitusi.

Oleh karenanya, MK menilai dalil dari pemohon tidak beralasan menurut hukum seluruhnya.

"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK merangkap Ketua Majelis Hakim Anwar Usman dalam sidang yang digelar virtual, Rabu (24/11).

Dengan putusan itu, keserentakan pemilu tetap berjalan seperti yang pernah diterapkan pada Pemilu 2019.

Pemilihan presiden, anggota DPR, anggota DPD, anggota DPRD provinsi, dan anggota DPRD kabupaten/kota digelar dalam satu waktu.

Dalam pertimbangan putusan, MK menilai terkait beban kerja yang berlebihan sebagaimana didalilkan oleh pemohon sangat berkaitan dengan manajemen pemilu yang berkaitan dengan teknis dan tata kelola pemilu.

Sehingga, mahkamah menilai, apapun pilihan model keserentakan yang dipilih akan bergantung kepada manajemen pemilu.

Desain pemilu tersebut merupakan tanggung jawab dari pihak penyelenggara.

"Secara teknis, pembentuk UU dan penyelenggara pemilu dengan struktur yang dimiliki saat ini justru lebih memiliki kesempatan untuk melakukan evaluasi dan kajian secara berkala terhadap pelaksanaan teknis keserentakan pemilu.

Sehingga masalah-masalah teknis yang berkaitan dengan petugas penyelenggara pemilu adhoc dapat diminimalisasi dan diantisipasi," ucap MK.

Empat orang mantan petugas KPPS Pemilu 2019 menggugat UU Pemilu. Mereka adalah Akhid Kurniawan, Dimas Permana Hadi, Heri Darmawan, dan Subur Makmur.

Adapun putusan MK tersebut termaktub dalam nomor 16/PUU-XIX/2021. Keempat orang itu menggugat aturan pemilu yang menyerentakkan lima pemilihan sekaligus.

Mereka berkaca pada kematian 894 orang petugas pemilu karena beban kerja berat pemilu serentak.

Mereka menggugat pasal pasal 167 ayat (3) dan pasal 347 ayat (1) UU Pemilu. Keempatnya ingin MK memisahkan pemilihan anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota dari pemilu serentak.

Selain menolak gugatan yang diajukan empat orang petugas KPPS Pemilu 2019, MK juga menolak permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang diajukan Partai Berkarya, Partai Perindo dan Partai Bulan Bintang (PBB).

Permohonan berkaitan dengan ketentuan verifikasi partai politik menjadi peserta pemilu.

"Amar putusan, mengadili, menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Anwar Usman.

Dalam gugatannya, PSI, Berkarya, dan Perindo, menginginkan ada perbedaan kewajiban verifikasi bagi partai politik.

Menurut mereka, partai peserta Pemilu 2019 yang berhasil lolos DPR RI tidak perlu melakukan verifikasi administrasi dan faktual untuk menjadi peserta Pemilu 2024,

sementara partai peserta Pemilu 2019 yang gagal lolos ke DPR RI sebaiknya hanya wajib melakukan verifikasi administrasi, sedangkan partai baru wajib menjalani kedua verifikasi tersebut.

MK menolak permohonan itu karena dinilai tidak beralasan menurut hukum. Sebab, pokok permohonan yang diajukan yakni Pasal 173 ayat (1) terkait proses verifikasi faktual pada dasarnya sama dengan perkara yang sudah diputus MK dalam Putusan Nomor 55/PUU-XVIII/2020.

Putusan Hakim MK terkait gugatan ini tidak bulat. Sama seperti pada putusan 55/PUU-XVIII/2020, terdapat alasan berbeda (concurring opinion) oleh tiga hakim konstitusi, yakni Suhartoyo, Enny Nurbaningsih, dan Saldi Isra.

Menurut mereka, verifikasi partai diberlakukan sama bagi seluruh partai politik (parpol) yang ingin menjadi peserta pemilu.

"Dengan demikian kekhawatiran para pemohon mengenai adanya diskriminasi perlakuan terhadap partai politik peserta pemilu tidak akan terjadi karena semua parpol peserta pemilu diberlakukan sama yaitu harus dilakukan verifikasi administratif dan verifikasi faktual," kata Hakim MK Saldi Isra.(tribun network/den/dng/dod)

Baca juga: Benarkah Jahe bisa Menyembuhkan Masuk Angin? Ini Penjelasannya

Baca juga: Daftar Harga Emas Antam dan UBS di Pegadaian Hari Ini, Kamis 25 November 2021

Baca juga: Perancis Puji Penanganan Covid-19 di Indonesia, Luhut: Saya Terharu

Baca juga: OPINI : Meningkatkan Semangat Kerja Selama WFH Saat Pandemi

Berita Terkini